Liputan6.com, Jakarta - Fenomena gelombang gravitasi atmosfer yang biasanya tak terlihat berhasil tertangkap oleh rekaman satelit di Australia Barat.
Badai petir yang terjadi di daerah Pilbara dan Kimberley pada awal pekan ini (21 dan 22 Oktober 2019) telah memicu munculnya gelombang gravitasi tersebut.
Baca Juga
Dalam rekaman satelit terlihat gelombang ini menyebar di Samudera Hindia bersama segumpal debu sehingga menunjukkan tampilan spektakuler dan jarang terlihat.
Advertisement
Menurut pakar meteorologi setempat Dr Adam Morgan, gelombang gravitasi atmosfer pada dasarnya adalah riak-riak yang terjadi di angkasa.
"Bila melihat gelombang di lautan, itu satu jenis gelombang gravitasi," jelasnya kepada ABC seperti dikutip Minggu (26/10/2019).
"Bila kita lemparkan batu ke kolam dan melihat riak-riak air, itu juga gelombang gravitasi," katanya.
Gelombang gravitasi, kata Dr Morgan, adalah gangguan dalam segala jenis cairan, sehingga kita sering melihat gelombang di air.
"Tapi karena atmosfer juga sebenarnya bersifat cair, maka segala gangguan di sana dapat menghasilkan gelombang," jelasnya.
Dalam kejadian di Australia Barat itu, gangguannya berupa udara dingin yang mengalir keluar dari badai petir pada hari yang sangat panas.
"Ada badai besar di Australia Barat dan gangguan dalam kasus ini adalah udara dingin yang bergerak ke udara yang lebih hangat di dekat permukaan," jelas Dr Morgan.
Perbedaan kepadatan atmosfer menyebabkan gangguan dan gelombang gravitasi dapat bergerak keluar saat udara dingin menyebar.
"Gangguan akan berlangsung sampai semuanya kembali seimbang sendiri. Makanya gelombang ini dapat bergerak sangat jauh," jelasnya.
Gelombang gravitasi akan terus bergerak sampai pudar sendiri.
Saksikan videonya di sini...
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Faktor Awan dan Debu
Meskipun gelombang gravitasi itu sendiri tidak terlihat oleh mata manusia, namun bisa terekam oleh citra satelit karena terbentuknya kelompok awan di sepanjang puncak gelombang.
"Ini sangat umum terjadi setiap saat, tetapi biasanya tidak terlihat," kata Dr Morgan.
"Ketika kita melihatnya, biasanya karena karena kelembaban udaranya cukup untuk membentuk awan di sepanjang ujung gelombang gravitasi," jelasnya.
Gelombang gravitasi atmosfer yang terekam satelit minggu ini juga semakin dimungkinkan oleh adanya badai debu di wilayah itu.
"Semburat warna coklat dan oranye itu merupakan debu yang terdorong keluar dari wilayah pesisir karena kondisi berangin," kata Dr Morgan.
Aliran suhu dingin yang keluar dari badai itu cukup kencang dan hembusan ini membawa banyak debu, mendorongnya ke lepas pantai.
Dr Morgan mengatakan meski gelombang gravitasi atmosfer tidak menimbulkan bahaya di daratan, namun dapat menimbulkan masalah di udara.
"Gelombang ini tidak memiliki kecepatan tinggi. Namun ini dapat menimbulkan dampak pada penerbangan," katanya.
"Pesawat yang terbang di sekitar gelombang gravitasi, dapat mengalami turbulensi dan kadang bisa parah. Tapi bagi mereka yang berada di darat, gelombang gravitasi itu tidak merusak," katanya.
Advertisement