Liputan6.com, Jakarta - ASEAN Youth Fellowship (AYF) baru saja menyelesaikan rangkaian acaranya di Singapura dan Indonesia. Salah satu penutupnya adalah kunjungan para delegasi ke Sekretariat ASEAN di Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Peserta AYF dipilih melalui rekam jejak kepemimpinan mereka dan kapabilitas mereka dalam menjadi influencer muda di ASEAN. Para delegasi berasal dari berbagai latar belakang, seperti bidang kemanusiaan, pemerintahan, hingga bisnis.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu perwakilan Indonesia di ASEAN Youth Fellowship 2022 adalah Robinson Sinurat. Ia merupakan pendiri Yayasan Mimpi Besar.
Pada AYF 2022, isu yang dipromosikan Robinson adalah toleransi. Isu tersebut dinilai relevan dengan tantangan yang dihadapi masyarakat Asia Tenggara.
"I'm focusing on promoting peace and tolerance," ujar Robinson Sinurat kepada Liputan6.com di Sekretariat ASEAN.
Masalah toleransi ternyata cukup rumit, sebab masih terkait kedaerahan, serta kemampuan mengakses informasi. Alhasil, Robinson berkata belum tentu anak muda itu lebih toleran.
Hal inilah mengapa ia fokus pada kegiatan di daerah-daerah dan bukan kota besar. Ia pernah melakukan kegiatan sosial di Nusa Tenggara Timur dan Ternate agar masyarakat bisa mendapat akses informasi.
Robinson menyadari bahwa terkadang masyarakat enggan membahas isu sensitif, namun ia menilai dialog tetap harus diperlukan.
"One thing that I would like to say, kalau masih banyak anak-anak Indonesia itu yang masih tidak mau membahas tentang ini. It's quite sensitive, though, but kalau kita bahas bersama-sama, kita berdialog, I think that's one of the ways supaya kita bisa lebih aware tentang kepercayaan orang lain," jelas Robinson.
Berbagai Masalah Intoleransi
Robinson menyorot bahwa isu intoleransi tidak hanya terjadi pada ranah agama. Penghakiman, intoleransi, dan stereotip turut bisa terjadi kepada etnis, keputusan politik, bahkan latar belakang ekonomi.
Hal itu menjadi isu yang ia bahas ketika berada di Singapura bersama para delegasi AYF. Isu dialog lintas-agama turut merupakan pembahasan para delegasi.
Lulusan University of Columbia itu mengaku telah melakukan kegiatan melawan intoleransi sejak 2012, dan interaksinya di Singapura membuatnya terpacu untuk terus melakukan kegiatan serupa.
"Saya pribadi inginnya kita berdialog dengan sesama untuk bisa mendapatkan hasil yang lebih baik bagaimana kita create peace in these ASEAN countries," ujar Robinson.
Selain toleransi, Robinson juga menyorot isu kesehatan mental bersama para pemimpin muda ASEAN. Ia menyayangkan karena masih ada stigma tentang orang-orang yang mencari pertolongan untuk kesehatan psikologis.
Namun, ia melihat karena pandemi COVID-19 semakin banyak orang yang sadar tentang pentingnya isu tersebut.
"Bukan berarti ke psikolog kita dianggap gila. But sometimes we just need someone who listens to us. Jadi menjadi pendengar yang baik Kadang kita butuh orang yang mendengarkan saja," ujarnya.
Advertisement
Kepemimpinan Bersama ASEAN Youth Fellowship
Robinson berkata kepemimpinan di AYF bukan berarti diminta menjadi politisi, melainkan menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing. Isu politik praktis juga tak dibahas di acara.
Namun, ia berkata tertarik masuk ke dunia politik apabila itu membuka jalan agar memberikan kontribusi yang lebih baik.
"Kalau semisalnya being a politician bisa membuat suatu perubahan yang lebih besar, I don't mind at all." ujar Robinson yang berkata masih ingin mencari wawasan dari akar rumput serta pemerintahan.
Bersama para delegasi lain, Robinson menjelaskan mereka fokus kepada permasalahan yang lebih besar di regional, dan bekerja sama untuk mencari solusi.
"Kita di sini diajak berkolaborasi on how to solve the issue di ASEAN countries. Jadi enggak ada lagi kita berpikir tentang I'm from Indonesia, I'm from Singapore, tapi bagaimana kita sebagai the representative of our country menjadi satu ASEAN. Di mana kita belajar banyak tentang kemajuan teknologi, kemudian bagaimana kita bisa memikirkan mental health issue juga," jelasnya.
Tentang ASEAN Youth Fellowship
Program ini diselenggarakan oleh Singapore-ASEAN Youth Fund (SAYF), program ini dibangun berdasarkan nilai-nilai ketahanan, kepemimpinan, dan kohesi. AYF merupakan inisiatif Singapura saat memegang kepemimpinan ASEAN pada 2018.
Kandidat AYF mendapat nominasi dari organisasi mitra yang bekerja sama dengan National Youth Council (NYC) Singapura dan Singapore International Foundation (SIF).
Ada sekitar 110 fellows yang tergabung hingga 2022.
"Sebagai pemimpin yang luar biasa di bidang pekerjaan masing-masing di sektor publik, swasta, dan masyarakat. Para Fellow memiliki kemampuan yang mumpuni dan sumber daya untuk menyelidiki tantangan ini dan bekerja sama untuk membuat perbedaan," ujar Jean Tan, Executive Director SIF.
Ada 45 delegasi dari 10 anggota ASEAN yang hadir di Indonesia pada Oktober-November 2022. Selama kunjungan mereka bertemu Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, lalu ramah ramah dengan alumni program SIF di Indonesia.
Kunjungan ke Sekretariat ASEAN termasuk bagian dari rangkaian penutup program.
Beberapa anggota ASEAN Youth Fellows 2022 dari Indonesia adalah Angela Sujadi (PemPem Inc), Ardhy Nugrahanto (Pt. Kimia Farma Diagnostika), Michael Victor Sianipar (Ketupa PSI Jakarta), Nindya Miesye Agita Pasaribu (Bullyid Indonesia), Robinson Sinurat (Yayasan Mimpin Besar), Sepri Andi (Social Connect), dan Vincent Loka (Wateroam Pte Ltd).
Advertisement