Ultimatum Demonstran Hong Kong, China: Tentara Kami Tak Akan Berpangku Tangan

Sebuah editorial surat kabar China Daily mengatakan tentara Tiongkok di Hong Kong akan bertindak jika situasi di kota itu memburuk.

oleh Siti Khotimah diperbarui 30 Agu 2019, 11:32 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2019, 11:32 WIB
Bentrokan Pecah Saat Aksi Demo Tolak RUU Ekstradisi di Hong Kong
Pengunjuk rasa menghindari gas air mata yang ditembakan oleh polisi anti huru hara di luar gedung Dewan Legislatif, Hong Kong, Rabu (12/6/2019). Polisi Hong Kong telah menggunakan gas air mata ke arah ribuan demonstran yang menentang RUU ekstradisi yang sangat kontroversial. (AP Photo/Vincent Yu)

Liputan6.com, Hong Kong - Sebuah editorial surat kabar China Daily mengatakan pada Jumat 30 Agustus, tentara Tiongkok yang ditempatkan di Hong Kong akan bertindak jika situasi di kota itu memburuk. Mereka "tidak ada di sana hanya untuk tujuan simbolis", demikian bunyi editorial itu.

"Sementara pemerintah SAR (Hong Kong) sejauh ini belum merasa perlu untuk memanggil garnisun, itu tidak berarti tidak akan melakukan itu jika situasi mengharuskannya," kata editorial China Daily

"Jika situasi yang kian memburuk, dengan kekerasan dan kerusuhan yang mengancam akan lepas kendali di bawah kendali pembuat masalah yang berpikiran untuk memisahkan diri, angkatan bersenjata yang ditempatkan di SAR tidak akan memiliki alasan untuk duduk berpangku tangan," lanjut pernyataan itu, lapor Channel News Asia dikutip Jumat (30/8/2019). "Garnisun PLA di Hong Kong bukan hanya simbol kedaulatan Tiongkok atas kota."

Tiga matra angkatan bersenjata China telah memasuki Hong Kong pada Kamis, melakukan apa yang disebut sebagai rotasi rutin pasukan untuk pangkalan militernya yang ada di kota itu. Sebagaimana diketahui, sebuah detasemen Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah ditempatkan di Hong Kong sejak penyerahan kota itu dari Inggris pada tahun 1997.

Langkah rotasi tentara itu dilakukan beberapa hari sebelum para demonstran berencana mengadakan pawai dan menggalang unjuk rasa baru yang menuntut demokrasi penuh bagi kota itu.

Demonstrasi yang dimaksud telah berlangsung selama tiga bulan, yang tak jarang diwarnai bentrok antara massa aksi dan aparat.

Pada tahun lalu, China telah mengatakan jumlah tentara dan peralatan pasukan militer di Hong Kong "dipertahankan tanpa ada perubahan" seperti diwartakan Antara.

Namun hingga saat ini belum ada pembaruan terkini soal informasi sejenis.

Simak pula video pilihan berikut:

Ribuan Tentara Bersiaga

Polisi Hong Kong menembakan gas air mata ke kerumunan demonstran (AP/Kin Cheung)
Polisi Hong Kong menembakan gas air mata ke kerumunan demonstran (AP/Kin Cheung)

Para pengamat memperkirakan jumlah angkatan bersenjata China (garnisun) di Hong Kong antara 8.000 dan 10.000 pasukan. Mereka terdiri atas pangkalan-pangkalan di Cina selatan dan jaringan bekas barak tentara Inggris di Hong Kong.

Xinhua mengatakan: "Garnisun Hong Kong dari Tentara Pembebasan Rakyat China melakukan rotasi ke 22 anggotanya pada dini hari Kamis."

"Disetujui oleh Komisi Militer Pusat, langkah tersebut adalah rotasi tahunan rutin normal sejalan dengan Undang-Undang Republik Rakyat Tiongkok."

Xinhua memperlihatkan foto-foto pengangkut personel lapis baja dan truk yang membawa pasukan di perbatasan, meskipun tidak jelas, apakah mereka lewat atau keluar dari Hong Kong.

Dalam media itu juga ditunjukkan gambar sebuah kapal angkatan laut kecil yang tiba di Hong Kong.

China juga menggilir pasukan di negara tetangga Macau, bekas jajahan Portugis yang kembali ke kekuasaan Tiongkok pada 1999.

China Tak Ingin Negara Lain Intervensi

Demonstran Hong Kong Bentuk Rantai Manusia Sepanjang Hampir 50 Km
Demonstran prodemokrasi membentuk rantai manusia di jalanan Hong Kong, Jumat (23/8/2019). Menurut panitia, panjang rantai manusia tersebut sekitar 30 mil atau hampir 50 kilometer. (AP Photo/Kin Cheung)

China beberapa waktu lalu juga telah mengirim sinyal intervensi, sebagai peringatan keras bagi pihak yang dituduh mencampuri urusan dalam negerinya - Tiongkok sering menuduh AS.

Beijing kembali memperingatkan pemerintah asing yang "ikut campur dalam protes Hong Kong" pada Selasa lalu. Yakni, setelah pertemuan puncak G7 dari tujuh negara industri menyerukan agar kekerasan dihindari dan mendukung Hong Kong tetap otonom.

Di lain sisi, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam juga tidak mengesampingkan kemungkinan pemerintahannya yang dapat meminta kekuatan darurat untuk memadamkan protes. Dia mengatakan dalam sebuah jumpa pers pada Selasa, kekerasan menjadi lebih serius tetapi yakin pemerintah dapat menangani krisis itu sendiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya