Liputan6.com, Kabul - Seorang pilot Angkatan Udara Afghanistan tewas akibat serangan bom di Kabul pada Sabtu (7/8) waktu setempat.
Taliban mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Baca Juga
Dikutip dari Channel News Asia, Minggu (8/8/2021) pilot Aghanistan, bernama Hamidullah Azimi, tewas ketika bom yang dipasang di pesawatnya meledak, menurut pejabat setempat.
Advertisement
Lima warga sipil juga terluka akibat ledakan itu.
Komandan Angkatan Udara Afghanistan, Abdul Fatah Eshaqzai, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Azimi dilatih untuk menerbangkan helikopter UH-60 Black Hawk buatan Amerika Serikat dan telah bertugas di militer negaranya selama hampir empat tahun.
Dia telah pindah ke Kabul bersama keluarganya setahun lalu karena ancaman keamanan, tambah Eshaqzai.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Muhajid mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Taliban melakukan serangan itu.
Taliban telah mengkonfirmasi sebuah program yang menargetkan pilot Afghanistan yang dilatih AS "dihilangkan".
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
AU Afghanistan Kekurangan Dukungan Lawan Serangan Militan
Kematian Azimi terjadi hanya beberapa hari setelah Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), dalam sebuah laporan kepada Kongres AS, mengatakan penargetan pilot oleh Taliban yang diamati oleh kantor berita Reuters adalah "perkembangan yang mengkhawatirkan" lainnya untuk Angkatan Udara Afghanistan karena terhuyung-huyung dari lonjakan kekerasan.
Dalam laporan triwulanannya yang mencakup periode tiga bulan hingga Juni 2021, SIGAR menyebut angkatan udara Afghanistan semakin tertekan dan menjadi kurang siap untuk bertempur.
Armada helikopter UH-60 Black Hawk memiliki tingkat kesiapan 39 persen pada bulan Juni, sekitar setengah dari tingkat kesiapan pada bulan April dan Mei.
“Semua platform pesawat dikenai pajak karena meningkatnya permintaan untuk dukungan udara jarak dekat, intelijen, pengawasan, misi pengintaian dan pasokan udara sekarang karena (militer Afghanistan) sebagian besar tidak memiliki dukungan udara AS," sebut laporan itu.
Advertisement