Macron Upayakan Persatuan Eropa di Tengah Perpecahan soal Ukraina

Seperti apa perpecahan yang timbul di Eropa terkait Ukraina? Berikut selengkapnya.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 19 Feb 2025, 11:01 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2025, 11:01 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump usai pertemuan mereka di Istana Presiden Elysee di Paris pada Sabtu (7/12/2024).
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump usai pertemuan mereka di Istana Presiden Elysee di Paris pada Sabtu (7/12/2024). (Dok. Julien de Rosa/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengundang sejumlah pemimpin Eropa terpilih ke Istana Elysee pada Senin (17/2/2025), saat Amerika Serikat (AS) menyampingkan mereka dari negosiasi langsung dengan Rusia terkait perang di Ukraina.

Satu pertanyaan mencuat: Dapatkah Eropa mengatur keamanannya sendiri atau tetap reaktif terhadap keputusan AS dan Rusia?

Eropa masih terbagi mengenai langkah selanjutnya. Macron mendorong pertahanan yang dipimpin Eropa, Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer mengusung diplomasi "jalan ketiga", PM Italia Giorgia Meloni berusaha menyeimbangkan hubungan antara Brussel dan Washington, sementara Kanselir Jerman Olaf Scholz menolak berpisah dari NATO.

Prancis Ambil Alih Kepemimpinan

Dengan menggelar pertemuan di istananya pada Senin, Macron memperkuat upayanya menjadi suara dominan dalam urusan Ukraina dan keamanan Eropa. Dengan kanselir Jerman yang lemah secara politik dan mungkin segera mundur, Inggris yang berada di luar Uni Eropa, serta Italia yang condong kepada Trump, Macron telah muncul sebagai pemimpin de facto blok Eropa.

Macron memiliki mandat presiden hingga 2027 dan persenjataan nuklir Prancis menjadikannya satu-satunya kekuatan nuklir di Uni Eropa. Usulannya mengenai "jaminan keamanan" bagi Ukraina masuk dalam upayanya yang lebih luas untuk mengurangi ketergantungan benua tersebut pada AS.

Namun, membentuk konsensus terbukti sulit. Jerman menentang, negara-negara garis depan Uni Eropa tidak diundang ke pertemuan, dan ketidakpastian Donald Trump membayangi pandangan Eropa terhadap keamanan.

"Macron berusaha memaksakan dirinya sebagai pria kuat Eropa," kata analis politik Prancis Jean-Yves Camus.

Inggris dan Strategi Jalan Ketiga Starmer

Starmer mengambil jalur yang berbeda, memosisikan dirinya sebagai penghubung utama Eropa dengan AS — sambil mempertahankan sikap pro-Ukraina yang teguh.

PM Inggris dijadwalkan melawat ke Washington pekan depan, yang menurut beberapa orang dilihat sebagai upaya untuk menjembatani perbedaan antara AS dan Eropa.

Sementara Trump bergerak menuju de-eskalasi di Ukraina, Starmer malah memperkuat dukungannya, menyatakan bahwa Inggris "siap dan bersedia" mengirim pasukan jika diperlukan setelah ada perjanjian perdamaian. Ini kontras dengan pendekatan lebih hati-hati dari Macron dan Scholz.

Keputusan mengejutkan Starmer untuk tidak menandatangani deklarasi internasional penting tentang masa depan kecerdasan buatan minggu lalu — yang membuat Inggris lebih selaras dengan AS daripada Uni Eropa — menimbulkan pertanyaan apakah Inggris semakin mendekatkan diri dengan AS dalam isu geopolitik yang lebih luas.

Sikap Italia hingga Jerman

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni di Istana Elysee, Paris, Senin (17/2/2025).
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni di Istana Elysee, Paris, Senin (17/2/2025). (Dok. AP Photo/Aurelien Morrisard)... Selengkapnya

PM Meloni, sekutu Trump dan satu-satunya pemimpin dari ekonomi besar Eropa yang menghadiri pelantikan Trump pada Januari, datang terlambat ke pertemuan di Paris dan pergi tanpa memberikan pernyataan publik — langkah yang dianggap sebagai tanda skeptisisme terhadap pertemuan tersebut.

Menurut kantor berita Italia ANSA, Meloni mempertanyakan mengapa pertemuan itu diadakan di Paris daripada di Brussel, pusat pengambilan keputusan Uni Eropa, dan mengkritik pengucilan negara-negara garis depan seperti negara-negara Baltik, Swedia dan Finlandia.

Di pertemuan tersebut, dia menanggapi usulan penempatan pasukan Eropa di Ukraina, menyebutnya sebagai "pilihan yang paling rumit dan tidak efektif" — terutama karena tidak ada jaminan keamanan yang jelas bagi Ukraina.

Para pengamat mencatat bahwa Meloni menggemakan beberapa kritik Wakil Presiden AS JD Vance terhadap ketergantungan Eropa pada perlindungan AS.

"Kita seharusnya tidak bertanya apa yang bisa dilakukan AS untuk kita, namun apa yang harus kita lakukan untuk diri kita sendiri," ujarnya, menurut ANSA.

Meskipun skeptis, Meloni dilaporkan tetap terlibat dalam pembicaraan, membawa kekhawatiran Italia tentang komitmen militer jangka panjang Eropa ke meja perundingan.

Ketidakhadiran PM Hongaria

Yang mencolok tidak hadir dalam pembicaraan di Paris adalah Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, yang memiliki hubungan hangat dengan Trump dan sering mengkritik kebijakan Uni Eropa.

Meskipun tidak ada alasan resmi yang diberikan untuk pengecualian ini, beberapa pengamat melihatnya sebagai pesan tajam dari Prancis dan sekutu-sekutu Eropanya tentang batas keterlibatan dengan pemimpin-pemimpin yang dianggap terlalu dekat dengan pandangan Presiden Vladimir Putin.

 

Kekesalan Kanselir Scholz

Dalam pertemuan pada Senin, kanselir Jerman menolak usulan membentuk pasukan keamanan yang dipimpin Eropa di Ukraina, menyebutnya sangat prematur dan sangat tidak pantas mengingat perang yang masih berlangsung.

Scholz tidak menyembunyikan frustrasinya. Dia mengungkapkan "sedikit kesal" karena pasukan penjaga perdamaian bahkan dibahas "di waktu yang salah". Scholz menegaskan bahwa NATO — bukan pasukan Eropa yang independen — harus tetap menjadi dasar keamanan.

Pada saat yang sama, perdebatan tentang pengeluaran militer semakin intensif, karena pejabat NATO menekankan bahwa target 2 persen dari GDP kini menjadi batas minimum, bukan batas maksimum.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya