Liputan6.com, Sukhumi - Pesawat Orbi Georgian Airways Tu-154B diserang peluru kendali yang ditembakkan dari darat (surface-to-air-missile) pada 22 September 1993. Pesawat yang berusia 17 tahun tersebut terbang dari ibu kota Georgia, Tbilisi ke Bandara Sukhumi-Babusheri (SUI).
Pesawat dihantam misil saat melakukan pendekatan terakhir menuju bandara. Kapten pesawat dilaporkan berhasil mendaratkan kendaraan tersebut di landasan pacu meski berakhir terbakar.
Baca Juga
Kebakaran pesawat yang dipenuhi dengan warga sipil dan beberapa pasukan keamanan Georgia ini menewaskan 108 dari 132 penumpang dan awak. Salah satu media Georgia menyebut bahwa Tu-154 sedang membawa pengungsi tetapi saat itu tidak ada verifikasi lebih lanjut.
Advertisement
Pada hari berikutnya, Tu-154 lain juga diserang saat tiba di bandara tetapi berhasil mendarat dengan selamat melansir dari simpleflying.com pada Jumat, (22/9/2023).
Serangan Pesawat Sukhumi 1993 tersebut terjadi selama empat hari dari 20-23 September 1993. Saat itu sedang terjadi perang di Abkhazia antara pasukan pemerintah Georgia dan separatis Abkhaz. Dikabarkan lima pesawat sipil milik Transair Georgia dan Orbi Georgian Airways hancur.
Pasukan Abkhazia bergerak menyerang bandara dalam upaya menghentikan pemerintah Georgia memasok berbagai barang untuk pasukannya.
Akibat dari pertempuran ini adalah hancurnya beberapa pesawat dan korban jiwa. Dua pesawat pertama, Tupolev Tu-134A rusak dihantam misil. Salah satu pesawat Tu 134A tersebut jatuh di Laut Hitam menewaskan 27 penumpang dan awak.
Pemerintah Georgia Tawarkan Otonomi
Selanjutnya pada tanggal 23 September, Transair Tu-134A terbakar setelah dihantam roket Grad menyebabkan satu awak tewas. Pada hari yang sama, pesawat ORBI Tu-154 kedua dilaporkan terkena tembakan mortir atau artileri. Akibatnya pesawat tersebut dikabarkan hancur total.
Saat itu konflik antara Georgia dan kelompok separatis di Abkhazia masih berlangsung tenang. Pemerintah Georgia telah menawarkan otonomi "substantial" kepada Abkhazia pada berbagai kesempatan tetapi tampaknya tidak disambut. Abkhazia secara de facto juga merupakan negara merdeka.
Konflik yang diduga akibat dari runtuhnya Uni Soviet itu berlangsung selama 13 bulan sebelum gencatan senjata yang ditengahi oleh Rusia. Meskipun perjanjian gencatan senjata telah disepakati tetapi pada akhirnya gagal dan konflik kembali bergelora pada April 1998.
Rusia kembali menengahi gencatan senjata kedua pada bulan Mei setelah menelan banyak korban jiwa dan 20.000 orang Georgia menjadi pengungsi.
Advertisement