Liputan6.com, Washington - Majelis Umum PBB pada Kamis (23/2/2023), menyetujui resolusi tidak mengikat yang menegaskan kembali dukungan bagi kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina; menuntut Rusia segera, sepenuhnya serta tanpa syarat menarik semua pasukan militernya dari wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara internasional; dan menyerukan penghentian permusuhan.
Resolusi, yang disusun oleh Ukraina setelah berkonsultasi dengan sekutunya, itu lolos dengan suara 141-7 dan 32 abstain.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan, pemungutan suara tersebut memberi lebih banyak bukti bahwa tidak hanya Barat yang mendukung negaranya.
Advertisement
"Pemungutan suara ini menentang argumen bahwa dunia bagian selatan tidak berpihak pada Ukraina," kata Kuleba seperti dikutip dari AP, Jumat (24/2/2023). "Banyak negara yang mewakili Amerika Latin, Afrika, Asia memilih mendukung."
Majelis Umum telah menjadi badan PBB terpenting terkait isu Ukraina mengingat Dewan Keamanan, yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan internasional, dilumpuhkan oleh veto Rusia.
Resolusi Majelis Umum PBB sendiri tidak mengikat secara hukum, tidak seperti resolusi Dewan Keamanan, namun berfungsi sebagai barometer opini dunia.
7 Negara Penentang
Adapun tujuh negara yang menentang resolusi Majelis Umum PBB adalah Rusia, Belarus, Nikaragua, Suriah, Korea Utara, Eritrea, dan Mali, yang telah mengembangkan hubungan militer yang erat dengan Rusia.
Menteri luar negeri dan diplomat dari lebih dari 75 negara berpidato di majelis selama dua hari, dengan banyak mendesak dukungan untuk resolusi yang menjunjung integritas teritorial Ukraina, prinsip dasar Piagam PBB yang harus diikuti oleh semua negara ketika mereka bergabung dengan organisasi dunia.
Perang tidak hanya menimbulkan kematian orang-orang tidak bersalah dan memicu gelombang pengungsi, namun juga berdampak ke seluruh dunia melalui kenaikan harga sejumlah komoditas.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk mengungkapkan bahwa per 21 Februari 2023, perang Ukraina telah menewaskan sedikitnya 8.006 warga sipil tewas dan menyebabkan 13.287 lainnya terluka.
Wakil Duta Besar Venezuela Joaquin Perez Ayestaran, yang berbicara atas nama 16 negara yang menentang atau abstain, menekankan bahwa sikap mereka merupakan penolakan pada tindakan memecah belah di Majelis Umum PBB dan semangat untuk berkompromi.
Advertisement
Sama-sama Cari Dukungan
Secara lebih luas, Rusia dan Ukraina telah berusaha mendapatkan dukungan dari seluruh dunia.
Kepala kantor kepresidenan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Andriy Yermak, pada Selasa (21/2) membahas tentang resolusi PBB dengan penasihat keamanan nasional India.
"Karena Ukraina tertarik pada dukungan seluas mungkin untuk resolusi tersebut, khususnya dari negara-negara belahan dunia selatan," ungkap pernyataan dari kantor Zelensky.
India memiliki ketergantungan Perang Dingin pada Uni Soviet dan beberapa kali abstain dari pemungutan suara pada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut Rusia menghentikan invasi.
Negara-negara yang kurang kuat, termasuk banyak negara di Afrika, juga terjebak dalam pertikaian diplomatik.
"Kami dijajah dan kami memaafkan mereka yang menjajah kami. Sekarang penjajah meminta kami untuk menjadi musuh Rusia, yang tidak pernah menjajah kami, apakah itu adil?" tanya Menteri luar negeri Uganda Abubaker Jeje Odongo kepada kantor berita Sputnik beberapa waktu lalu.
Rusia adalah pemasok senjata utama untuk Afrika dan Odongo juga mencatat bahwa sebagian besar peralatan militer negaranya adalah buatan Rusia.