Liputan6.com, Mombasa - Lepas pantai Mombasa, Kenya, pagi itu membawa kabar duka akibat sebuah tragedi yang hingga kini masih terus diperingati.
Pada 29 April 1994, laporan awal menunjukkan sedikitnya 39 jasad telah ditemukan, demikian melansir dari UPI. Angka tersebut adalah korban tewas dari tenggelamnya sebuah kapal feri MV Mtongwe yang kelebihan muatan di perairan yang ada hiunya.
Baca Juga
Jumlah korban kemudian dilaporkan melonjak, The Standard menyebut bahwa korban tewas telah mencapai 272 orang.
Advertisement
Feri tersebut diketahui berkapasitas resmi 200 orang, tetapi hari itu sebanyak lebih dari 300 orang dibawa untuk berlayar.
Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh juru bicara kepolisian bahwa MV Mtongwe membawa lebih dari 300 orang ketika kapal terbalik.
Kapal itu kemudian tenggelam di Samudera Hindia, sekitar 100 kaki atau 30 meter dari pantai.
Juru bicara kepolisian mengatakan bahwa para penyelam dan sukarelawan segera melakukan pencarian ekstensif untuk korban selamat, tetapi ratusan penumpang dikhawatirkan telah tenggelam.
Feri itu datang dari Mtongwe di daratan selatan menuju Pulau Mombasa. Feri, yang dioperasikan oleh Otoritas Pelabuhan Kenya, itu digunakan terutama oleh komuter lokal.
Jumlah korban tewas cukup untuk menjadikan tragedi ini sebagai salah satu kecelakaan laut terburuk dalam sejarah Kenya.
Misi Berisiko Bagi Para Penyelam
Pencarian terus dilakukan, tetapi kabar dukalah yang justru terus-menerus datang dengan semakin bertambahnya angka korban tewas. Memupuskan harapan akan ditemukannya lebih banyak orang yang selamat.
Mike Osinde, perwira Angkatan Laut Kenya, merupakan salah satu dari tim penyelam di hari itu 29 tahun lalu itu.
Kabar terjadinya kecelakaan sampai ke markas AL Kenya ketika para anggota sedang melapor. Mereka kemudian dengan cepat berganti peralatan selam dan menuju ke lokasi kejadian.
Penyelam sipil bergabung dalam operasi penyelamatan dan pemulihan, yang berlangsung sepanjang hari.
Upaya ini memiliki risiko yang besar, penyelam diharuskan untuk tetap fokus agar tidak ikut tenggelam sewaktu menyelamatkan korban.
Osinde nyaris masuk ke dalam daftar korban tewas. Ia sempat kehabisan oksigen dan kesulitan untuk kembali ke permukaan. Inilah mengapa para penyelam diwajibkan untuk tetap fokus.
Advertisement
Berubah Menjadi Misi Pemulihan
Sebagian besar penumpang yang belum ditemukan diyakini telah tewas karena sudah berjam-jam lamanya di dalam air.
Penyelam dan perahu penyelamat menyusuri perairan itu, membawa kembali jasad yang ditemukan ke pantai Mtongwe, di mana para kerabat dan keluarga menunggu orang tersayang mereka untuk diantar.
Tim penyelam terus bertahan, bekerja keras untuk mencari satu saja penumpang selamat, walaupun misi penyelamatan itu perlahan berubah menjadi misi pemulihan.
Akhirnya, rencana untuk mengapungkan feri mulai dilaksanakan.
Seluruh misi penyelamatan tersebut memakan waktu hingga dua minggu.
Penyelidikan atas tenggelamnya kapal feri MV Mtongwe ini mengarah kepada masalah kelebihan muatan dan kondisi feri.
Diketahui bahwa penumpang hampir mencapai 400 orang ketika kapal itu tenggelam dan lebih dari setengahnya kehilangan nyawa dalam insiden tersebut.
Jumlah korban sangat banyak sehingga jenazah harus ditempatkan di tempat terbuka untuk diidentifikasi.
Hingga kini, hari itu masih menjadi sebuah kenangan buruk bagi negara tersebut. Meninggalkan tangis dan duka mendalam bagi banyak orang.
29 Migran Tewas Akibat Kapal Tenggelam di Lepas Pantai Tunisia
Sementara itu, Baru bulan lalu, sebuah kapal tenggelam dan memakan korban jiwa di Tunisia.
Setidaknya 29 migran tewas setelah dua kapal yang mereka tumpangi tenggelam di lepas pantai Tunisia. Para migran mencoba menyeberangi Mediterania untuk mencapai Italia.
Ini adalah yang terbaru dari serangkaian kapal migran yang terbalik di lepas pantai Tunisia dalam beberapa hari belakangan. Lima kapal lainnya tenggelam dalam empat hari terakhir.
Tragedi ini terjadi setelah Tunisia meluncurkan kampanye melawan migran Afrika yang tidak berdokumen.
Sementara itu, pejabat Italia di Pulau Lampedusa mengatakan mereka kewalahan, setelah 2.500 migran tiba dalam 24 jam terakhir. Demikian seperti dilansir BBC, Senin (27/3/2023).
Perdana Menteri Italia yang berhaluan kanan, Giorgia Meloni, telah memperingatkan Eropa berisiko melihat gelombang besar pengungsi tiba di pantainya.
Tunisia telah menjadi pusat bagi para migran yang ingin mencapai Eropa. PBB menunjukkan setidaknya 12.000 migran yang mendarat di pantai Italia tahun berangkat dari Tunisia. Angka itu hanya 1.300 pada periode waktu yang sama tahun lalu.
Advertisement