Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI mengungkap ciri-ciri lowongan kerja (loker) berbahaya yang menjebak para WNI di luar negeri. Kasus terkini, ada 60 WNI yang terjebak di Kamboja. Sebelumnya, ada juga belasan WNI yang terjebak di Laos.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha juga menyayangkan ada WNI yang terkena kasus ini secara berulang. Ia pun mengungkap ciri-ciri loker palsu tersebut agar masyarakat bisa sadar.
Advertisement
Baca Juga
"Kasus ini berulang. Kuncinya selain penegakan hukum adalah kesadaran masyarakat," ujar Judha dalam media briefing di Jakarta, Jumat (29/7).
Advertisement
Berikut sejumlah ciri-ciri loker berbahaya yang wajib diwaspadai:
1. Media Sosial
Judha Nugraha berkata loker palsu dari luar negeri kerap beredar di media sosial. Contoh sejauh ini ada dari Laos, Kamboja, dan Filipina.
2. Janji Manis
Ciri kedua adalah loker yang tidak jelas itu terkesan mudah, akan tetapi gajinya fantastis.
3. Kualifikasi
Meski lokernya mengajak kerja di luar negeri, kualifikasi sangat mudah. Ini harus dicurigai karena tentu tidak masuk akal.
"Bekerja ke luar negeri, tapi enggak minta kualifikasi apa-apa," ujar Judha.
4. Informasi Perusahaan Tak Jelas
Ini juga wajib dilakukan oleh para pencari kerja. Coba cari dahulu informasi mengenai perusahaan itu di Google agar tak terjebak kerja di perusahaan bodong, bahkan melanggar HAM.
"Kita tidak bisa melakukan kroscek terhadap kredibilitas perusahaan tersebut," ujar Judha.
5. Visa
Ciri yang menonjol dari loker abal-abal adalah berangkat tidak menggunakan visa pekerja, melainkan visa kunjungan.
"Beberapa modus tersebut kalau ditemui, maka hati-hati. Dan jangan memaksakan diri. Jadi kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dengan langkah-langkah tersebut itu menjadi kunci perlindungan," ujar Judha.
Berikut contoh kasus yang terjadi di Kamboja dan Laos yang ditangani Kemlu RI:
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
60 WNI Disekap di Kamboja
Jumlah WNI yang disekap di Kamboja bertambah menjadi 60 orang. Mereka yang menjadi korban penipuan ini dan disekap di Kamboja ini sebelumnya dilaporkan sebanyak 53 orang.
Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Polri berkoordinasi dengan Atase Pertahanan KBRI Kamboja. Menurut informasi pada 26 Juli 2022 jumlah WNI yang disekap bertambah menjadi 60 orang.
"Data terakhir menunjukkan bahwa warga negara Indonesia yang disekap bukan sejumlah 53 Orang namun bertambah menjadi 60 orang," ujar Ramadhan kepada wartawan, Jumat (29/7).
Ramadhan mengungkapkan, dari informasi yang ia dapatkan, pihak Kepolisian Kamboja telah berkomunikasi dengan beberapa perwakilan WNI yang sedang disekap.
Ramadhan mengungkapkan, lokasi penyekapan terhadap 60 WNI saat ini berada di lokasi Phum 1, Preah Sihanouk, Cambodia titik koordinat 10°37'33.0"N 103°30'08.7"E
"Sampai saat ini masih diupayakan terus oleh pihak KBRI Phnom Penh bekerja sama dengan pihak Kepolisian Kamboja untuk menjemput ke 60 Warga Negara Indonesia tersebut," ungkapnya.
Ramadhan mengungkapkan, Polri bergerak cepat untuk menyelamatkan 60 WNI yang disekap tersebut. Sehingga Korps Bhayangkara melakukan koordinasi dengan Atase Pertahanan KBRI Kamboja Kolonel Rizal.
"Atase Polri telah melaksanakan koordinasi langsung dengan Atase Pertahanan KBRI Kamboja Kolonel Rizal terkait penanganan terhadap 53 warga negara Indonesia yang diduga disekap di wilayah Kamboja," ungkapnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kemlu dan Polri Bergerak Buru Pelaku
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyoroti terkait kasus kasus penyekapan 53 warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengaku pihaknya, telah memfasilitasi penyidik Bareskrim Polri untuk melakukan penyelidikan di Kamboja.
"Untuk menekan jumlah kasus tersebut, Kemlu telah memfasilitasi penyidik Bareskrim Polri untuk melakukan penyelidikan di Kamboja," kata Teuku dalam keterangannya, Jumat (29/7).
Teuku mengungkapkan, 53 WNI tersebut adalah korban penipuan dengan modus penempatan kerja. Kata Teuku, penipuan investasi merupakan modus lama, kasus ini marak terjadi di Kamboja melalui media sosial.
Catatan Kemlu, tahun 2021 KBRI Pnom Penh memulangkan 119 WNI korban investasi palsu. Pada tahun 2022 kasus penipuan tersebut meningkat hingga Juli 2022, terdapat 291 WNI menjadi korban.
"Pada tahun 2022, kasus serupa justru semakin meningkat di mana hingga Juli 2022, tercatat terdapat 291 WNI menjadi korban. 133 di antaranya sudah berhasil dipulangkan," katanya.
Teuku mengaku, informasi yang didapatkan dari WNI yang telah dibebaskan, para perekrut sebagian besar masih berasal dari Indonesia. Kemenlu telah berkoordinasi dengan Bareskrim untuk menindak para pelaku.
"Dari para WNI yang telah dibebaskan, KBRI juga telah memperoleh informasi mengenai para perekrut yang sebagian besar masih berasal dari Indonesia. Informasi tersebut terus disampaikan kepada pihak Bareskrim Polri untuk diselidiki lebih dalam guna penindakan terhadap para perekrut," jelas Teuku.
Kasus Laos
Kementerian Luar Negeri RI berhasil memulangkan 15 orang WNI yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Para WNI itu bekerja dalam kondisi yang tidak berperikemanusiaan, bahkan ada ancaman dijual sebagai pekerja seks jika tak memenuhi target.
Berdasarkan laporan situs Kemlu RI, Senin (27/6), para WNI/PMI itu bekerja di wilayah segitiga emas di Bokeo, Laos hingga tiba di tanah air dengan selamat. Pemulangan dilakukan dalam 2 kloter penerbangan pada tanggal 25 dan 26 Juni 2022. Setibanya di tanah air, para WNI korban TPPO dimaksud telah diserah-terimakan kepada Kementerian Sosial RI untuk pemeriksaan lanjutan.
Sebelumnya, para WNI tersebut berhasil dievakuasi oleh KBRI Vientiane dengan bantuan Kepolisian Nasional Laos dari sebuah perusahaan di kawasan segitiga emas Provinsi Bokeo, Laos pada tanggal 10 Juni 2022. Proses evakuasi dilanjutkan dengan pemeriksaan awal TPPO di KBRI Vientiane.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya eksploitasi dan intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap ke-15 orang tersebut serta mengalami tekanan mental dengan jam kerja 15 jam sehari, dan diancam dijual ke perusahaan lain sebagai pekerja seks komersial apabila tidak mencapai target penjualan investasi palsu.
Para WNI yang menjadi korban pada awalnya tergiur dengan iklan lowongan pekerjaan yang beredar di media sosial khususnya Facebook, menawarkan pekerjaan sebagai customer service di perusahaan fintech dengan gaji besar dan fasilitas yang baik. Namun setibanya di Laos, para PMI dipaksa untuk bekerja di perusahaan financial scammers, mengalami tekanan dan intimidasi bila tidak mencapai target serta diwajibkan membayar denda apabila memilih keluar dari perusahaan.
Advertisement