Liputan6.com, Beijing - Xi Jinping menjanjikan perusahaan-perusahaan asing akses yang lebih besar ke pasar China dan pembiayaan baru lebih dari USD 100 miliar kepada negara-negara berkembang. Hal itu diungkapkannya saat membuka Belt and Road Initiative Forum pada Rabu (18/10/2023).
Belt and Road Initiative (BRI) yang menjadi ciri era Xi Jinping telah membangun pembangkit listrik, jalan raya, rel kereta api, dan pelabuhan di seluruh dunia serta memperdalam hubungan China dengan Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Timur Tengah. Namun, di lain sisi, pinjaman besar-besaran untuk mendukung proyek-proyek BRI telah membebani sejumlah negara dengan utang yang besar, yang dalam beberapa kasus menyebabkan China mengambil kendali atas aset-aset tersebut.
Baca Juga
Dalam pidatonya sambutannya di Aula Besar Rakyat yang penuh hiasan dan megah, Xi Jinping berjanji bahwa dua bank pembangunan yang didukung China, yaitu China Development Bank dan Export–Import Bank of China, masing-masing akan menyiapkan pendanaan sebesar USD 47,9 miliar. Tambahan USD 11 miliar akan diinvestasikan dalam Silk Road Fund untuk mendukung proyek-proyek BRI.
Advertisement
"Kami akan menghapus secara komprehensif pembatasan akses investasi asing di sektor manufaktur," kata Xi Jinping seperti dilansir AP, Kamis (19/10).
Dia mengatakan China akan lebih membuka perdagangan lintas batas dan investasi di bidang jasa serta memperluas akses pasar untuk produk digital dan melakukan reformasi di badan usaha milik negara dan di sektor-sektor seperti ekonomi digital, hak kekayaan intelektual, dan pengadaan pemerintah.
Janji-janji China datang pada saat perekonomian negara itu sedang melambat dan investasi asing anjlok.
Xi Jinping menyinggung upaya Amerika Serikat (AS) dan sekutunya untuk mengurangi ketergantungan mereka pada manufaktur dan rantai pasokan China di tengah meningkatnya persaingan dan perselisihan diplomatik, serta menegaskan kembali janji bahwa China akan menciptakan lingkungan yang lebih adil bagi perusahaan asing.
"Kami tidak terlibat dalam konfrontasi ideologis, permainan geopolitik, atau konfrontasi politik klik," tegas Xi Jinping. "Kami menentang sanksi sepihak, pemaksaan ekonomi, serta pemisahan dan pemutusan rantai (pasokan)."
Putin Bela Belt and Road Initiative
Mengulangi keluhan soal upaya-upaya AS dimaksudkan untuk membatasi pertumbuhan China, Xi Jinping mengatakan bahwa memandang pembangunan negara lain sebagai ancaman atau menganggap saling ketergantungan ekonomi sebagai risiko tidak akan membuat kehidupan seseorang menjadi lebih baik atau mempercepat pembangunannya.
"China hanya bisa berhasil jika dunia juga baik-baik saja," ujarnya. "Ketika China berhasil dengan baik, dunia akan menjadi lebih baik lagi."
Perwakilan dari lebih dari 130 negara berkembang menghadiri BRI Forum, termasuk setidaknya 20 kepala negara dan pemerintahan. Kehadiran Presiden Vladimir Putin sendiri dinilai mencerminkan dukungan ekonomi dan diplomatik China terhadap Rusia di tengah isolasi yang diakibatkan oleh perang Ukraina.
Berbicara di BRI Forum tepat setelah Xi Jinping, Putin memuji BRI sungguh penting, global, berorientasi masa depan, bertujuan untuk menciptakan hubungan dunia yang lebih adil dan multipolar.
"Ini benar-benar sebuah rencana global," katanya, seraya menambahkan bahwa hal ini sejalan dengan rencana Rusia untuk membentuk ruang Eurasia yang luas, sebagai ruang kerja sama dan interaksi orang-orang yang berpikiran sama, di mana berbagai proses integrasi akan saling terkait.
Dia merujuk pada organisasi regional lainnya, seperti Organisasi Kerja Sama Shanghai yang berorientasi pada keamanan, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dan Uni Ekonomi Eurasia yang beranggotakan negara-negara bekas Soviet.
Beberapa pejabat Eropa termasuk duta besar Prancis dan Italia untuk China serta mantan Perdana Menteri Perancis Jean-Pierre Raffarin keluar saat Putin berpidato dan kembali setelahnya.
Pada Selasa, Putin bertemu dengan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, yang merupakan satu-satunya pemimpin pemerintah Uni Eropa yang menghadiri forum tersebut. Peristiwa itu adalah pertemuan langka seorang presiden Rusia dengan pemimpin Eropa sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Adapun pertemuan Putin dan Xi Jinping berlangsung setelah upacara pembukaan Belt and Road Initiative Forum.
Advertisement
4 Hal Penting yang Disuarakan Indonesia
Turut hadir pula dalam pertemuan BRI Forum, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Sementara sebagian besar negara-negara Eropa Barat dan sekutu AS mengirimkan pejabat tingkat rendah atau mantan pejabatnya.
Guterres menyoroti potensi BRI untuk melakukan pembangunan di daerah-daerah yang terabaikan dan menekankan perlunya proyek-proyek yang ramah lingkungan. Dia mengatakan inisiatif ini dapat membantu mendorong transisi dari ketergantungan pada bahan bakar fosil.
"Negara-negara berkembang akan membutuhkan dukungan besar-besaran untuk transisi energi yang adil dan merata menuju energi terbarukan sekaligus menyediakan listrik yang terjangkau bagi semua orang," tutur Guterres.
Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia menyuarakan empat hal penting dalam membangun konektivitas di sebuah negara. Hal tersebut disampaikannya dalam sambutan di hadapan peserta High Level Forum bertema "Connectivity in an Open Global Academy" di China National Convention Center, Beijing.
"Empat hal itu apa saja? Harus memberikan manfaat ekonomi, dilakukan merata dan inklusif, memperhatikan aspek keberlanjutan, dan harus didukung pengembangan sumber daya manusia dan alih teknologi," ungkap Jokowi melalui akun Instagram-nya.
"Saya juga memaparkan pembangunan konektivitas yang telah dilakukan Indonesia sembilan tahun terakhir, bahwa sampai akhir 2023 ini Indonesia membangun lebih 2.000 kilometer jalan tol, membangun jalan-jalan nontol, pelabuhan, dan bandara-bandara baru. Selain infrastruktur besar, infrastruktur kecil di seluruh desa di Tanah Air seperti lebih dari 320 ribu km jalan desa, 1,7 juta meter jembatan, dan lain-lain."
Presiden Jokowi menambahkan, "Indonesia juga terus memperluas konektivitas digital untuk menjangkau daerah terluar atau perbatasan, serta fasilitas-fasilitas pelayanan masyarakat seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan. Semua itu dapat mendongkrak daya saing ekonomi dan investasi Indonesia, serta menjadi fundamental pertumbuhan yang kokoh dan berkelanjutan."
Melalui BRI, China telah menjadi penyandang dana utama proyek-proyek pembangunan setara dengan Bank Dunia. Pemerintah China mengakui bahwa inisiatif ini telah meluncurkan lebih dari 3.000 proyek dan menggalakkan investasi senilai hampir USD 1 triliun.
AS dan sejumlah sekutunya meyakini China menjalankan diplomasi perangkap utang; memberikan pinjaman kepada negara-negara miskin yang kemungkinan besar akan gagal bayar, sehingga memungkinkan Beijing mengambil alih kendali atas aset-aset terkait. Contoh kasus yang paling sering disebut adalah Sri Lanka, di mana pemerintahnya gagal bayar hingga membuat Pelabuhan Hambantota jatuh ke tangan China.
Sorotan lainnya terkait BRI adalah apakah inisiatif ini kini bertujuan menjadi lebih ramah lingkungan setelah satu dekade menjalankan proyek-proyek besar.