Liputan6.com, Washington, DC - Menjelang satu tahun invasi Rusia di Ukraina, Amerika Serikat dan Uni Eropa masih konsisten membantu Ukraina dari gempuran. Di sisi lain, Rusia memiliki kedekatan dengan Republik Rakyat China yang enggan secara eksplisit mengecam peperangan yang terjadi.
Sepanjang tahun lalu, Rusia-China juga dilaporkan masih memegang kemitraan tanpa batas (No Limits).
Advertisement
Baca Juga
Apabila kemitraan No Limits itu membuat China memberikan bantuan militer ke Rusia, pihak AS menegaskan akan memberikan respons yang signifikan.
"Bahwa kami memahami adalah keselarasan strategis antara RRC dan Rusia, tetapi jika kita melihat China menyediakan dukungan materil kepada Rusia dalam perangnya melawan Ukraina, itu akan secara fundamental mengubah relasi kami dengan RRC dan memiliki konsekuensi-konsekuensi signifikan terhadapnya," ujar Asisten Menlu AS Karen Donfried dikutip dari situs Kemlu AS, Kamis (16/2/2023).
Donfried berkata bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin sebenarnya percaya diri bisa menang dengan cepat. Putin lantas disebut salah perkiraan terhadap keberanian masyarakat Ukraina dan aliansi Barat melawan peperangan.
"Putin mengekspektasikan kemenangan cepat, tetapi ia meremehkan tekad, kapabilitas, dan keberanian rakyat Ukraina. Putin juga meremehkan tekad AS dan persatuan tak tergoyahkan dari sekutu-sekutu dan mitra-mitra kita untuk berdiri bersama Ukraina selama mungkin. Amerika Serikat berjuang bersama dunia untuk mendukung rakyat Ukraina sebagaimana mereka mempertahankan kemerdekaan dan demokrasi melawan perang brutal Rusia," papar Donfried.
Ia pun berkata Vladimir Putin ingin menghancurkan Barat.
"Putin berpikir ia bisa menghancurkan Barat dan menundukkan Ukraina. Ia salah. Satu tahun berjalan, komitmen kami belum pudar," tegas Donfried.
Dubes Rusia: Ini Perang Proxy, Ukraina Kalah Tanpa NATO
Sebelumnya pada Desember 2022, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, berkata bahwa Ukraina mendapat bantuan NATO sehingga bisa bertahan. Dubes Rusia berkata ada perang proxy.Â
"Tentu tak mudah karena sekarang kita bertarung tidak melawan Ukraina tapi melawan NATO," ujar Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Rabu (21/12/2022).Â
Dubes Rusia bahkan berkata operasi militer negaranya bisa berakhir pada April 2022 jika Ukraina tidak dibantu NATO. Rusia lantas menyalahkan NATO yang melakukan perang proxy di tengah invasi.
"Jadi ini adalah perang proxy," ujar Dubes Rusia. "Bagi kami makna perang di Ukraina adalah perang proxy oleh barat dengan menggunakan Ukraina."
Meski pemerintah Inggris menyebut Rusia sedang mengalami kesulitan persenjataan, Dubes Vorobieva menyebut tentara Rusia masih terus bergerak maju.Â
"Kami bisa melihat bahwa tentara kami bergerak maju. Pertempurannya saya bilang sangat berat," ucapnya.Â
Lebih lanjut, Dubes Rusia juga berkata situasi ekonomi di negaranya tidak mengalami krisis, meski terkena sanksi. Sektor perbankan Rusia menjadi sasaran sanksi internasional. Dubes Rusia berkata sanksi-sanksi internasional bersifat ilegal, sehingga ia pun sampai harus membawa uang tunai terus.
Advertisement
Ukraina: Balon Mata-Mata Rusia Terdeteksi di Kyiv, Sebagian Besar Ditembak Jatuh
Otoritas militer Ukraina mengklaim bahwa enam balon Rusia terdeteksi di Kyiv dan sebagian besar telah ditembak jatuh. Balon-balon tersebut diduga membawa peralatan pengintaian.
"Tujuan peluncuran balon kemungkinan untuk mendeteksi dan melemahkan pertahanan Ukraina," ungkap otoritas militer Ukraina seperti dikutip dari ABC News, Kamis (16/2/2023).Â
Sesaat sebelum pengumuman tersebut datang, juru bicara angkatan udara Ukraina Yuriy Ihnat mengatakan, Rusia dapat menggunakan balon dalam upaya mempertahankan stok drone pengintainya.
"Drone pengintai seperti Orland-10 sekarang lebih jarang digunakan dan mereka berpikir 'Mengapa kita tidak menggunakan balon?' Jadi, mereka menggunakannya," tutur Ihnat.
Dia kemudian mengonfirmasi bahwa sirene serangan udara meraung di ibu kota pada Rabu karena balon terbang tersebut.
Rusia sejauh ini belum berkomentar terkait isu balon ini.
Â
Rusia Masih Terus Menyerang
Sementara itu, Rusia mengaku telah menembus dua garis pertahanan berbenteng di Ukraina timur. Didukung oleh puluhan ribu pasukan cadangan yang direkrut pada Desember, Rusia dilaporkan telah mengintensifkan serangan di seluruh Ukraina selatan dan timur dalam beberapa pekan terakhir.
Puncak serangan besar baru disebut-sebut terjadi pada momen peringatan satu tahun invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.
Pada Rabu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, pasukan Ukraina telah mundur di wilayah Luhansk. Laporan ini belum dapat diverifikasi.
"Selama penyerangan... pasukan Ukraina mundur secara acak ke jarak hingga 3 km dari garis yang diduduki sebelumnya," terang kementerian Rusia melalui aplikasi perpesanan Telegram.
"Bahkan garis pertahanan kedua musuh yang lebih dibentengi tidak dapat menahan terobosan militer Rusia."
Kementerian Rusia tidak merinci di bagian mana di wilayah Luhansk serangan itu terjadi.
Masih pada Rabu, Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hanna Malyar menuturkan, pasukan Rusia melancarkan serangan sepanjang waktu. Namun, dia tidak menyebutkan wilayahnya.
"Situasinya tegang. Ya, sulit bagi kami. Tapi, para pejuang kami tidak membiarkan musuh mencapai tujuan mereka dan menimbulkan kerugian yang sangat serius," ujar Malyar via Telegram.
Advertisement