Liputan6.com, Jakarta - Ikan oarfish ditemukan oleh nelayan di perairan Kepulauan Selayar di Sulawesi Selatan. Panjangnya sekitar 3 meter, berwarna cantik dengan bintik hitam dan merah pada siripnya.
Kemunculan oarfish itu mendadak viral usai diunggah sebuah akun Facebook bernama Irma Yanti Irma. Dalam unggahan video tersebut, dirinya menulis "Hasil pancinganya Andi Saputra…".
Unggahan video itu bikin geger dan jadi buah bibir lantaran ikan oarfish kerap dihubung-hubungkan dengan bencana gempa dan tsunami. Mengapa demikian, mitos atau fakta?
Advertisement
Sejumlah hal ini mungkin jadi bisa jadi penjelasan mengapa hewan laut itu disebut sebagai pertanda gempa, Liputan6.com kutip Jumat (10/12/2019) dari beragam sumber.
Yang pertama, sejumlah komunitas akademik menilai bahwa mitos itu ada benarnya. Mengingat habitat oarfish yang berada di laut sedalam 1.000 meter memungkinkannya peka terhadap pergerakan lempeng Bumi di dasar laut.
Ditambah, mungkin saja ikan itu mampu mendeteksi dini tumbukan lempeng di dasar laut yang dapat menjadi sebab-musabab gempa.
Menurut riwayat, seminggu sebelum gempa berkekuatan 8,9 Skala Richter dan tsunami besar melanda pantai timur Jepang pada 11 Maret 2011, ditemukan banyak oarfish yang naik ke daratan pantai Jepang dan sebagian tersangkut di jaring nelayan.
Tak hanya itu, ilmuwan juga menilai bahwa oarfish bertanggung jawab atas beberapa legenda tentang monster ular laut di sejumlah kebudayaan manusia.
Sejatinya, sudah lama diyakini penduduk Jepang, oarfish yang berenang ke permukaan--dari dasar laut yang dalam--adalah pertanda datangnya gempa bumi.
Laman The Telegraph juga pernah memuat artikel tentang oarfish yang muncul ke permukaan sebelum terjadi gempa besar di Chile dan Haiti pada 2010 silam.
Namun, para ilmuwan masih skeptis dengan anggapan bahwa oarfish adalah petanda gempa.
"Mungkin itu hanya kebetulan belaka," kata Rick Feeney, dari Natural History Museum of Los Angeles County, seperti Liputan6.com kutip dari CBS.
Apalagi, tambah dia, empat penampakan oarfish telah dilaporkan sejak 2010 dari selatan Central Coast, termasuk Malibu pada 2010 dan Lompoc pada 2011.
"Kami pikir, ikan-ikan itu terdampar di pantai dan mati karena mengalami tekanan tertentu, yang belum kita pahami," kata Feeney, menambahkan oarfish bisa jadi kelaparan atau mengalami disorientasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Kata Ilmuwan Lain
Dalam kasus lainnya, beberapa ilmuwan mencoba mencari hubungan antara penampakan oarfish dan aktivitas gempa di sepanjang patahan San Andreas. Hasilnya, tidak ada yang ditemukan.
Para ahli biologi di Universyty of California in Los Angeles (UCLA) juga mengajukan berbagai penjelasan mengapa oarfish secara berkala ditemukan di permukaan laut, atau ditemukan mati di sepanjang pantai.
Hewan-hewan itu kemudian diketahui bukan perenang hebat, dan arus musiman bisa mendorong ikan yang sekilas bertubuh seperti ular --namun pipih-- ke permukaan, di mana mereka akhirnya mati karena kelelahan.
Penjelasan yang lebih "bombastis" (namun tidak terbukti) melibatkan gas atau senyawa kimia yang dilepaskan oleh celah bawah air, meracuni hewan di laut.
Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara perilaku hewan dan aktivitas seismik yang ditemukan di lautan, bahkan hingga kasus terakhir yang terjadi di Toyama, tidak menunjukkan aktivitas sesimik berarti selama hampir sepekan setelahnya.
Advertisement
Menurut BMKG
Menurut Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono kepada Liputan6.com Senin 10 Desember 2019, kemunculan ikan oarfish yang notabene ikan laut dalam ke permukaan juga bukanlah pertanda gempa besar dan tsunami.
"Hasil kajian statistik terbaru mengungkap bahwa jenis ikan laut dalam seperti oarfish yang muncul di perairan dangkal tidak berarti bahwa gempa akan segera terjadi," katanya.
Memang, katanya, sejak dulu masyarakat di Jepang sudah ada legenda bahwa oarfish konon sebagai pembawa pesan dari dasar laut. Mereka mengaitkan perilaku binatang yang tidak lazim dengan pertanda akan terjadi gempa kuat.
"Tampaknya tanpa ada penelitian ilmiah, maka tidak akan pernah diketahui apakah cerita rakyat tersebut fakta atau hanya legenda saja," katanya.
Dia juga menegaskan, majalah ilmiah bergengsi Bulletin of the Seismological Society of America (BSSA) pernah mempublikasikan fenomena kemunculan ikan laut dalam, dan kaitannya dengan peristiwa gempa besar. Hasil kajian ini ternyata bertentangan dengan cerita rakyat yang berkembang Jepang.
Para peneliti dalam mengkaji hubungan antara kemunculan ikan laut dalam dan gempa besar di Jepang menggunakan data cukup lama. Dalam kajian tersebut hanya menemukan satu peristiwa yang dapat dikorelasikan secara masuk akal, dari 336 kemunculan ikan dan 221 peristiwa gempa bumi.
"Berdasarkan penelitian tersebut sudah pasti bukan pertanda tsunami," katanya.
Menurut teori oseanografi, kemunculan biota laut dalam ke permukaan hingga terbawa ke pesisir berkaitan dengan fenomena upwelling. Upwelling adalah sebuah fenomena di mana air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan. Dalam fenomena upwelling biasanya kemunculannya ikannya banyak.
Jika hanya satu atau dua ekor ikan, maka beberapa paper menyebutkan bahwa Oarfish juga memiliki kebiasaan mengambang di dekat permukaan air ketika mereka sakit atau sekarat.
"Faktor lainnya terbawa arus," katanya menambahkan.