Tensi Tinggi Presiden Turki-Prancis, Erdogan Sebut Macron Tak Becus Menjabat

Ketegangan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron masih berlanjut.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Sep 2020, 13:34 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2020, 13:34 WIB
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (Source: AP Photo/Burhan Ozbilici)

Liputan6.com, Jakarta- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pada 17 September menyebutkan bahwa Prancis dipimpin oleh seorang presiden yang "tidak becus".

Sebutan itu diucapkan oleh Erdogan di tengah perseteruan pribadinya dalam beberapa bulan terakhir dengan Presiden Emmanuel Macron, yang terkait mulai dari konflik Libya dan sebagian Timur Tengah, hingga sengketa maritim antara Turki dengan Yunani.

Dilaporkan AFP, Jumat (18/9/2020), pekan lalu, Macron memicu kemarahan Ankara dengan menyebut Turki "pantas mendapatkan sesuatu yang lain" dari cara pemerintahan Erdogan mengelola urusan luar negeri.

Uni Eropa dijadwalkan akan membahas pemberian sanksi kepada Turki pada pekan depan, karena mengirim kapal eksplorasi energi dan kapal perangnya ke perairan Mediterania timur yang diklaim Siprus dan Yunani.

Sementara itu, dalam pertemuan virtual Partai AK di Turki, Erdogan mengatakan bahwa logika Macron dalam menyalahkan Turki atas masalah regional tidak benar.

"Jika Turki menarik diri dari Suriah, akankah Suriah mencapai perdamaian?" tanya Erdogan, sambil memeriksa daftar negara-negara di mana Turki dan Prancis berseberangan pendapat.

Saksikan Video Berikut Ini:

Sekilas Mengenai Kronologi Ketegangan Erdogan-Macron

Presiden Prancis Emmanuel Macron (AP/Phillipe Wojazer)
Presiden Prancis Emmanuel Macron (AP/Phillipe Wojazer)

"Jika Turki menolak segalanya, akankah Prancis terbebas dari kekacauan yang diprovokasi oleh orang yang tidak mampu dan ambisius yang sedang memimpin Prancis, dan mengadopsi kebijakan berdasarkan akal sehat?," ujar Erdogan.

Permusuhan antara pimpinan dari kedua negara diperkirakan terjadi sejak sekitar November 2019, ketika Macron memperingatkan kurangnya tanggapan NATO terhadap operasi Turki di Suriah utara menunjukkan bahwa aliansi itu mengalami "mati otak".

Dalam konflik melawan Komandan militer Libya Khalifa Haftar, Turki mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional yang diakui PBB di Tripoli.

Sementara itu, Prancis telah lama dicurigai mendukung Haftar tetapi secara resmi membantahnya.

Kemudian, perseteruan Erdogan-Macron meningkat setelah Prancis mengirim aset angkatan laut ke Mediterania timur pada Agustus 2020, dalam rangka membantu kapal perang Yunani membayangi kapal Turki di laut yang disengketakan.

Erdogan mengatakan bahwa Uni Eropa menerapkan "standar ganda terhadap kami untuk waktu yang lama".

"Dengan dukungan bangsa kita, kita akan terus melakukan apapun yang baik, benar dan bermanfaat bagi negara kita," tutur Erdogan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya