Kasus Kematian George Floyd Akan Jadi Agenda Sidang Dewan HAM PBB

Agenda utama Dewan HAM PBB yang akan berlangsung pekan ini membahas isu terkait rasisme, konflik, dan pelanggaran hukum.

oleh Liputan6.comNatasha Khairunisa Amani diperbarui 15 Jun 2020, 11:31 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2020, 11:31 WIB
Sekjen PBB, Antonio Guterres.
Sekjen PBB, Antonio Guterres. (Source: AP)

Liputan6.com, Jenewa- Sidang PBB ditunda pada Maret 2020 akibat Corona COVID-19. Dalam beberapa hari mendatang, Dewan Hak Asasi Manusia PBB dihadapkan pada sejumlah masalah penting yang belum terselesaikan.

Pada Senin (15/6/2020), pertemuan dibuka dan akan menggunakan mekanisme, yang disebut sebagai pendekatan hybrid, kombinasi dari presentasi baik secara langsung maupun virtual.

Untuk kelangsungan pertemuan, para pejabat PBB menyatakan beberapa langkah jarak sosial akan diberlakukan secara ketat, sebagai upaya untuk memastikan keamanan para peserta selama pandemi Virus Corona.

Para ahli juga akan dilibatkan dalam presentasi sejumlah laporan dan dialog interaktif terkait isu-isu hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan melalui kehadiran secara fisik atau dalam konferensi secara virtual tersebut. Negara-negara yang akan ditinjau termasuk Republik Demokratik Kongo, Mali, Ukraina, Libya, Afghanistan, dan Republik Afrika Tengah.

Selain itu, debat penting yang mendesak mengenai rasisme sistematis di AS yang ditandai dengan pembunuhan warga keturunan kulit hitam George Floyd ketika berada dalam tahanan polisi, juga akan menjadi salah satu agenda pertemuan selama sepekan itu, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia.

Saksikan Video Berikut Ini:

Momen Paling Penting Di AS

Demo Kematian George FLoyd Masih Berlanjut di AS
Ribuan orang berkumpul untuk demonstrasi damai dalam mendukung George Floyd dan Regis Korchinski-Paquet dan protes terhadap rasisme, ketidakadilan dan kebrutalan polisi, di Vancouver (31/5/2020). (Darryl Dyck / The Canadian Press via AP)

Direktur Human Rights Watch di Jenewa, John Fisher menyebut bahwa kejadian tersebut menjadi sebuah momen yang penting di AS. 

Peristiwa tersebut kemungkinan dapat dipergunakan oleh beberapa negara untuk mendorong isu serupa di negara masing-masing, menurut John Fisher. 

John Fisher mengatakan, "Kami juga sangat prihatin pada China yang berusaha untuk memanfaatkan kekacauan global dan kerusuhan di Amerika, untuk menumpas kebebasan di Hong Kong ... Kepada banyak negara, kami menyerukan memberi lebih banyak perhatian pada Hong Kong. Kalau tidak, China akan lebih berani untuk bertindak lebih jauh."

Pelapor khusus mengenai pembunuhan di luar proses hukum setahun yang lalu, Agnes Callemard, menyampaikan laporan terkait pembunuhan kolumnis warga Arab Saudi, Jamal Khashoggi yang katanya dilakukan oleh agen agen pemerintah Saudi.

Kasus pembunuhan kolumnis warga Arab Saudi tersebut dikatakan bukan masalah resmi yang masuk dalam agenda sidang Dewan HAM, namun John Fisher meyakini bahwa hal itu harus mendapat perhatian baru.

John Fisher menambahkan, "Selain pembunuhan Khashoggi, sejumlah perempuan pembela HAM telah dibebaskan dari penjara, walaupunmasih ada lainnya yang dipenjara. Masih ada tuduhan penyiksaan. Mereka masih menghadapi dakwaan pidana ... adanya penggunaan hukuman mati, hukum cambuk, penumpasan atas perbedaan pendapat, dan gelombang penangkapan baru juga masih terus berlanjut."

Dewan HAM PBB berencana menentukan tindakan atas sejumlah keputusan, dan mengadopsi lebih dari 40 resolusi baru, pada akhir pekan pada sesi tersebut. Hal itu termasuk rekomendasi peningkatan hak asasi manusia di negara-negara seperti Libya, Iran, Nikaragua, Sudan Selatan, dan Myanmar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya