PBB Khawatir Puluhan Muslim Rohingya Tewas Akibat Serangan Helikopter

Muslim Rohingya tewas akibat serangan helikopter pekan lalu, jauh lebih banyak dari yang semula dikatakan tujuh orang.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Apr 2019, 10:46 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2019, 10:46 WIB
Etnis Muslim Rohingya, yang baru saja melintas perbatasan Myanmar menuju Bangladesh, sedang menunggu giliran menerima bantuan makanan dekat kamp pengungsi Balukhali (AP)
Etnis Muslim Rohingya, yang baru saja melintas perbatasan Myanmar menuju Bangladesh, sedang menunggu giliran menerima bantuan makanan dekat kamp pengungsi Balukhali (AP)

Liputan6.com, Rakhine - Kantor Komisariat Tinggi PBB urusan hak asasi manusia di Jenewa menerangkan hari Senin (8/4), pihaknya khawatir puluhan Muslim Rohingya tewas akibat serangan helikopter pekan lalu, jauh lebih banyak dari yang semula dikatakan tujuh orang.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (9/4/2019) juru bicara komisariat, Ravi Shamdasani mengatakan pihaknya sekarang menerima laporan jumlah korban mungkin lebih banyak dari itu. Ada laporan pada Komisariat yang belum dikonfirmasi bahwa jumlahnya mungkin sampai 30 orang.

Penduduk kota kecil Bithidaung mengatakan, hari Kamis (4/4) ada sebuah helikopter militer yang menyerang serombongan Rohingya yang sedang mengumpulkan bambu.

Shamdasani menambahkan, pemerintah Myanmar mesti dapat memastikan bahwa ‘penduduk sipil tidak dijadikan sasaran dan artileri berat tidak digunakan di kawasan penduduk dengan alasan keamanan nasional.

Myanmar menganggap Rohingya selaku pendatang gelap dari India dan Bangladesh.

Penyidik PBB Prihatin Pengungsi Rohingya Akan Dipindah ke Pulau Terpencil

Anak Rohingya Rayakan Idul Adha di Pengungsian
Bocah-bocah Rohingya mengenakan pakain baru selama perayaan Idul Adha di kamp pengungsi Thangkhali, Bangladesh, Rabu (22/8). Hampir setahun mereka menghuni kamp ini usai kabur menghindari represi militer di Negara Bagian Rakhine. (Dibyangshu SARKAR / AFP)

Penyidik khusus Komisi HAM PBB untuk Myanmar Yanghee Lee menyatakan keprihatinan mendalam atas rencana Bangladesh memindahkan 23.000 pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil. Dia memperingatkan pulau tersebut kemungkinan tidak layak huni dan bisa memicu krisis baru.

Bangladesh sebelumnya mengumumkan rencana memindahkan para pengungsi ke pulau Bhasan Char untuk mengurangi kepadatan di tempat penampungan pengungsi Cox's Bazar.

Saat ini sekitar 730.000 warga Rohingya ditampung di Cox's Bazar, sekaligus menjadikannya kamp pengungsi terbesar di dunia.

PBB menyatakan minoritas Muslim ini melarikan diri dari pembunuhan massal dan pemerkosaan di negara bagian Rakhine, Myanmar, sejak Agustus 2017.

Sejumlah pihak mengkritik rencana relokasi ini. Mereka menyatakan pulau itu sering diterjang badai dan tidak dapat menyediakan mata pencaharian bagi ribuan orang.

"Ada sejumlah hal yang belum jelas bagi saya bahkan setelah mengujungi pulau itu," ujar Yanghee Lee, seperti dikutip dari ABC Indonesia.

Termasuk, katanya, apakah pulau itu benar-benar bisa dihuni manusia.

"Relokasi yang tak terencana dengan baik serta tanpa persetujuan para pengungsi yang bersangkutan, berpotensi menciptakan krisis baru," kata Lee yang berkunjung ke pulau itu pada Januari lalu.

Pemerintah Bangladesh, katanya, berkewajiban memastikan bahwa pemindahan ini tidak menimbulkan krisis baru.

Pemerintah Bangladesh belum memberikan tanggapan terhadap masalah ini.

 

Rentan Tersapu Gelombang Pasang

Banjir dan Tanah Longsor Ancam Ratusan Ribu Pengungsi Rohingya
Pengungsi Rohingya memperbaiki rumahnya di Kamp Pengungsi Kutupalong, Bangladesh, 28 April 2018. Apabila hujan tiba, ada ancaman serius kamp pengungsi yang dibangun secara tidak teratur itu mengalami kebanjiran dan longsoran lumpur. (AP Photo / A.M. Ahad)

Bhashan Char, juga dikenal sebagai Thengar Char, terletak 21 mil laut dari Noakhali, 11 mil laut dari Jahajir Char, 4.2 mil laut dari Sandwip, 28 mil laut dari Patenga, dan 13,2 mil laut dari Hatia.

Satu-satunya moda perjalanan bagi penduduk Bhasan Char, yang terletak 30 km dari daratan, akan menjadi kapal yang memakan waktu tiga hingga tiga setengah jam untuk melakukan perjalanan dari Hatia.

Meskipun ada keberatan dari Rohingya dan komunitas internasional, pemerintah masih berharap bahwa rencana itu akan membantu mengelola populasi pengungsi masif secara disiplin.

Salah satu kekhawatiran utama yang diajukan oleh Rohingya terhadap Bhasan Char adalah bahwa mereka khawatir pulau itu akan tersapu oleh gelombang pasang.

Daerah tersebut, dinyatakan sebagai cadangan hutan pada tahun 2013, adalah 10.000 hektar pada saat air pasang dan 15.000 hektar pada saat air surut.

Tidak ada yang pernah hidup di pulau itu sebelumnya. Itu sebagian besar digunakan untuk penggembalaan ternak sampai pembangunan tempat penampungan untuk Rohingya dimulai.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya