Liputan6.com, Khartoum- 20 warga sipil di Darfur, Sudan, tewas dalam serangan penembakan oleh sejumlah pria bersenjata pada 24 Juli. Selain orang dewasa, insiden tersebut juga menewaskan anak-anak.Â
Sebagian besar dari para korban, mereka merupakan petani yang kembali ke lahan untuk bekerja pertama kalinya dalam beberapa tahun, menurut seorang saksi mata dan seorang kepala suku.
Baca Juga
Serangan itu terjadi di daerah Aboudos, yang berlokasi sekitar 90 kilometer selatan Nyala, ibu kota Provinsi Darfur Selatan, kata kepala suku Ibrahim Ahmad kepada AFP seperti dikutip Senin (27/7/2020).Â
Advertisement
"Pria bersenjata datang pada hari Jumat dan melepaskan tembakan, menewaskan 20 orang, termasuk dua perempuan dan anak-anak," jelas Ibrahim Ahmad.
Ibrahim Ahmad juga menambahkan bahwa jumlah korban tewas dapat bertambah karena beberapa dari mereka yang terluka berada dalam kondisi kritis.Â
Mereka yang tewas karena serangan itu sebagian besar merupakan para petani yang awalnya terlantar dan telah kembali ke ladang mereka di bawah kesepakatan yang disponsori pemerintah selama dua bulan antara "pemilik tanah asli dan mereka yang mengambil ladang," tutur Ibrahim Ahmad.
Menurut PBB, konflik di Darfur, Sudan, yang terjadi sejak tahun 2003, telah menewaskan 300.000 orang dan membuat 2,5 juta warga terlantar.
Saksikan Video Berikut Ini:
Sekilas Mengenai Kronologi Kejadian
Seorang saksi mata yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa para petani tersebut memanfaatkan musim hujan saat kembali ke ladang untuk kesuburan tanaman mereka.Â
Saksi mata itu juga mengatakan, "Karena kekerasan yang terjadi kami belum kembali selama 16 tahun, dan kami pikir itu sudah berakhir."
"Orang-orang bersenjata itu datang dengan truk pickup, beberapa di antaranya membawa senapan mesin. Mereka mengepung kami dari keempat sisi dan melepaskan tembakan," ungkap saksi mata tersebut.Â
14 orang dilaporkan tewas secara langsung saat kejadian sementara enam lainnya meninggal di rumah sakit.
Dalam beberapa tahun terakhir, insiden kekerasan dilaporkan sempat mereda meskipun kemudian sejumlah kelompok bersenjata terus melakukan serangan.
"Orang-orang Bedouin ingin mengusir kami dari tanah tempat kakek-nenek kami bertani," kata seorang saksi.Â
Menurut seorang ahli di Darfur, Adam Mohammed, kepemilikan tanah merupakan pendorong utama dari konflik yang terjadi antara petani asal suku Afrika dan Bedouin.
"Selama bertahun-tahun pertempuran, para petani meninggalkan tanah mereka dan warga Bedouin mengambil tempat mereka," kata Adam Mohammed.
Pada 2019, kemunduran Omar al-Bashir oleh tentara setelah protes massa terjadi selama berbulan-bulan terhadap pemerintahannya, dimana masalah ekonomi sebagai penyebab utama dan pemerintahan transisi yang dinyatakan pada akhir tahun lalu.
Di bawah pemerintahannya, beberapa konflik terjadi saat pemerintahannya ketika pemberontak memprotes hal terkait diskriminasi ras, marginalisasi dan lainnya.Â
ICC mengatakan pada bulan Juni bahwa mereka telah menahan tahanan milisi Ali Kushayb, yang merupakan seorang komandan senior Janjaweed, mengajukan 50 tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Darfur antara tahun 2003-2004.
Advertisement