Kekeringan Parah Bikin Australia Impor Gandum untuk Pertama Kalinya

Akibat bencana kekeringan yang terus meluas, Australia akhirnya mengimpor gandum untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 15 Mei 2019, 10:41 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 10:41 WIB
Ilustrasi tanaman gandum (AFP/Danil Semyonov)
Ilustrasi tanaman gandum (AFP/Danil Semyonov)

Liputan6.com, Canberra - Australia berencana mengimpor gandum untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir, menyusul kekeriangan yang semakin parah di sebagian wilayah timur negara itu, yakni turun 20 persen pada tahun lalu.

Kementerian Pertanian dan Sumber Daya Air Australia mengkonfirmasi pada pekan ini, bahwa mereka telah mengeluarkan izin impor massal gandum dari Kanada, yang kemudian diproses untuk pasar domestik.

Dikutip dari The Guardian pada Rabu (15/5/2019), impor gandum tidak serta merta menyudahi masalah. Para petani gandum lokal mengaku khawatir tentang biosekuriti, bahwa impor memungkinkan risiko penyakit atau gulma baru ke Australia.

"Risiko terkait impor adalah penyakit atau gulma dari Kanada, yang tidak dimiliki oleh Australia," kata Brett Hosking, ketua lembaga biji-bijian nasionak, Grain Growers Ltd.

"Penting memperhatikan cara pengangkutannya, apakah truk, kereta, atau kapal yang mengangkut berpotensi membawa penyakit atau tidak," lanjutnya mengingatkan.

Biji-bijian yang diimpor biasanya diproses di dekat pelabuhan dan tidak diangkut melalui daerah pertanian, tetapi Hosking mengatakan ia khawatir biji-bijian ini mungkin bergerak sedikit lebih jauh dari biasanya.

Kementerian pertanian setempat mengatakan kondisi pengiriman impor mengharuskan biji-bijian bersumber dari daerah-daerah yang dinilai memiliki risiko biosekuritas tanaman dan hewan yang rendah, serta menerapkan kontrol gerakan, penyimpanan, dan pemrosesan yang ketat di Australia.

Pengiriman impor gandum pertama dijadwalkan tiba di Australia dalam enam hingga delapan minggu ke depan.

 

 

 

Dipicu Kekeringan Parah di Pantai Timur Australia

ilustrasi kemarau dan kekeringan
(Foto: Tama66/Pixabay) Ilustrasi kemarau dna kekeringan.

Kementerian Pertanian Australia mencatat bahwa impor gandum sebelumnya berlangsung pada 2006-2007, 2003-2004, dan 1994-1995.

Impor tersebut berkorelasi dengan tahun-tahun terburuk terkait kekeringan dalam beberapa dekade terakhir.

"Kami sebelumnya telah menyetujui impor biji-bijian dari beberapa negara dalam kondisi tertentu, untuk memenuhi kebutuhan industri pangan lokal, setelah kondisi kekeringan yang berkepanjangan," kata seorang juru bicara kementerian terkait.

"Kami menilai semua aplikasi untuk izin impor berdasarkan kasus per kasus, menggunakan bukti ilmiah terbaik yang tersedia," lanjutnya.

Panen tanaman pangan di musim dingin Australia diperkirkan turun menjadi 29.3 juta ton pada 2018-2019, atau 20 persen di bawah rata-rata produksi panjang 20 tahun.

Penyebabnya tidak lain adalah kondisi kekeringan parah di negara bagian Victoria, New South Wales dan sebgaian Australia Selatan dan Queensland.

Produksi tanaman gandum lokal juga diperkirakan akan turun 20 persen, menjadi 17 juta ton tahun ini.

Australia Barat Mengalami Hal Sebaliknya

Bendera Australia (iStockphoto via Google Images)
Bendera Australia (iStockphoto via Google Images)

Sementara kondisi tumbuh komoditas pangan di pantai timur Negeri Kanguru memburuk, di negara bagian Australia Barat justru terjadi sebaliknya.

Di sana, panen biji-bijian pada musim dingin tercatat sebagai salah satu musim terbaik, di mana membentuk 56 persen dari total produksi nasional, dan rata-rata ketersediaan jangka panjang sebesar 36 persen.

Sebagian besar kekurangan gandum domestik telah diisi oleh pengiriman dari Australia Barat, meski menurut Hosking, secara tradisional memiliki protein lebih rendah.

Adapun impor dari Kanada bertujuan memenuhi kebutuhan spesifik untuk permintaan gandum protein tinggi.

Musim tanam yang sulit, juga disebut mengganggu stabilitas peternakan sapi perah, yang merupakan salah satu pasar domestik utama untuk biji-bijian curah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya