Liputan6.com, Riyadh - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo berjanji untuk menekan keluarga kerajaan Arab Saudi untuk memberikan akuntabilitas yang lebih besar terhadap kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Pompeo menyampaikan janji itu ketika ia mendarat di Riydah pada 13 Januari 2019, dalam lawatan keduanya ke Arab Saudi sejak kasus Khashoggi --yang tewas di Konsulat Saudi di Istanbul-- mengemuka pada Oktober 2018 lalu.
Menlu AS itu dijadwalkan bertemu dengan Raja Arab Saudi termasuk Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.
Advertisement
"Kami akan terus melakukan pembicaraan dengan putra mahkota dan Saudi untuk memastikan pertanggungjawaban penuh dan lengkap sehubungan dengan pembunuhan yang tidak dapat diterima terhadap Jamal Khashoggi," kata Pompeo kepada wartawan yang bepergian bersamanya dalam perjalanan Timur Tengah akhir pekan lalu, seperti dikutip dari USA Today, Senin (14/1/2019).
Baca Juga
"Jadi kita akan terus membicarakan hal itu dan memastikan kita memiliki semua fakta sehingga mereka dapat dimintai pertanggungjawaban, tentunya oleh Saudi tetapi oleh Amerika Serikat juga jika perlu."
Seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS telah mengatakan kepada wartawan bahwa Menlu Pompeo akan menekan Arab Saudi untuk memberikan "narasi yang kredibel untuk apa yang terjadi di konsulat dan peristiwa-peristiwa berikutnya" berkenaan dengan pembunuhan Jamal Khashoggi.
Pejabat ini, yang berbicara secara anonim untuk mematuhi kebijakan Kementerian Luar Negeri, mengatakan bahwa sejauh ini, Arab Saudi belum "mencapai ambang kredibilitas dan akuntabilitas." Dia mengatakan pemerintah AS ingin bekerjasama dengan Saudi untuk "menyelesaikan ini seagresif yang mereka bisa untuk mendapatkan masalah ini dari mereka."
Tetapi para ahli kebijakan luar negeri mengatakan sepertinya tujuan Pompeo adalah untuk menenangkan kontroversi daripada meminta pertanggungjawaban pihak Saudi.
Anggota parlemen di kedua belah pihak telah mencari cara untuk menghukum Arab Saudi atas perannya dalam kematian Jamal Khashoggi, termasuk mengekang dukungan AS untuk kampanye pemboman Saudi di Yaman dan menghentikan penjualan senjata ke Negeri Petrodollar.
"Mereka harus menunjukkan kepada publik Amerika bahwa mereka menganggap serius hal ini," kata Gerald Feierstein, mantan duta besar AS untuk Yaman dan sekarang wakil presiden senior di Middle East Institute.
Tetapi selama Saudi menolak untuk mengakui kemungkinan peran putra mahkota, "kita akan memiliki masalah merekonsiliasi hubungan kita dengan Arab Saudi," katanya.
Natan Sachs, Direktur Pusat Kebijakan Timur Tengah di Brookings Institution, sebuah lembaga think-tank liberal, mengatakan Gedung Putih "akan senang jika ini (kasus Khashoggi) hilang karena pemerintah ingin memiliki hubungan dekat dengan Saudi, untuk melanjutkan bisnis seperti biasa."
Â
Simak video pilihan berikut:
Apa yang Terjadi dengan Tersangka Utama Pembunuhan Jamal Khashoggi?
Sementara itu, pemerintah Arab Saudi dikabarkan menolak untuk mengungkap keberadaan Saud al-Qahtani, tersangka utama dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Setelah disebut sebagai pemimpin kelompok eksekusi Khashoggi, al-Qahtani --yang merupakan mantan ajudan Putra Mahkota Mohammed bin Salman-- belum juga muncul, bahkan untuk pernyataan tertulis sekalipun.
Awal pekan ini, surat kabar Washington Post melaporkan, sebagaimana dikutip dari Ahvalnews.com pada Rabu (9/1/2019), al-Qahtani dipecat dari pekerjaannya sebagai ajudan pemerintah, tak lama setelah Turki mengungkap serangkaian bukti tentang pembunuhan Jamal Khashoggi oleh tim berisikan 15 orang di konsulat jenderal Arab Saudi di Istanbul, 2 Oktober lalu. Baca selengkapnya...
Advertisement