Liputan6.com, Moskow - Rusia kembali meluncurkan rudal ke Ukraina dan targetnya adalah ibu kota Kyiv. Tak ada korban jiwa dalam serangan tersebut, namun Kyiv menjadi mati lampu.
Dilaporkan BBC, Selasa (20/12/2022), pihak UKraina mengaku berhasil menembak jatuh mayoritas rudal yang datang, tetapi sejumlah rudal mengenai "infrastruktur kritis" sehingga terjadi mati lampu. Serangan terjadi sebelum Presiden Vladimir Putin tiba di Belarusia untuk bertemu Presiden Alexander Lukashenko pada Senin kemarin.
Baca Juga
Serangan malam ke Kyiv ini disebut bukan hal biasa. Ada 23 rudal Iran yang ditembakkan pihak Rusia, Ukraina berhasil menangkal 18 di antaranya.
Advertisement
Foto-foto viral di media sosial menampilkan pemadam kebakaran berupaya memadamkan api besar di lokasi pembangkit listrik. Ada dua orang yang terluka.
Pada Jumat lalu, Rusia juga meluncurkan rudal ke arah Kyiv. Serangan-serangan menarget infrastruktur sipil di tengah musim dingin. Ukraina lantas menyebut Rusia berusaha menggunakan musim dingin sebagai senjata.
Terkait Belarusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut Rusia akan melancarkan serangan darat pada awal tahun depan melalui Belarusia. Namun, sejumlah pakar belum melihat bukti bahwa Rusia berusaha melakukan serangan baru.
Ketika invasi dimulai pada Februari 2022, Belarusia mengizinkan Rusia memakai daerah mereka untuk merangsek masuk ke Ukraina. Namun, Belarusia tidak terlibat secara langsung ke perang yang terjadi.
Presiden Belarusia Alexander Lukashenko merupakan orang dekat Presiden Vladimir Putin. Rezim Presiden Lukashenko terkenal korup dan berkuasa di Belarusia sejak 1994.
Cegah Bencana Nuklir, Rusia Bangun Kubah Pelindung di PLTN Zaporizhzhia Ukraina
Rusia mulai membangun "kubah pelindung" di atas penampungan limbah nuklir di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, kata pejabat pada Sabtu (17/12).
PLTN terbesar Eropa dan termasuk 10 besar di dunia itu dikendalikan Rusia sejak Maret, tak lama setelah perang Ukraina dimulai.
Ketakutan akan bencana nuklir masih tetap ada di tengah laporan penembakan di sekitar area tersebut, Anadolu Ajansi melaporkan sebagaimana dikutip dari Antara, Minggu (18/12).
Pejabat pro-Rusia di Zaporizhzhia yang sekaligus ketua gerakan We Are Together, Vladimir Rogov, mengatakan bahwa upaya untuk membangun "kubah pelindung" di atas situs penampungan sampah nuklir sedang berlangsung.
"Untuk saat ini, itu akan melindungi dari pecahan peluru dan IED (bom rakitan) yang dijatuhkan dari drone. Ke depannya akan lebih substansial," tulisnya di Telegram.
Lewat pernyataan terpisah, operator nuklir milik negara Rusia, Rosenergoatom juga mengumumkan dimulainya konstruksi pemasangan "bantalan pengaman" untuk melindungi situs penampungan limbah nuklir.
Advertisement
Presiden Rusia Vladimir Putin Akui Rencana Pertempuran Panjang di Ukraina
Selama pertemuan tahunan dengan Dewan Kepresidenan untuk Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui bahwa tentara negara itu dapat bertempur di Ukraina untuk waktu yang sangat lama.
"Adapun durasi operasi militer khusus, yah, tentu saja, ini bisa menjadi proses jangka panjang," kata Putin saat berbicara tentang beberapa masalah yang dihadapi Rusia selama invasinya ke Ukraina, seperti dikutip dari MSN News, Sabtu (17/12).
Sepanjang pertemuan yang disiarkan televisi, Putin membenarkan invasinya pada Februari ke Ukraina, menegaskan bahwa Barat memandang Rusia sebagai "negara kelas dua yang tidak memiliki hak untuk hidup."
Putin juga melanjutkan dengan mengatakan bahwa Rusia akan "membela diri dengan segala cara yang kami miliki."
Menurut Putin, risiko perang nuklir dengan barat semakin besar dan dia tidak segan-segan menjelaskan apa artinya itu, "Ancaman ini meningkat, saya tidak dapat menyangkalnya," kata Putin menanggapi sebuah pertanyaan.
"Kami belum menjadi gila," kata Putin selama pertemuannya yang disiarkan televisi, "kami menyadari apa itu senjata nuklir ... Kami memiliki sarana ini dalam bentuk yang lebih maju dan modern daripada negara nuklir lainnya."
Meskipun Putin dengan cepat menyebutkan persediaan nuklir Rusia sebagai pilihan yang layak, dia juga cukup cerdas untuk menambahkan bahwa Rusia tidak "akan berlari keliling dunia mengacungkan senjata ini seperti pisau cukur."
"Ini adalah faktor pencegahan, bukan faktor yang memicu eskalasi konflik," tambah Putin, meskipun dia menolak untuk mengesampingkan serangan pertama teoretis yang mengklaim bahwa kemampuan itu sangat penting bagi pertahanan Rusia.
Rusia Janji Tak Bakal Ada Gempuran ke Ukraina Saat Natal
Rusia mengesampingkan "gencatan senjata Natal" setelah hampir 10 bulan perang di Ukraina dan menolak seruan Kyiv untuk mulai menarik pasukan sebelum Natal sebagai langkah untuk mengakhiri konflik terbesar Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12), Rusia dan Ukraina saat ini tidak terlibat dalam pembicaraan untuk mengakhiri pertempuran, yang berkecamuk di timur dan selatan dengan sedikit pergerakan di kedua sisi.
Kekerasan kembali terjadi di Kyiv pada Rabu (15 Des), dengan serangan drone besar pertama di ibu kota Ukraina dalam beberapa minggu. Dua gedung administrasi dihantam, tetapi sebagian besar pertahanan udara berhasil menghalau serangan itu. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan 13 drone telah ditembak jatuh.
Di salah satu distrik Kyiv, di mana salju menutupi tanah, penduduk mengatakan mereka mendengar deru mesin pesawat tak berawak Iran Shahed yang keras diikuti oleh ledakan kuat di sebuah gedung di sebelah rumah mereka.
Puluhan ribu orang telah terbunuh, jutaan lainnya mengungsi dan kota-kota menjadi puing-puing sejak Rusia menginvasi tetangganya pada 24 Februari, dengan mengatakan bahwa hal itu diperlukan untuk melindungi penutur bahasa Rusia dari kaum nasionalis sayap kanan Ukraina.
Kyiv dan sekutunya menyebutnya perang pilihan tanpa alasan.
"Tidak ada ketenangan di garis depan," kata Zelenskyy dalam pidatonya. Ia menggambarkan penghancuran kota-kota di timur oleh Rusia dengan artileri "sehingga hanya reruntuhan dan kawah kosong" yang tersisa.
Advertisement