Liputan6.com, Pasay - KBRI Manila ikut membawa kuliner dan performa seni Indonesia ke acara International Mini Bazaar dan ASEAN Food Festival yang digelar di Kota Pasay pada 12 Juni 2022. Berbagai kuliner Indonesia dihadirkan bersama produk-produk kerajinan tangan.
Menurut laporan KBRI Manila, Selasa (14/6/2022), menu kuliner Indonesia diserbu pengunjung dan hampir semua makanan ludes sebelum acara selesai.Â
Advertisement
Baca Juga
"Makanan khas Indonesia sangat digemari oleh para pengunjung. Hampir semua yang ditawarkan habis dibeli oleh para pengunjung bahkan sebelum bazaar ditutup", ungkap Ida, Pengurus Dharma Wanita Persatuan KBRI Manila yang hadir pada kegiatan tersebut.
Makanan yang disajikan antara lain adalah rendang, nasi goreng, sate ayam, mie goreng, pempek, tekwan, cendol, es pisang hijau, sosis solo dan berbagai jajanan khas Indonesia lainnya.
Selain booth makanan Indonesia, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Manila bersama Dharma Wanita KBRI Manila juga membuka booth kerajinan tangan yang menawarkan berbagai produk Indonesia seperti kain dan busana batik, tas, kipas, serta barang kerajinan tangan lainnya.
Yang lebih menarik lagi, guna lebih mempromosikan budaya Indonesia, pada acara pembukaan KBRI Manila juga menampilkan Tari Yapong dan Tari Baris Tunggal Bali. Para penari adalah staf KBRI Manila yang dibimbing langsung oleh Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan.
Kedua tarian tersebut ditampilkan ditengah tari-tarian lain dari Filipina dan disambut dengan cukup meriah oleh para pengunjung.
Sejumlah negara lain yang berpartisipasi pada kegiatan tersebut antara lain Argentina, Australia, Belgium, Cambodia, China, Denmark, Indonesia, Japan, Malaysia, Myanmar, New Zealand, Peru, Romania, South Africa, Sri Lanka, Syria, Tanzania, Thailand, Ukraine, Viet Nam, dan Uni Emirate Arab.Â
Acara yang merupakan kerja sama antara International Bazaar Foundation, Inc. (IBF) Department of Foreign Affairs (DFA), Filipina dan ASEAN Ladies Foundation, serta Perwakilan Asing di Filipina, merupakan acara tahunan yang dihadiri oleh ratusan masyarakat umum warga negara asing, maupun masyarakat setempat. Selama dua tahun pandemi, acara tersebut tidak dapat dilaksanakan karena pembatasan kegiatan berkumpul.
Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pandemi Covid-19 Mereda, Miliarder Aplikasi antar Makanan Tak Lagi Cuan
Terkait kuliner, awal masa pandemi Covid-19 memunculkan miliarder baru dari aplikasi jasa antar makanan, ketika sebagian besar masyarakat di Amerika Serikat dan Eropa berada di rumah dan beralih memesan makanan secara online.Â
Dilansir dari The Straits Times, Jumat (10/6/2022) ketiga pendiri perusahaan pemesanan makanan online DoorDash yang berbasis di AS, masing-masing mengumpulkan kekayaan sebesar USD 2,5 miliar atau setara Rp 36,4 triliun.
Adapun keuntungan yang diraih Just Eat Takeaway.com asal Belanda, membuat kekayaan pendirinya Jitse Groen mencapai USD 1,5 miliar atau Rp 21,8 triliun.
Tetapi sekarang, keuntungan itu tampak seperti fatamorgana ketika sebagian besar masyarakat kembali makan di restoran daripada memesan makanan untuk dibawa pulang.
Hal ini membuat saham teknologi tidak diminati investor - di tengah lingkungan makro yang berubah.
Saham yang dimiliki Groen telah turun nilainya menjadi USD 350 juta (Rp 5,1 triliun).
Founder DoorDash Andy Fang dan Stanley Tang juga tidak lagi menjadi miliarder, dan kekayaan bersih CEO Tony Xu turun menjadi USD 1,1 miliar (Rp 16 triliun), menurut Bloomberg Billionaires Index.
Miliarder jasa antar makanan lainnya juga mengalami penurunan kekayaan setelah pandemi Covid-19 berakhir, termasuk CEO Deliveroo Will Shu (di Inggris), yang kepemilikannya di perusahaan telah menurun menjadi sekitar USD 150 juta (Rp 2,1 triliun) dari USD 620 juta pada Agustus 2021 lalu.
"Berakhirnya lockdown Covid-19 telah menunjukkan kepada kita batas pengiriman makanan," kata Mott Smith, CEO Amped Kitchens, platform yang menawarkan jasa sewa ruang dapur di Los Angeles, California, AS.
Advertisement
Saham Perusahaan Pengiriman Makanan di Negara Barat Anjlok
Setelah mencatat keuntungan besar pada masa awal pandemi Covid-19 di 2020 dan 2021 lalu, penurunan harga saham perusahaan pengiriman makanan besar terjadi dengan cepat dan tanpa henti, menghapus lebih dari USD 100 miliar nilai pasar mereka.Â
Sementara sebagian besar masih berhasil meningkatkan pendapatan, pertumbuhan itu masih juah sedikit dari lonjakan yang terjadi di tahun 2020.
Penurunan pasar baru-baru ini serta inflasi yang terus-menerus juga mengikis tabungan konsumen, hal ini memotong jumlah uang yang dapat dibelanjakan orang untuk memesan makanan secara online.
Saham teknologi yang tumbuh cepat telah anjlok secara luas, dengan ekspektasi pertumbuhan turun di tengah kenaikan suku bunga dan kekhawatiran akan perlambatan pemulihan yang berkepanjangan.
"Sektor ini tidak pernah mengalami kombinasi inflasi yang tinggi dan ketidakpastian pada tingkat permintaan yang merupakan new normal," kata Diana Gomes, seorang analis di Bloomberg Intelligence.
Setelah Covid-19 mereda, fokus telah bergeser ke pemotongan biaya untuk beberapa, dengan investor menekan perusahaan untuk menghasilkan uang daripada pengeluaran untuk menumbuhkan pangsa pasar.
Saham Just Eat Takeaway naik 12 persen menyusul laporan bahwa pendiri Grubhub Matt Maloney telah mempertimbangkan untuk membeli kembali bisnis AS tersebut hanya setahun setelah menjualnya ke Just Eat seharga USD 7,3 miliar.
Situasi Berubah
Sebelum pandemi Covid-19, pertumbuhan perusahaan pengiriman makanan online di AS tampaknya tidak terbatas.
Ketika DoorDash go public pada Desember 2020, sahamnya meroket 92 persen dalam salah satu lompatan hari pertama terbesar tahun ini.
Pendiri DoorDash telah mulai memindahkan sebagian dari kekayaan itu ke bank.
Tony Xu, Andy Fang dan Stanley Tang telah menjual lebih dari USD 356 juta saham gabungan mereka dalam 17 bulan terakhir, menggunakan program perdagangan yang telah diatur sebelumnya, menurut perhitungan Bloomberg.
Di Eropa, banyak perusahaan pengiriman makanan online yang mengalami kenaikan harga terbesar - dan kemudian jatuh karena surutnya tren tersebut.
"Ini adalah fenomena unik Amerika yang menyebar ke seluruh dunia untuk sesaat," kata profesor bisnis Usha Haley di Wichita State University.
Para pendiri ini sekarang telah mengalami aspek lain dari kehidupan Amerika: Tidak semua miliarder yang cepat kaya berhasil mempertahankan kekayaan mereka.
Advertisement