Liputan6.com, Kigali - Gugus Tugas Konflik Rusia-Ukraina menggelar pertemuannya yang keenam di Kigali, Rwanda, Kamis (13/10). Pertemuan tersebut dihadiri delapan anggotanya termasuk dari Indonesia Fadli Zon.
Di pertemuan keenam Gugus yang bernama the IPU Task Force on the peaceful resolution of the war in Ukraine itu dibahas empat agenda, yaitu laporan terakhir pertemuan kelima Gugus, update perkembangan konflik, audiensi Delegasi Rusia dan Ukraina, dan rencana agenda Gugus ke depan.
Baca Juga
Fadli Zon, anggota Task Force yang mewakili Grup Asia dan Pasifik di Inter-Parliamentary Union (IPU) menginformasikan upaya DPR untuk mengajak Rusia dan Ukraina untuk duduk bersama dan berdialog pada Sidang P20, demikian disebutkan dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat (14/10/2022).
Advertisement
“Kami di P20 pada 6 dan 7 Oktober minggu lalu berhasil mengundang Delegasi Parlemen Rusia dan Ukraina. Keduanya duduk bersama-sama di satu forum. Kami mencoba merumuskan di P20 sebuah pernyataan bersama yang pada akhirnya tak dapat disepakati karena masih terdapat perbedaan cara pandang terkait perang di Ukraina,” ujar Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR itu.
Lebih lanjut, mantan Wakil Ketua DPR tersebut menekankan ihwal kesiapan pihak Parlemen Rusia untuk berdialog dengan Parlemen Ukraina. “Pihak Rusia menyampaikan kepada kami kesiapannya untuk berdialog,” sambungnya. Pada sisi lain, Fadli mengingatkan peran Gugus ke depan.
“Apa selanjutnya yang akan dilakukan Gugus Tugas ini,” tanya dia sembari mengingatkan bahwa jika perang berkepanjangan maka penderitan rakyat terus berlanjut.
Terkait apa yang disampaikan pihak Rusia dan Ukraina di pertemuan keenam Gugus itu, politisi Gerindra tersebut menyampaikan bahwa hasil pertemuan bersifat tertutup. Kendati demikian, sambungnya, secara prinsip ada beberapa hal yang dapat disampaikan ke publik.
“Rusia meminta kita agar melihat konflik dari dua sisi dan bersedia berdialog dengan Ukraina. Sementara pihak Ukraina mengecam keras serangan Rusia yang terus berlangsung dan melihat tidak ada itikad baik Rusia untuk berdamai,” terang dia.
Respons IPU task Force
Sementara terkait respon IPU task Force usai Rusia dan Ukraina menyampaikan pandangannya secara terpisah, kata Fadli, Gugus Tugas ini menekankan sejumlah hal penting antara lain komitmen untuk berupaya sebagai mediator yang dipercaya kedua pihak dan tetap melakukan aksi nyata meskipun kecil.
“Trilateral meeting perlu segera diselenggarakan setidaknya untuk meredakan situasi,” pungkas politisi Gerindra tersebut saat memberikan rekomendasi ke IPU Task Force.
Untuk diketahui, pembentukan IPU Task Force merupakan usulan Delegasi Indonesia ke dalam resolusi berjudul 'Peaceful Resolution of the war in Ukraine, Respecting International Law, the Charter of the United Nations And Territorial Integrity' yang diadopsi pada Sidang Umum IPU ke-144 di Nusa Dua pada 20-24 Maret 2022.
Gugus Tugas IPU terdiri dari Peter Katjavivi (Ketua Parlemen Namibia) dan Nosiviwe Noluthando (Ketua Parlemen Afrika Selatan) mewakili kawasan Afrika, Ali Rashid Al Nuaimi (Parlemen Uni Arab Emirates) mewakili kawasan Arab, Fadli Zon (Ketua BKSAP DPR Indonesia) sebagai wakil kawasan Asia Pasifik, Aigul Saifollakyzy Kuspan (Kazakhstan) mewakili kawasan Eurasia, Beatriz Argimon (Wakil Presiden dan Ketua Parlemen Uruguay) dari Amerika Latin, serta Avi Dicter (Israel) dan Arda Gerkens (Belanda) dari Grup Twelve Plus yang meliputi wilayah Eropa Barat.
Advertisement
Ancaman Serius Perang Nuklir Rusia Vs Ukraina
Ancaman senjata nuklir semakin terdengar dari Rusia. Negara-negara G7 pun telah memperingatkan Rusia agar tidak mengambil langkah yang bisa memicu perang nuklir tersebut.
"Kami menegaskan bahwa penggunaan senjata-senjata kimia, biologis, atau nuklir oleh Rusia akan menghadapi konsekuensi-konsekuensi keras," tulis pernyataan bersama G7.
Lokasi Rusia dan Ukraina memang jauh dari Indonesia, namun pakar hubungan internasional mengingatkan agar Indonesia tidak lengah, sebab tak ada yang bisa memprediksi di mana jatuhnya bom nuklir tersebut.
Pakar hubungan internasional dan pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja juga menilai ancaman nuklir Presiden Rusia Vladimir Putin tidak gertak sambal. Ukraina pun sudah menyadari hal tersebut.
"Rusia serius. Sanksi untuk Rusia dari kubu Eropa dan AS pada Rusia juga serius. Ukraina juga serius mendorong-dorong terus agar kubu Eropa & AS mau all-out melakukan pre-emptive strike atas Rusia, artinya Ukraina meminta Eropa & AS untuk segera menyerang Rusia agar hilanglah potensi serangan nuklir dari Rusia. Ini mengerikan karena artinya Ukraina membuka undangan untuk menggunakan serangan nuklir," ujar Dinna Prapto Raharja kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).
Dinna menilai kondisi Eropa kini sedang galau sebab secara geografis posisi mereka masih terancam, namun pihak pemimpin Eropa masih belum mengendurkan ketegangan.
Pada Kamis sore ini, ada juga tweet baru dari Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berkata tidak ingin terjadi Perang Dunia, dan meminta Rusia pergi dari Ukraina.
"Kami tidak ingin Perang Dunia. Kami membantu Ukraina untuk melawan di tanah airnya, tak pernah menyerang Rusia. Vladimir Putin harus menghentikan perang ini dan menghormati integritas wilayah Ukraina," tulis Presiden Macron via Twitter.
Bahas di G20
Lebih lanjut, Dinna berkata Indonesia juga harus waspada. Jarak yang jauh dari pusat perang tidak menjadi jaminan akan aman dari nuklir.
Dampak perang nuklir pada era sekarang diprediksi lebih fatal ketimbang Perang Dunia II.
"Bahaya perang nuklir di era ini: belum tentu menyerang hanya satu titik di satu wilayah, tidak ada jaminan hanya akan terjadi di Eropa. Selain itu ketika pecah perang nuklir, kegiatan ekonomi global akan terhenti. Ini sama mematikannya buat banyak orang, khususnya di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia," jelas Dinna.
"Kalau sampai perang nuklir ya mengerikan. Pasti korbannya sangat banyak karena jumlah penduduk dunia saat ini lebih banyak daripada saat PD II dan kita tidak pernah tahu lokasi serangan di mana," ia menambahkan.
Menurut situs atomic archive, total korban jiwa dari bom atom di Hiroshima mencapai 66 ribu, sementara 39 ribu orang tewas di Nagasaki.
Menjelang KTT G20 di Bali, duta besar Rusia dan Ukraina di Indonesia sama-sama ragu bisa ada perdamaian di forum tersebut. Meski demikian, Dinna Prapto Raharja mendukung apabila isu nuklir dibahas di G20.
"Bahaya perang nuklir yang makin nyata harus dibahas di G20," pungkasnya.
Advertisement