Berkaca Kasus George Floyd, Prancis Larang Polisi Pakai Metode Cekik Saat Tahan Tersangka

Prancis mengatakan pihaknya akan melarang metode pencekikan dalam tindakan penahanan para tersangka yang dilakukan oleh petugas berwenang atau polisi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Jun 2020, 14:31 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2020, 14:30 WIB
Polisi Prancis Razia Warga Berkeliaran Saat Lockdown
Polisi menyisir area lapangan Esplanade du Trocadero dekat Menara Eiffel saat lockdown di Paris, Prancis, Rabu (18/3/2020). Sampai Selasa (17/3/2020), Prancis memiliki 6.633 kasus virus corona COVID-19 dengan 148 kematian. (Ludovic MARIN/AFP)

Liputan6.com, Paris - Pada Senin 8 Juni 2020, Prancis mengatakan pihaknya akan melarang metode pencekikan (chokehold) dalam tindakan penahanan para tersangka. Berkaca pada kasus kematian pria keturunan Afro-Amerika di AS, George Floyd yang memicu peningkatkan kemarahan atas tindakan polisi.

Gelombang protes global atas kasus kematian George Floyd juga merambah Prancis. Dipicu kematian dalam tahanan polisi di negara tersebut pada tahun 2016 lalu, yang dialami pria kulit hitam berusia 24 tahun bernama Adama Traore. Kematiannya kini tengah jadi kontroversi baru atas klaim rasisme dan kebrutalan oleh polisi.

Tahun 2019 lalu, pengawas polisi Prancis mengatakan telah menerima hampir 1.500 pengaduan terhadap petugas, dan setengah dari mereka atas tuduhan kekerasan.

Menteri Dalam Negeri Prancis, Christophe Castaner, mengumumkan metode pencekikan "akan ditinggalkan," setelah serangkaian protes dalam beberapa hari terakhir.

"Itu tidak akan lagi diajarkan di sekolah-sekolah polisi dan gendarmerie. Ini adalah metode yang memiliki bahaya," ucap Christophe Castaner dalam konferensi pers  seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (9/6/2020).

Christophe Castaner juga menyebut akan ada "nol toleransi" untuk rasisme dalam penegakan hukum. Petugas yang dicurigai melakukan rasisme akan ditangguhkan, tambahnya lagi.

Saksikan Video Berikut Ini:


Mempercepat Langkah

Polisi Prancis Razia Warga Berkeliaran Saat Lockdown
Polisi memeriksa dokumen warga saat lockdown di depan Menara Eiffel, Paris, Prancis, Rabu (18/3/2020). Prancis mengerahkan puluhan ribu polisi untuk berpatroli selama lockdown akibat virus corona COVID-19. (Ludovic MARIN/AFP)

Sebelumnya Presiden Emmanuel Macron mendesak pemerintahnya untuk "mempercepat" langkah-langkah untuk meningkatkan etika polisi pada Senin 8 Juni.

"Polisi bukan rasis", tetapi rasisme, anti-semitisme, dan kekerasan yang terjadi di masyarakat dan pasukan keamanan "sayangnya tidak luput dari fenomena ini," kata Mantan Perdana Menteri Manuel Valls.

Pada Minggu 7 Juni 2020, Presiden Emmanuel Macron bertemu Menteri Dalam Negeri Christophe Castaner dan Perdana Menteri Edouard Philippe sehari setelah sekitar 23.000 orang melakukan protes di beberapa kota di Prancis untuk menuntut "keadilan" bagi para korban kejahatan yang diduga dilakukan oleh polisi.

Demonstrasi yang terjadi di Prancis tersebut dikatakan dimulai sebagai tanggapan terhadap laporan yang membebaskan tiga petugas yang menangkap Adama Traore.

Pihak Kepresiden mengatakan bahwa Emmanuel Macron telah menginstruksikan Menteri Kehakiman Nicole Belloubet, untuk menyelidiki kematian Adama Traore, dan Castaner agar memperbaiki tindakan untuk "meningkatkan etika" dari kepolisian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya