Liputan6.com, Khartoum - Dewan Militer Transisi dan para pemimpin oposisi telah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan untuk pemerintahan Sudan yang baru pasca-penggulingan Presiden Omar al-Bashir. Penandatanganan dilaksanakan di Ibu Kota Khartoum pada Sabtu 17 Agustus 2019.
Pakta tersebut membuka jalan bagi kedua faksi untuk membentuk dewan militer dan sipil bersama yang akan memimpin Sudan selama tiga tahun, sampai pemilu diadakan untuk pemerintahan yang dipimpin sipil, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (18/8/2019).
Di bawah kesepakatan, dewan berdaulat, yang terdiri dari enam warga sipil dan lima jenderal, akan memerintah negara itu secara interim, sampai pemilu tiga tahun mendatang.
Advertisement
Baca Juga
Kedua belah pihak telah sepakat untuk merotasi kepemimpinan dewan selama durasi tiga tahun. Seorang perdana menteri yang dinominasikan oleh warga sipil akan ditunjuk pekan depan.
Mohamed Hamdan "Hemeti" Dagolo, yang secara luas dianggap sebagai orang paling berkuasa di Sudan, telah berjanji untuk mematuhi ketentuan-ketentuan dalam pakta baru yang telah ditandatangani.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh Hemeti dan Letjen Abdel Fattah Abdelrahman Burhan untuk dewan militer, dan Ahmed al-Rabie untuk Aliansi Kebebasan dan Perubahan --kelompok payung dari massa pro-demokrasi.
Perdana menteri Ethiopia dan Mesir, serta presiden Sudan Selatan termasuk di antara para pemimpin regional yang menghadiri upacara di Khartoum, Sudan.
Simak video pilihan berikut:
Warga Bersorak-Sorai
Sudan telah menyaksikan protes dan penindasan pro-demokrasi sejak Presiden Omar al-Bashir digulingkan oleh militer pada April 2019.
Usai penggulingan, militer membentuk dewan pemerintahan interim. Namun, kelompok sipil segera memprotes dan mendesak tentara menyerahkan kekuasaan kembali ke tangan rakyat.
Protes massa pro-demokrasi berlangsung selama berbulan-bulan. Demonstrasi sempat berjalan damai, namun sekelompok faksi militer Sudan dilaporkan melakukan penumpasan brutal terhadap massa.
Organisasi multilateral di kawasan Afrika telah bertindak untuk menengahi perundingan antara dewan militer dengan kelompok sipil selama beberapa pekan terakhir, dengan tujuan untuk mengakhiri krisis dan instabilitas serta penjajakan pemerintahan baru, Sudan.
Acara penandatanganan yang singkat itu disambut perayaan selama berjam-jam di seluruh Khartoum.
Warga Sudan melambai-lambaikan bendera dan meneriakkan slogan-slogan yang populer selama protes - yang paling populer adalah kata "Madania," yang berarti "warga sipil", atau dalam konteks peristiwa Sabtu kemarin mengacu pada keberhasilan rangkaian protes sipil dalam membentuk pemerintahan baru di negara Afrika tersebut.
Ribuan orang yang bersorak-sorai berkumpul di sekitar aula konvensi tempat dokumen ditandatangani, mengibarkan bendera Sudan dan memasang tanda perdamaian.
Penduduk Khartoum dan orang-orang dari bagian lain negara itu datang dengan bus dan kereta api untuk acara tersebut.
Advertisement