Setelah Diskors, PM Thailand Umumkan Menjabat jadi Menteri Pertahanan

Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-O-Cha yang beberapa waktu lalu diskors oleh Mahkamah Konstitusi Thailand, kini menyatakan bahwa ia telah menduduki jabatan baru sebagai Menteri Pertahanan, bagaimana bisa?

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 26 Agu 2022, 17:34 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2022, 17:34 WIB
PM Thailand Prayuth Chan-ocha
PM Thailand Prayuth Chan-ocha (AP)

Liputan6.com, Bangkok - Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha, yang pada Rabu 24 Agustus 2022 diskors oleh mahkamah konstitusu menyatakan akan melanjutkan perannya di pemerintahan sebagai menteri pertahanan. 

Pertengahan Agustus ini, pengadilan Thailand menerima petisi yang telah ditandatangani oleh 172 anggota parlemen oposisi yang mengklaim bahwa pemerintahan Prayut dimulai pada tahun 2014, ketika ia mengambil alih kekuasaan dalam kudeta militer saat ia sedang menjabat sebagai Panglima Militer Angkatan Darat.

Bersamaan dengan diskorsnya Prayut, pengadilan akan mempertimbangkan apakah masa jabatan Prayut dimulai sejak tahun 2014, saat kudeta; atau dimulai pada 2017, saat peraturan baru dirilis; atau bahkan pada tahun 2019, setelah pemilihan umum. 

Lima dari sembilan hakim konstitusi sepakat bahwa Prayut harus diskor sementara bersamaan dengan pengadilan yang mempertimbangkan masalah tersebut. Meskipun, batas waktu akan skorsing jabatan Prayut dan pengambilan keputusan oleh Mahkamah Konstitusi belum jelas waktunya.

Namun, mengutip Channel News Asia, Jumat (26/8/22), Prayut dalam media sosialnya mengatakan bahwa ia akan terus bertugas untuk Thailand. 

"Saya akan melanjutkan tugas dan tanggungjawab saya sebagai seorang Menteri Pertahanan untuk Thailand," kata Prayut, di akun Twitter Kementrrian pada 25 Agustus 2022

Anucha, juru bicara Pemerintahan Thailand mengatakan bahwa hingga Jumat, 26 Agustus 2022, Pemerintahan tetap berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya di tengah berbagai masalah politik yang menimpa negara Gajah Putih itu, salah satunya terkait kontroversi atas masa jabatan Prayut yang melibatkan Mahkamah Konstitusi. 

Kontroversi Prayut, Menghidupkan Persaingan Politik

Thailand Akan Bangun Kereta Bandara yang Hubungkan Bangkok ke Pattaya
Anutin Charnvirakul, Wakil Perdana Menteri Thailand. (dok. instagram.com/anutin_charnvirakul/https://www.instagram.com/p/B0MtqB0AHIF/Novi Thedora)

Saat Kepemimpinan Prayut sebagai Perdana Menteri ditangguhkan, Wakil Perdana Menteri, Pawit Wongsuwan-lah yang bertindak sebagai Perdana Menteri sementara menggantikan Prayut.

Pawit sendiri merupakan mantan seorang panglima militer dan pendukung monarki Thailand.

Pemilihan umum baru dijadwalkan pada Mei 2023, akan tetapi, Perdana Menteri yang menjabat masih memiliki kekuasaan untuk mengadakan pemilihan lebih dulu dengan membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat yang terpilih.

Hadirnya kontroversi terkait dengan masa jabatan Prayut tentunya menghidupkan kembali persaingan-persaingan politik lama di Thailand yang menjadi akar kekacauan politik di Thailand. Hampir dua dekade lamanya, kekacauan politik, termasuk dua kudeta dan protes dengan cara kekerasan terjadi karena adanya keterlibatan militer dalam politik Thailand. Hal tersebut juga sejalan dengan tuntutan masyarakat atas politik yang lebih baik seiring dengan tumbuhnya kesadaran politik yang tinggi di masyarakat.

Prayut selamat dari empat mosi tidak percaya dalam beberapa bulan terakhir, dan tampaknya akan dapat mempertahankan kekuasaan hingga akhir pemilihan umum, kata seorang professor di Universitas Chulalongkorn, Bangkok, sebelum Prayut mengumumkan bahwa ia akan melanjutkan tugasnya sebagai seorang Menteri Pertahanan. 

 

 

Keputusan Skorsing yang Mengejutkan

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi atau MK
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi atau MK (Liputan6.com/Triyasni)

Lain lagi dari pihak oposisi, pendukung Prayut berpendapat bahwa penghitungan masa jabatan Prayut harus dimulai sejak konstitusi yang baru itu berlaku, dan yang lainnya menyebutkan bahwa waktu dimulainya ialah pada tahun 2019, saat Prayut menjadi perdana menteri sipil.

Namun, dalam pernyataan bersama dari 38 kelompok manusia yang termasuk di dalamnya masyarakat sipil dan organisasi aktivis mahasiswa meminta agar Prayut untuk segera mengundurkan diri dan mendesak Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan ini semua secepatnya. 

"Bagi para pengunjuk rasa, termasuk kaum muda, ini bukan hanya tentang Prayut," Kata Thitinan Pongsudhirak, seorang professor di Universitas Chulalongkorn, Bangkok. 

"Ini keseluruhan sistem. Jika mereka menyingkirkan Prayut, mereka akan berani membangun momentum," tambahnya, mengutip Japan Times. 

Pasalnya, mengutip BBC News, Mahkamah Konstitusi di Thailand merupakan salah satu lembaga yang paling banyak menerima kritik, mereka juga dianggap menentang partai-partai oposisi dan mendukung pemerintahan Prayut Chan-O-Cha yang didominasi oleh militer. 

Jadi, keputusan skorsing Prayut kali ini merupakan keputusan yang sangat mengejutkan. 

Prayut, Didukung dan Dikagumi oleh Pendukungnya

PM Thailand Semprot Wartawan dengan Disinfektan
PM Thailand, Prayut Chan-O-Cha menyemprotkan pembersih tangan ke wartawan untuk menghindari pertanyaan perombakan kabinet selama konferensi pers di Bangkok, Selasa (9/3/2021). Sebelum menyemprot, Prayuth mengatakan kepada wartawan untuk mengurus urusan mereka sendiri. (HO/ROYAL THAI GOVERNMENT/AFP)

Sebenarnya, pemerintahan Prayut sarat akan adanya otoritarianisme dan terus melebar pada banyak isu ketidaksetaraan yang terjadi di Thailand. 

Mantan panglima militer itu pertama kali berkuasa dalam kudeta tak berdarah pada 2014 yang menggulingkan pemerintahan Yingluck Shinawatra yang sarat akan skandal.

Para kritikus politik di Thailand mengatakan bahwa sudah saatnya bagi Prayut untuk mundur dan berhenti dari kekuasanya. Memang benar Prayut mundur sebagai perdana menteri, akan tetapi ia akan melanjutkan kekuasannya sebagai seorang Menteri Pertahanan. 

Panglima Angkatan Darat, Jenderal Narongpan Jittkaewtae mengatakan kepada wartawan bahwa Prayut merupakan seorang prajurit dan pria terhormat, karena Prayut dapat menerima keputusan pengadilan atas petisi-petisi yang diajukan oleh partai oposisi utama yang digulingkan Prayut dari kekuasan saat ia menjadi seorang Panglima Militer di tahun 2014. 

"Saya mengaguminya, ia adalah seorang pria yang terhormat, seorang pemimpin, dan seorang prajurit teladan. Pengadilan memerintahkan dan dia mengikutinya. Ini adalah hal yang baik untuk masyarakat, untuk negara kita, dan perilaku yang baik dalam demokrasi," kata Narongpan.

Selain Narongpan, tentunya para pendukung Prayut juga merasakan hal yang sama.

Namun, benarkan keberlanjutan Prayut sebagai Menteri Pertahanan benar-benar demokratis dan sesuai konstitusi?

 

 

[INFOGRAFIS] Kutukan Kudeta di Negeri Gajah Putih
Kudeta terjadi lagi di Thailand setelah status darurat diberlakukan. Ini bukan kali pertamanya militer menggulingkan pemerintahan sipil.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya