Liputan6.com, Taipei - Kementerian pertahanan Taiwan mengatakan pada Rabu 1 Maret 2023 bahwa pihaknya telah melihat 19 pesawat angkatan udara China di zona pertahanan udaranya dalam 24 jam terakhir, bagian dari apa yang disebut Taipei sebagai gangguan rutin oleh Beijing.
Mengutip Channel News Asia, Rabu (1/2/2023), Kementerian pertahanan Taiwan mengatakan 19 pesawat tempur J-10 telah terbang ke sudut barat daya zona identifikasi pertahanan udara pulau itu, atau ADIZ, meskipun lebih dekat ke pantai China daripada Taiwan menurut peta yang dirilis kementerian itu.
Baca Juga
Pasukan Taiwan memantau situasi, termasuk mengirim pesawat angkatan udaranya sendiri, tambah kementerian itu, menggunakan ungkapan normal untuk tanggapannya terhadap serangan China semacam itu. Namun, pesawat itu tidak melintasi garis median Selat Taiwan yang sensitif, yang sebelumnya berfungsi sebagai penghalang tidak resmi antara kedua pihak tetapi angkatan udara China telah terbang hampir setiap hari sejak melakukan latihan perang di dekat Taiwan Agustus 2023 lalu.
Advertisement
Tidak ada tembakan yang dilepaskan dan pesawat China telah terbang di ADIZ Taiwan, bukan di wilayah udara teritorialnya.
ADIZ adalah area yang lebih luas yang dipantau dan dipatroli Taiwan yang bertindak untuk memberikan lebih banyak waktu untuk menanggapi setiap ancaman.
Taiwan, yang dianggap China sebagai wilayahnya sendiri, selama tiga tahun terakhir mengeluhkan peningkatan aktivitas militer China di dekat pulau itu saat Beijing berusaha untuk menegaskan klaim kedaulatannya.
China mengatakan kegiatannya di wilayah itu dibenarkan karena berusaha mempertahankan integritas teritorialnya dan untuk memperingatkan Amerika Serikat agar tidak "berkolusi" dengan Taiwan, meskipun hal ini menimbulkan kemarahan di Taipei.
Pemerintah Taiwan yang terpilih secara demokratis telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan China, tetapi mengatakan pulau itu akan mempertahankan diri jika diserang dan hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depan mereka sendiri.
AS-China Diselimuti Perselisihan yang Makin Mendalam Akibat Insiden Balon Mata-Mata
Sebelumnya, keretakan antara Amerika Serikat dan China disebut kian melebar. Perselisihan keduanya semakin berisiko tinggi menyusul insiden balon mata-mata.
Perselisihan terbaru terjadi pada Jumat 17 Februari, dengan Presiden AS Joe Biden bersikeras dia "tidak akan meminta maaf" karena menembak jatuh balon yang diduga peralatan mata-mata China.
Beberapa jam kemudian, kementerian luar negeri China mengatakan AS "tidak dapat meminta dialog sambil memicu ketegangan."
China terus menyangkal bahwa mereka mengirim balon mata-mata, bahkan ketika AS terus mengungkapkan lebih banyak detail tentang objek itu untuk mendukung tuduhan mereka, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (18/2/2023).
Tetapi di luar perselisihan itu, cara Beijing dan Washington menanggapi satu sama lain telah diteliti dengan cermat ketika dunia bergulat dengan implikasi insiden itu terhadap keamanan nasional dan stabilitas geopolitik.
Hasil bersihnya, kata para pengamat, adalah bahwa; itu telah mengeraskan posisi - memperdalam ketidakpercayaan di antara mereka yang waspada terhadap China atau AS - dan membuatnya secara signifikan lebih sulit bagi Washington dan Beijing untuk menutup kesenjangan di antara mereka.
Advertisement
AS Desak China Lebih Jujur tentang Asal-Usul Pandemi COVID-19
Selain itu, bicara soal China, belakangan negara tersebut kembali disorot AS perihal asal usul Virus Corona COVID-19.
Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk China Nicholas Burns pada Senin (27/2/2023), meminta Beijing untuk lebih jujur tentang asal-usul COVID-19. Pada Minggu (26/2), media AS melaporkan bahwa Kementerian Energi AS telah menyimpulkan, virus corona secara tidak sengaja berasal dari kebocoran sebuah laboratorium di Wuhan.
Kementerian Energi AS membuat kesimpulan tersebut dengan level "keyakinan rendah", yang artinya bukti yang mendukung teori itu tidak lengkap atau dipertanyakan.
Sebelumnya, Kementerian Energi belum menyimpulkan bagaimana virus corona bermula.
Merespons pernyataan Burns, Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa asal mula wabah global tersebut adalah tentang sains dan tidak boleh dipolitisasi. Demikian seperti dikutip dari BBC, Selasa (28/2).
Sementara itu, badan-badan AS lainnya telah menarik kesimpulan yang berbeda dengan level keyakinan yang berbeda-beda pula. FBI pada tahun 2021 menyimpulkan dengan level "keyakinan sedang" bahwa virus corona berasal dari kebocoran laboratorium.
Studi lain menyebutkan bahwa virus corona berasal dari hewan di pasar makanan laut dan satwa liar Huanan di Wuhan.
Laporan tidak rahasia yang dirilis oleh pejabat mata-mata AS pada Oktober 2021 mengatakan bahwa empat badan intelijen AS dengan "keyakinan rendah" menyimpulkan bahwa virus corona berasal dari hewan yang terinfeksi atau virus terkait.
Namun, satu agensi intelijen memiliki "keyakinan sedang" bahwa infeksi manusia pertama kemungkinan besar adalah hasil dari kecelakaan laboratorium, yang mungkin melibatkan eksperimen atau penanganan hewan oleh Wuhan Institute of Virology.
Direktur FBI Sebut COVID-19 Kemungkinan Berasal dari Lab Milik Pemerintah China
Yang terbaru, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan bahwa bironya meyakini COVID-19 "kemungkinan besar" berasal dari "laboratorium yang dikendalikan pemerintah China".
"FBI sudah cukup lama menilai bahwa asal-usul pandemi kemungkinan besar merupakan potensi insiden laboratorium," katanya kepada Fox News.
Mengutip CNN, Senin (1/3/2023), ini adalah konfirmasi publik pertama dari penilaian rahasia FBI tentang bagaimana virus pandemi COVID-19 muncul.
Sementara itu, China membantah kebocoran laboratorium di Wuhan, menyebut tuduhan itu memfitnah.
Advertisement