Jakarta - Hubungan trans-Atlantik merenggang selama empat tahun terakhir sejak Donald Trump menjabat Presiden Amerika Serikat (AS).
Janis Emmanouilidis, Direktur Pusat Kebijakan Eropa, meyakini masih ada harapan untuk memperbaiki hubungan kemitraan Uni Eropa (UE) dengan AS, jika kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden menang dalam pemilihan presiden (pilpres) AS pada Selasa (03/11) besok. Demikian seperti mengutip laman DW Indonesia, Senin (2/11/2020).
Advertisement
Baca Juga
"Tak ada satu pun yang naif, berpikir bahwa kami akan kembali ke suatu bentuk status quo ante. Anda tidak akan dapat mengembalikan waktu ke masa lalu yang indah. Jadi masih akan ada masalah dalam hubungan trans-Atlantik. Tetapi sehubungan dengan kepemimpinan Biden, ada harapan bahwa situasinya bisa membaik secara substansial," kata Emmanouilidis.
Dia menambahkan bahwa dirinya khawatir hubungan UE-AS akan semakin memburuk jika Biden tidak mampu menggulingkan Donald Trump dari Gedung Putih.
"Kemungkinan dia (Trump) akan memberikan lebih banyak tekanan pada Eropa dalam masa jabatan keduanya dibanding yang dia lakukan di masa jabatan pertama. Dia juga mengidentifikasi Eropa sebagai kejahatan yang lebih besar daripada pemain global lainnya," katanya kepada DW.
Kerja Sama AS-UE Dibutuhkan
Reinhard Bütikofer, anggota Parlemen Eropa dengan Partai Hijau Eropa dan pakar kebijakan luar negeri, tidak terlalu memikirkan pernyataan geopolitik Trump.
"Ketika kami mendengar bahwa Presiden Trump mengatakan Uni Eropa adalah musuh, itu tidak membuat argumen dari Washington lebih kuat dalam diskusi publik Eropa," ujar Bütikofer.
Meski demikian, Bütikofer menilai masih banyak politisi di Washington dan Kongres AS - termasuk Partai Republik - yang sadar bahwa kerja sama dengan Eropa diperlukan untuk menghadapi Cina, Rusia, dan para pemain global lainnya.
Dia mengatakan terlepas dari siapa yang menang pada 3 November, UE-AS harus berinvestasi dalam urusan kerja sama.
Advertisement
Hilangnya Kepercayaan Uni Eropa Terhadap AS
Sebuah studi yang dilakukan musim panas ini oleh Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, menunjukkan bahwa orang Eropa telah kehilangan kepercayaan pada AS, sekutu yang telah lama mereka hargai dan bekerja sama dengan erat.
"Kekacauan domestik" di AS terkait penanganan pandemi COVID-19 oleh pemerintahan Trump telah memberikan kontribusi signifikan terhadap persepsi negatif di Eropa.
Para peneliti di Dewan Eropa percaya bahwa sebagai presiden, Biden akan membuat hubungan kerja sama AS dengan Eropa kembali dekat. Mereka juga mengatakan AS akan bergabung kembali dengan perjanjian perubahan iklim Paris 2015 dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), serta memperkuat NATO, bahkan jika Partai Demokrat dan Republik terus mendesak Eropa untuk berkontribusi lebih banyak pada anggaran aliansi militer. Banyak pendahulu Trump, termasuk Presiden Barack Obama, yang telah mendorong peningkatan anggaran pengeluaran militer.
Jika Trump terpilih kembali, NATO perlu bersiap untuk masa-masa sulit ke depan, demikian prediksi penasihat keamanan nasional Trump yang digulingkan, John Bolton. Menurut Bolton, Trump mengancam akan menarik AS keluar dari NATO, yang berarti menjadi akhir dari aliansi kedua belah pihak.
Tuntutan Biden Terhadap Eropa
Banyak orang di Eropa berharap bahwa kepresidenan Biden dapat membantu mewujudkan perubahan hubungan kerja sama UE-AS. Tetapi Emmanouilidis memperingatkan bahwa perlakuan Eropa yang ''agak lembut'' kepada China sejauh ini juga tidak akan membuat capres Partai Demokrat itu senang.
"Salah satu tantangan, misalnya, adalah pemerintahan Biden yang baru mengatakan: 'Kami siap untuk bekerja sama dalam hal urusan multilateral, kami siap untuk bekerja sama dalam urusan iklim, kami siap untuk bekerja sama dalam WTO. Tapi kami ingin Eropa sebagai gantinya bersikap keras, misalnya, terhadap China, '"katanya.
AS di bawah kepemimpinan Biden dapat terus menuntut agar Eropa menegakkan sanksi terhadap perusahaan teknologi China Huawei tanpa pengecualian, dan bereaksi terhadap provokasi militer di Laut China Selatan.
Advertisement