Liputan6.com, Kigali - Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada Rabu (20/9/2023) mengumumkan bahwa mereka telah menetapkan empat monumen peringatan genosida di Rwanda sebagai Situs Warisan Dunia.
Penunjukan tersebut diumumkan pada sesi Komite Warisan Dunia UNESCO di Riyadh, Arab Saudi, pada hari yang sama.
Keempat situs tersebut adalah Kigali Genocide Memorial; Murambi Genocide Memorial Centre di selatan Rwanda; Nyamata Genocide Memorial di timur Rwanda; dan Bisesero Genocide Memorial di barat Rwanda.
Advertisement
🔴BREAKING!Just inscribed on the @UNESCO #WorldHeritage List: Memorial sites of the Genocide: Nyamata, Murambi, Gisozi and Bisesero, #Rwanda 🇷🇼.➡️ https://t.co/69Xvi4BtYv #45WHC pic.twitter.com/6CQY9bmknD
— UNESCO 🏛️ #Education #Sciences #Culture 🇺🇳 (@UNESCO) September 20, 2023
Genosida Rwanda menargetkan sebagian besar kelompok minoritas Tutsi dan juga Hutu moderat yang ditembak dan dipukuli hingga tewas oleh ekstremis Hutu antara bulan April dan Juli 1994.
Menurut para penyintas, masing-masing situs memiliki karakteristik berbeda yang menunjukkan betapa kejamnya pembantaian korban genosida.
Situs Kigali, yang merupakan situs utama, adalah rumah peristirahatan bagi 250.000 korban genosida yang ditemukan di jalanan, rumah, dan kuburan massal di Kigali dan sekitarnya.
Sementara itu, hanya 34 orang yang diperkirakan selamat dari pembantaian di Murambi. Dilaporkan terhadap 50.000 jasad korban genosida yang terkubur di situs ini.
Di gereja Nyamata di Rwanda timur, sekitar 45.000 orang yang mencari perlindungan di sana dibantai dalam satu hari. Sebagian besar jasad korban mereka dimakamkan di pemakaman massal di belakang gereja.
Adapun situs Bisesero memperingati perlawanan etnis Tutsi terhadap pelaku genosida yang dilakukan dengan senjata tradisional termasuk tombak, parang, dan tongkat. Terdapat 40.000 orang yang disebut tewas di daerah sekitar Bisesero.
"Pencantuman bersejarah situs Bisesero, Gisozi, Murambi, dan Nyamata dalam Daftar Situs Warisan Dunia UNESCO meningkatkan visibilitas internasional dan juga menghormati kenangan para korban yang mereka wakili di seluruh dunia. Pengakuan ini memperkuat perjuangan melawan penolakan genosida dan akan mendidik generasi sekarang dan masa depan," ungkap Menteri Persatuan Nasional dan Keterlibatan Sipil Rwanda Jean-Damascene Bizimana, seperti dilansir Anadolu, Sabtu (23/9).
Juru bicara pemerintah Rwanda Yolande Makolo juga merespons positif dengan menuliskan di X, "Keputusan bersejarah ini akan membantu menjaga ingatan, melawan penolakan, dan memperkuat upaya pencegahan genosida secara global. #NeverAgain."
Upaya Sejak Tahun 2012
Philbert Gakwenzire, ketua Ibuka, organisasi payung yang menghubungkan kelompok-kelompok yang membantu para penyintas genosida Rwanda, menggarisbawahi bahwa keputusan UNESCO akan membantu meningkatkan pelestarian situs-situs peringatan dan meningkatkan kunjungan ke situs-situs tersebut agar masyarakat memahami bahaya genosida.
Sejak tahun 2012, komunitas lokal, pakar nasional, dan internasional, serta kelompok penasihat terkait berkolaborasi erat dalam proses yang mencapai puncaknya pada Rabu, yakni pengakuan UNESCO atas keempat situs tersebut.
Pada tahun 2018, Majelis Umum PBB menetapkan 7 April sebagai Hari Refleksi Internasional atas Genosida terhadap kelompok etnis Tutsi tahun 1994, yang menyebabkan sekitar 1 juta orang tewas dalam rentang waktu 100 hari.
Kabar baik bagi Rwanda tidak hanya itu saja. Pada Selasa (19/9), UNESCO juga memasukkan Taman Nasional Nyungwe di negara itu ke dalam Daftar Warisan Dunia, menjadikannya situs pertama di Rwanda yang memperoleh status tersebut.
Advertisement