Semprotan Gas Air Mata Hingga Meriam Air dalam Aksi Unjuk Rasa di Gedung Parlemen Thailand

Polisi menembakkan gas air mata dan meriam air ke demonstran yang mencoba menembus barikade kawat dalam aksi unjuk rasa di gedung parlemen di Bangkok, Thailand.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Nov 2020, 06:24 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 05:31 WIB
Begini Suasana Aksi Unjuk Rasa Warga Thailand
Pengunjuk rasa pro-demokrasi mengibarkan bendera selama protes di Sanam Luang di Bangkok, Thailand (19/9/2020). Para pengunjuk rasa mengulangi tuntutan agar monarki Thailand tetap berada di bawah konstitusi dalam demonstrasi terbesar sejak kudeta militer pada 2014. (AP Photo/Wason Wanichakorn)

Liputan6.com, Bangkok- Polisi Thailand menembakkan gas air mata dan meriam air ke pengunjuk rasa yang mencoba menembus barikade kawat, dalam aksi protes di Bangkok pada 17 November 2020.

Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (18/11/2020) aksi tersebut terjadi di luar gedung parlemen, ketika para pengunjuk rasa menuntut perubahan konstitusi yang dibuat oleh bekas pemerintahan militer Thailand.

Selain itu, mereka juga menginginkan turunnya Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha dari jabatan, yang juga merupakan mantan penguasa militer, dan mendesak reformasi untuk mengekang kekuasaan monarki.

Polisi yang berjaga di luar parlemen mendirikan barikade, dimana ratusan royalis Ipendukung monarki) sebelumnya berdemonstrasi untuk meminta anggota parlemen agar tidak mengubah konstitusi.

Terdapat 18 orang yang mengalami luka dalam aksi itu, sejak gerakan protes yang dilakukan oleh kalangan pemuda Thailand terjadi pada Juli 2020. 

Hal itu juga disampaikan oleh Erawan Medical Centre di Bangkok, yang mengataka bahwa 12 di antaranya menderita luka akibat gas air mata.

Dikatakan juga bahwa adanya salah satu seorang petugas polisi yang terluka. 

Menurut koresponden Channel News Asia yang berada di tempat kejadian, demonstrasi di garis depan tampak berteriak dan berlari, saat polisi melepaskan sejumlah gas air mata dan meriam air untuk membubarkan massa.

Sementara itu, tayangan di televisi menunjukkan meriam air ditembakkan ke baris terdepan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang tiba dengan helm dan masker dan mencoba melepaskan gulungan kawat. Mereka juga dilaporkan melemparkan kembali bom asap berwarna ke arah polisi.

"Anak buah diktator!," sebut kelompok protes Pemuda Bebas yang memposting di Twitter dengan foto-foto polisi anti huru hara yang menggunakan helm.

Pihak kepolisian telah menegaskan bahwa aksi protes dilarang dalam jarak 50 meter dari daerah tersebut. Namun, ratusan pengunjuk rasa berkumpul di dekatnya.

Juru bicara kepolisian setempat, Kissana Phathanacharoen mengatakan bahwa "Para pengunjuk rasa mencoba menerobos barikade untuk memasuki area terlarang". 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Diskusi Antara Anggota Parlemen Thailand Sedang Berlangsung

Begini Suasana Aksi Unjuk Rasa Warga Thailand
Demonstran pro-demokrasi menghadiri protes di Sanam Luang dengan The Grand Palace menyala di latar belakang di Bangkok, Thailand (19/9/2020). (AP Photo/Sakchai Lalit)

Sementara itu, juru bicara pemerintah, yakni Anucha Burapachaisri menegaskan bahwa polisi diwajibkan untuk menjaga keamanan anggota parlemen.

Saat ini, anggota parlemen Thailand diketahui tengah mendiskusikan beberapa proposal tentang bagaimana konstitusi dapat diubah - beberapa di antaranya akan mengecualikan kemungkinan perubahan pada cara monarki Raja Maha Vajiralongkorn diperlakukan di bawah konstitusi.

Selain itu, ada juga diskusi yang membahas soal peran Senat, yang seluruhnya dipilih oleh mantan pemerintahan militer PM Prayut Chan-o-cha dan membantu memastikan bahwa ia mempertahankan kekuasaan dengan mayoritas parlemen setelah pemilihan yang disengketakan pada 2019. 

PM Prayut menyatakan, pemungutan suara itu adil. Sementara anggota parlemen oposisi, juga menyerukan dilakukannya perubahan pada konstitusi.

Awalnya, aksi-aksi protes itu menargetkan PM Prayut dan perubahan konstitusional, yang terjadi sejak Juli 2020. 

Namun, aksi protes tersebut kemudian juga meminta peran raja agar lebih jelas bertanggung jawab di bawah konstitusi dan untuk membalikkan perubahan yang memberikan kendali pribadi saat ini oleh raja atas kekayaan kerajaan dan beberapa unit tentara.

Salah satu pemimpin demonstrasi, Warong Dechgitvigrom mengatakan kepada wartawan, "Mengubah konstitusi akan mengarah pada penghapusan monarki". 

Di sisi lain, sejumlah para pengunjuk rasa lainnya menyatakan mereka tidak berniat untuk menghapus monarki.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya