Menapaki Permukiman Etnis Kirgiz di Tapal Batas Xinjiang China

Liputan6.com menapak di permukiman relokasi untuk etnis Kirgiz di dekat perbatasan China - Tajikistan. Seperti apa?

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Mar 2019, 22:46 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2019, 22:46 WIB
Sebuah desa re-settlement etnis Kirgiz di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang --200 km dari perbatasan China - Tajikistan (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)
Sebuah desa re-settlement etnis Kirgiz di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang --200 km dari perbatasan China - Tajikistan (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Liputan6.com, Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang - Sebelum 2016, Gulnur Turdumanet, suami dan ketiga anak-anaknya tinggal serta bermatapencaharian sebagai peternak dan penggembala di perbukitan kawasan Gurun Gobi di Turugart, Wuqia County, Prefektur Otonomi Kizilsu Kirgiz, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur barat jauh.

Meski memiliki aset berupa hewan-hewan ternak yang setidaknya berjumlah belasan, Gulnur mengaku bahwa kehidupannya dulu cukup sulit.

"Rumah kami hanya berupa gubuk tanpa sanitasi. Untuk air, kami memanfaatkan salju yang mencair," kata Gulnur yang kini telah menetap usai menyetujui program relokasi pemerintah ke sebuah permukiman di Turugart Port, sekitar 200 km dari perbatasan China - Tajikistan.

Pada Minggu 24 Februari 2019, rombongan belasan jurnalis dari Indonesia dan Malaysia diberikan kesempatan oleh otoritas China untuk mengunjungi Turugart Port dengan didampingi oleh belasan pejabat Tiongkok di Xinjiang. Otoritas menyajikan kami tentang perkembangan pembangunan di daerah tapal batas terbarat China --di mana matahari terbit dan tenggelam lebih lama dari wilayah-wilayah lain di Tiongkok.

Gulnur Turdumanet dan Nurbek Bay, sepasang saudara etnis Kirgiz di Turugart, Wuqia County, Prefektur Otonomi Kizilsu Kirgiz, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Gulnur mengaku, setelah pindah ke permukiman relokasi di Turugart, "Tingkat kehidupan saya meningkat secara besar," lanjutnya melalui penerjemah.

"Di flat (relokasi) yang disediakan, sudah ada listrik, air, internet, dan kamar mandi. Dan kehidupan kami sangat meningkat sekali," lanjutnya.

Flat itu bak rusun di Kemayoran. Gedung bangunan tak tinggi, hanya berlantai empat. Sekitar 8 - 10 gedung tergabung dalam satu klaster/kompleks. Gedung-gedung itu membentuk perimeter melingkar, di tengah sisi dalam difungsikan sebagai lapangan serbaguna untuk komunitas.

Sementara dengan masing-masing lantai memiliki dua rumah. Satu rumah memiliki luas sekitar 81 meter persegi.

Permukiman relokasi etnis Kirgiz di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

"Biaya rekening cukup murah," katanya. Untuk listrik misalnya, pembelian token 50 yuan (sekitar Rp 100 ribu) bisa digunakan untuk dua sampai tiga bulan.

Gulnur mengatakan, ketiga anaknya juga menerima pendidikan di institusi pendidikan setempat. Bungsu bersekolah di SD dekat kantor pemerintah desa, sementara dua anak tertuanya, bersekolah di SMA di dekat kantor pemerintah Wuqia County.

"Semua biaya sekolah ditanggung pemerintah," kata Gulnur.

Di Tapal Batas

Itulah secuil gambaran mengenai kebijakan pemerintah China yang dinikmati oleh keluarga Gulnur dan beberapa warga lain di permukiman relokasi di Turugart Port, Wuqia, hanya 200 km dari perbatasan China - Tajikistan.

Warga di permukiman relokasi di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Pada 2016, pemerintah China mulai membangun permukiman relokasi (re-settlement) yang diperuntukkan bagi warga lokal yang tinggal di "rumah gubuk (hut)" atau "rumah bata (mudhouse)" di wilayah tersebut.

"Demi membantu warga lokal untuk meningkatkan kehidupan dan produksi mereka, pemerintah telah berinvestasi banyak," klaim seorang pejabat Xinjiang, China.

Pada 2016, pemerintah China dan Xinjiang mulai membangun permukiman relokasi (re-settlement) yang diperuntukkan bagi warga lokal yang tinggal di rumah gubuk  atau rumah bata di wilayah Turugart, Wuqia.

Populasi di Wuqia County sendiri berkisar antara 50.000 - 60.000 jiwa, dengan "ratusan hingga ribuan" di antaranya adalah keluarga Kirgiz yang tinggal di permukiman relokasi lain serupa seperti di Turugart.

Warga lokal itu, jelas seorang pejabat departemen diseminasi informasi Partai Komunis China di Xinjiang, adalah kelompok etnis minoritas Kirgiz yang tinggal di wilayah perbukitan di area Gurun Gobi di Turugart.

"Mata pencaharian tradisional mereka adalah berternak," kata pejabat itu, "seperti domba, kambing, sapi dan unta, dengan jumlah yang bisa mencapai belasan hingga puluhan."

Para etnis Kirgiz itu menerapkan gaya hidup semi-nomaden dengan berpindah-pindah untuk kemudian menetap di tempat yang subur dan memiliki mata air, terutama di perbukitan kata pejabat itu dengan menambahkan, "tapi yang Anda lihat, wilayah ini seutuhnya gurun."

"Meski beternak, perekonomian mereka tak sejahtera. Wilayah ini (Wuqia) mengalami musim dingin, sehingga hewan ternak bisa mati dan akibatnya mereka bisa kehilangan mata pencaharian. Rumah mereka juga bisa terancam tertimbun longsor salju. Bayangkan kerugian yang harus mereka alami."

Permukiman relokasi etnis Kirgiz di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Pembangunan permukiman relokasi di Turugart pada 2016 adalah salah satu dari "program pemerintah China untuk mengentas kemiskinan di wilayah terpencil" lanjut pejabat itu.

Keluarga yang setuju untuk direlokasi oleh pemerintah membayar sekitar 10.000 yuan untuk sebuah flat di Turugart lengkap dengan air, gas, penghangat, listrik, layanan TV dan internet. Namun, setiap rekening harus dibayar sesuai penggunaan.

Sekarang, total 136 keluarga yang berada di permukiman relokasi di Turugart, Wuqia itu "memiliki toko, membuka bisnis kecil, atau bekerja di sektor lain," jelas pejabat itu.

Suami Gulnur Turdumanet selaku kepala keluarga misalnya, mengaku kini bekerja sebagai pegawai pos perbatasan China - Tajikistan. Sementara Gulnur memperoleh penghasilan dengan menjadi juru masak di sebuah kantor pemerintah.

Beberapa warga lain, kata Gulnur, kini bekerja di sektor industri lokal atau membuka toko makanan di komunitas permukiman kini mereka tinggali.

Bagi yang membuka toko dan bisnis di Turugart, Wuqia, para pelanggan mereka "biasanya adalah warga lokal atau warga Turkmenistan di Irkeshtam, 200 km dekat perbatasan China - Turkmenistan.

"Beberapa keluarga juga punya dokter kontrak untuk keperluan medis mereka," kata seorang pemandu dari pemerintah lokal Turugart Port.

"Gaya hidup komunitas peternak Kirgiz di sini semua sudah berubah secara dramatis sesuai dengan sistem sosialis China, kepemimpinan Partai Komunis (China) dan mereka semua sekarang sudah hidup bahagia," klaim seorang pejabat untuk Partai Komunis China di Xinjiang.

Tentang warga yang tidak bersedia direlokasi, seorang pejabat mengatakan, "Pindah ke sini sukarela. Jika mereka mau dan punya uangnya, mereka bisa pindah (ke permukiman serupa)."

 

Simak video pilihan berikut:

Secuil Inisiatif Belt and Road di Turugart, Wuqia

Permukiman relokasi etnis Kirgiz di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)
Permukiman relokasi etnis Kirgiz di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Dalam konteks yang lebih luas, pembangunan infrastruktur dan 'program pengentasan kemiskinan' yang dilakukan oleh pemerintah China di wilayah perbatasan barat --seperti Turugart, Wuqia-- merupakan cara bagi Beijing untuk membuat wilayah itu secara infrastruktur, ekonomi, hingga sosial "menjadi lebih layak" sebagai "gerbang terdepan" kebijakan 'Inisiatif Belt and Road' dan kebijakan 'Keterbukaan China' yang turut menjangkau wilayah Negara-negara 'Stan', Asia Tengah, Eropa Tengah dan Eropa Timur.

"Kami ingin menjadikan Xinjiang sebagai gerbang utama keterbukaan China kepada dunia, terutama, negara-negara Asia Tengah, Asia Barat, hingga Eropa," kata seorang pejabat diseminasi informasi Partai Komunis China di Xinjiang.

Negara-negara 'Stan' merujuk Kazakhstan, Kirgiztan, dan Tajikistan (eks-Soviet) serta Pakistan dan Afghanistan (Asia Tengah), dengan masing-masing berbagi perbatasan langsung dengan Tiongkok.

China menjadi 'pemain utama' di belahan Bumi paling tengah yang menjadi pertemuan Benua Eropa dan Benua Asia itu, dengan komoditas utama yang dipertukarkan berupa minyak, gas dan mineral (yang mana Xinjiang kaya akan ketiga sumber daya alam itu), energi non-migas, infrastruktur, alutsista militer hingga produk pangan dan rumah tangga.

Permukiman relokasi etnis Kirgiz di Turugart Port, Wuqia County, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Tajikistan dan Kirgiztan misalnya, pada 2018, telah menandatangani berbagai proyek kerja sama dengan China di sektor infrastruktur (rel kereta) dan energi (pipa gas yang melintasi China-Kirgiztan-Tajikistan-Turkmenistan).

Salah satu timbal balik yang diterima China adalah masuknya produk-produk pangan negara-negara tersebut ke wilayah Xinjiang barat yang sejatinya tandus dan tak cocok untuk agraria --mengingat letaknya di tengah Gurun Gobi.

Dalam toko di Turugart, Wuqia misalnya, terdapat banyak produk yang China impor dari 'Negara-negara Stan' tersebut, beberapa dari Eropa Timur dan Tengah seperti Polandia dan Rusia, serta segelintir dari Asia. Produk itu mulai dari makanan, minuman, barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari, hingga, cinderamata.

Salah satu barang yang dijual di toko di Turugart, Wuqia County, Prefektur Otonomi Kizilsu Kirgiz, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Sementara Pakistan diketahui menerima suplai alutsista militer dari China, termasuk salah satunya jet tempur. Sedangkan negara-negara seperti Kirgiztan dan Turkmenistan diketahui telah menerima suplai serupa sejak beberapa tahun lalu.

Namun, ketika negara-negara Asia Tengah memperkuat hubungan dengan Beijing saat mereka bersaing untuk menerima bagian dari Inisiatif Belt and Road yang membentang dari China ke Eropa, pinjaman dari Beijing menggelembung di semua negara kecuali Kazakhstan, yang menerima investasi langsung dari berbagai negara, dan Uzbekistan --Nikkei Asian Review melaporkan.

Tajikistan dilaporkan menyerahkan tambang emas ke China pada April 2018 sebagai imbalan US$ 300 juta dalam pendanaan untuk membangun pembangkit listrik.

(Di ufuk) Pembangkit listrik panel surya di Turugart, Wuqia County, Prefektur Otonomi Kizilsu Kirgiz, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Sementara Kirgiztan dilaporkan memiliki kontrak dengan bank China yang dikelola pemerintah untuk pembangkit listrik di ibukota Bishkek yang mencakup klausul yang memberi Beijing kendali atas aset berjangkauan luas jika negara itu gagal membayar. China juga diperkirakan menuntut konsesi dalam negosiasi untuk pendanaan pembangunan kereta api.

Risiko tersembunyi dalam proyek-proyek Belt and Road terungkap setelah Sri Lanka pada tahun 2017 memberi China hak pengoperasian ke pelabuhan Hambantota selama 99 tahun ketika negara pulau itu berjuang untuk membayar hutang.

China bertujuan untuk menjadi kekuatan dominan di Asia Tengah untuk menurunkan harga perolehan sumber daya, kata Andrei Grozin, yang mengepalai departemen Asia Tengah di CIS Institute seperti dikutip dari Nikkei Asian Review.

Beijing juga berencana untuk berinvestasi dalam proyek-proyek infrastruktur dan pertanian di negara-negara bekas Soviet seperti Ukraina yang mencari integrasi dengan Uni Eropa, meningkatkan pengaruhnya di Eropa Timur ketika pertentangan antara Moskow dan Washington tumbuh.

Ukraina dan China menyetujui US$ 7 miliar dalam proyek bersama di komisi antar pemerintah pada akhir 2017. Pembangunan jalan raya dan basis ekspor biji-bijian mengalami kemajuan.

"Sebuah faksi pro-China diam-diam muncul di wilayah itu," kata seorang pejabat tinggi Ukraina seperti dikutip dari Nikkei Asian Review.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya