Pasien Corona COVID-19 Pulih Akan Dapat Sertifikat Kekebalan, Jaminan Tak Tertular Lagi?

Sertifikat kekebalan pasien sembuh dari infeksi Virus Corona COVID-19 akan membolehkan mereka melakukan aktivitas di luar rumah dengan bebas. Terjamin tak tertular lagi?

diperbarui 12 Mei 2020, 16:07 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2020, 16:01 WIB
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)

Melbourne - Sejumlah negara berinisiatif menggagas bukti pasien sembuh dari infeksi Virus Corona COVID-19.

Beberapa negara di antaranya termasuk Inggris, Jerman, Cile, dan Amerika Serikat sudah mengeluarkan ide agar warganya membawa "sertifikat kekebalan", bila mereka sudah sembuh dari COVID-19.

Laporan ABC Australia, Selasa (12/5/2020) menyebut, dengan memegang "sertifikat kekebalan" mereka boleh melakukan aktivitas di luar rumah dengan bebas. Menurut data yang dikumpulkan oleh John Hopskins University, lebih dari 1 juta orang di seluruh di dunia sudah sembuh dari COVID-19.

Mereka yang mendukung adanya "sertifikat kekebalan" mengatakan mereka yang sembuh dari virus sekarang boleh dizinkan bekerja lagi untuk membantu perekonomian, sampai vaksin ditemukan.

Namun beberapa pakar mengatakan jika keputusan ini dilakukan akan berbahaya, karena sistem itu tidak bisa dipercaya dan bisa membuat orang yang belum memiliki kekebalan untuk menipu.

Inggris, salah satu negara dengan korban kematian COVID-19 tertinggi di dunia, merupakan negara pertama yang mendiskusikan adanya "sertifikat kekebalan".

Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan sertifikat kekebalan akan dikeluarkan bila sudah ada tes antibodi yang bisa diandalkan.

Pada April, Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock mengatakan untuk "membuka kunci teka-teki Virus Corona COVID-19" akan memerlukan tes darah guna mengetahui siapa saja yang sudah sembuh dari penyakit tersebut.

"Ketika sains sudah bisa memahami kekebalan yang dimiliki warga, maka kami akan memperkenalkan sesuatu, seperti sertifikat kekebalan atau bahkan gelang tangan," katanya kepada BBC.

Warga Italia yang baru saja mengalami masa 'lockdown' paling lama di dunia mungkin harus menjalani tes darah wajib untuk menciptakan sistem yang sama.

Sementara itu Dr Anthony Fauci dari tim gugus tugas Virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat mengatakan kepada CNN 10 April, lalu bahwa sertifikat ini juga didiskusikan di sana.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

Cile Negara Pertama yang Akan Rilis Sertifikat Kesehatan

Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)

Negara di Amerika Selatan, Cile tampaknya akan menjadi negara pertama yang mengeluarkan sertifikat bagi mereka yang sudah sembuh dari COVID-19.

Mereka yang sudah mengalami bebas gejala selama 14 hari akan diberi "sertifikat pembebasan" dalam bentuk code QR di ponsel mereka, sehingga mereka boleh bepergian dan kembali bekerja.

"Mereka yang memiliki sertifikat akan dibebaskan dari segala bentuk karantina dan pembatasan pergerakan, karena mereka bisa membantu komunitas mereka, mereka tidak lagi beresiko menulari," kata Menteri Kesehatan Cile, Jaime Manalich.

Namun setelah mendapat banyak kritikan dari kalangan pakar kesehatan profesional di negeri itu, wakil menteri kesehatan Paula Daza kemudian menarik kembali pernyataan dan mengatakan sertifikat tidaklah menjamin adanya kekebalan.

Kekebalan Bukan Jaminan

Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Kekebalan bukanlah jaminan, kata pejabat kesehatanMasalah terbesar dari adanya sertifikat adalah sekarang ini belum ada jaminan jika mereka yang sembuh dari COVID-19 pasti akan kebal dari Virus Corona COVID-19.

Penelitian awal menunjukkan beberapa orang yang tertular Virus Corona COVID-19 memang akan kebal.

Namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak bisa memberikan kepastian 100 persen soal itu.

"Saat ini, tidak ada bukti yang cukup mengenai efektivitas antibodi yang bisa menjamin kepastian sertifikat kekebalan," kata WHO pada tanggal 24 April.

Juga masih ada keraguan mengenai tes antibodi, apakah memang akurat untuk melihat tingkat kekebalan yang dimiliki seseorang atau tidak.

Negeri seperti Amerika Serikat dan Jerman sudah melakukan pendataan mengenai berapa orang yang sudah sembuh dari COVID-19.

Dr Van Kerkhove mengatakan sertifikat ini bisa memberikan harapan palsu.

"Kita khawatir seseorang yang memiliki sertifikat tidak akan mematuhi peraturan kesehatan yang masih harus dipatuhinya." katanya.

Apakah sertifikat ini akan membuat masyarakat jadi bebas?Beberapa pakar kesehatan, pengacara dan sosiolog memperingatkan "sertifikat kekebalan" bisa membuat masyarakat terbelah.

Saat mereka yang sudah sembuh boleh keluar rumah dan berkegiatan, mereka yang harus tinggal di rumah akan menjadi iri.

"Orang-orang akan melihat ini sebagai solusi ekonomi, jawaban untuk maju ke depan," kata Professor Sosiologi dari University of Adelaide, Rachel Ankeny.

"Namun ini bisa menjadi sangat berbahaya, karena ini memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu."Tak hanya itu, hal ini membuat beberapa orang dengan sengaja ingin tertular COVID-19 kata Alexandra Phelan, pakar masalah kesehatan global dari Georgetown University di Amerika Serikat.

"Sertifikat kekebalan akan menciptakan pembatasan tidak nyata mengenai siapa yang boleh melakukan kegiatan sosial, sipil atau ekonomi dan bisa membuat beberapa orang sengaja melakukan tindakan agar mereka tertular," kata Dr Phelan dalam tulisannya di jurnal medis The Lancet.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya