Liputan6.com, Ankara - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Swedia seharusnya tidak lagi mengharapkan dukungan Turki atas keanggotaannya di NATO. Pernyataan Erdogan itu muncul setelah aksi pembakaran salinan Al-Qur'an di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Sabtu (21/1/2023).
"Mereka yang mengizinkan penistaan agama seperti itu di depan kedutaan kami tidak lagi dapat mengharapkan dukungan kami bagi keanggotaan NATO mereka," kata Erdogan seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (24/1).
Baca Juga
"Jika Anda sangat mencintai anggota organisasi teroris dan musuh Islam dan melindungi mereka maka kami menyarankan Anda untuk meminta dukungan mereka demi keamanan negara Anda," imbuhnya.
Advertisement
Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom menolak mengomentari pernyataan Erdogan. Kepada Reuters, Billstrom mengatakan ingin memahami lebih dulu dengan tepat apa yang disampaikan Erdogan.
"Tetapi Swedia akan menghormati kesepakatan yang ada antara Swedia, Finlandia, dan Turki mengenai keanggotaan NATO kami," terangnya.
Swedia Butuh Persetujuan Turki
Swedia dan Finlandia mendaftar untuk bergabung dengan NATO tahun lalu, tepatnya setelah invasi Rusia ke Ukraina. Namun, agar dapat bergabung, mereka harus mendapat persetujuan dari 30 negara anggota NATO.
Turki, sebelumnya menyatakan, Swedia pertama-tama harus mengambil sikap yang lebih jelas terhadap apa yang mereka sebut sebagai teroris. Pernyataan Erdogan ini merujuk pada kelompok militan Kurdi dan mereka yang menurutnya bersalah atas upaya kudeta pada tahun 2016, di mana Swedia dituduh melindungi mereka.
"Jadi, jika Anda tidak menyerahkan teroris Anda kepada kami, kami tidak dapat meneruskannya (persetujuan) melalui parlemen," kata Erdogan beberapa waktu lalu seperti dilansir VOA.
"Agar ini lolos parlemen, pertama-tama Anda harus menyerahkan lebih dari 100, sekitar 130 teroris ini kepada kami," kata Erdogan.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Ned Price mengatakan, Finlandia dan Swedia telah siap untuk bergabung dengan NATO, tetapi menolak berkomentar apakah Washington menganggap komentar Erdogan berarti menutup pintu bagi mereka.
"Pada akhirnya, ini adalah keputusan dan konsensus yang harus dicapai Finlandia dan Swedia dengan Turki," kata Price.
Advertisement
AS Kutuk Aksi Rasmus Paludan
Lebih lanjut, Price mengatakan bahwa membakar kitab suci adalah tindakan yang kurang ajar. Dia menambahkan, mereka yang menjadi dalang di balik pembakaran salinan Al-Qur'an di Swedia mungkin dengan sengaja mencoba melemahkan persatuan NATO dan sekutu Washington di Eropa.
"Kami memiliki pepatah... sesuatu bisa saja sah, tetapi mengerikan. Saya pikir dalam kasus ini, apa yang telah kita lihat dalam konteks Swedia termasuk dalam kategori itu," tutur Price.
Pembakaran salinan Al-Qur'an, yang dilakukan oleh ekstremis sayap kanan Rasmus Paludan, telah menuai kutukan dari penjuru dunia. Itu bukan aksi pertama Paludan membakar Al-Qur'an.