Liputan6.com, Jakarta - Seorang pakar hak asasi PBB telah memperingatkan "kematian massal akibat kelaparan dan paparan penyakit" di Myanmar timur setelah "serangan brutal dan membabi buta" oleh militer, yang kemudian memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Kayah.
Dalam sebuah pernyataan pada Rabu 9 Juni 2021, Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk Myanmar, menyerukan tindakan internasional yang mendesak, dengan mengatakan serangan oleh militer – yang mengambil alih kekuasaan setelah kudeta Februari – “mengancam nyawa ribuan pria, wanita dan anak-anak" di negara bagian Kayah atau Karenni. Demikian seperti mengutip Al Jazeera, Rabu (9/6/2021).
Baca Juga
“Kematian massal akibat kelaparan dan paparan penyakit dalam skala yang belum pernah kita lihat sejak kudeta 1 Februari, dapat terjadi di Negara Bagian Kayah tanpa tindakan segera," ujar Andrews.
Advertisement
Mass deaths from starvation, disease and exposure could occur in Kayah State after many of the 100,000 forced to flee into forests from junta bombs are now cut off from food, water and medicine by the junta. The international community must act. My full statement below. pic.twitter.com/69fxZHRMN7
— UN Special Rapporteur Tom Andrews (@RapporteurUn) June 8, 2021
Permohonan itu muncul beberapa jam setelah kantor PBB di Myanmar mengatakan kekerasan di Kayah telah membuat sekitar 100.000 orang mengungsi , yang sekarang mencari perlindungan di hutan.
Mereka yang melarikan diri dan mereka yang berada di lokasi yang terkena dampak pemboman dan tembakan sangat membutuhkan makanan, air, tempat tinggal, bahan bakar dan akses ke perawatan kesehatan, kata kantor PBB dalam sebuah pernyataan.
“Krisis ini dapat mendorong orang melintasi perbatasan internasional mencari keselamatan,” demikian peringatan itu, menyerukan semua pihak untuk “mengambil tindakan dan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil”.
Kacau Sejak Kudeta Militer
Myanmar berada dalam kekacauan sejak pengambilalihan militer, dengan protes harian di seluruh negeri dan pertempuran di daerah perbatasan antara militer dan kelompok etnis minoritas bersenjata.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 849 orang sejak kudeta dan menahan 5.800 lainnya.
Orang-orang yang tinggal di Kayah mengatakan kepada Al Jazeera bahwa militer telah meluncurkan serangan udara tanpa pandang bulu dan penembakan di daerah-daerah sipil setelah pertempuran pecah pada 21 Mei antara pasukan keamanan dan kelompok perlawanan sipil yang menyebut dirinya Pasukan Pertahanan Rakyat Karenni (KPDF).
Ada beberapa kematian, termasuk seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang ditembak mati di kotapraja Loikaw dan seorang pemuda yang ditembak di kepala dengan tangan terikat di belakang punggungnya.
Militer telah berulang kali menyerang gereja-gereja di daerah yang mayoritas beragama Kristen. Dalam satu kejadian, insiden tersebut menewaskan empat orang yang termasuk di antara 300 penduduk desa yang berlindung di sebuah gereja Katolik di Loikaw.
Advertisement