Liputan6.com, Jakarta - Begitu banyak laporan buruk mengenai cuaca tahun ini, seperti suhu panas global yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menyebabkan cuaca ekstrem yang berbahaya.
Para ilmuwan bahkan memperingatkan bahwa tahun 2024 mungkin akan lebih parah, sementara polusi karbon terus meningkat.
Baca Juga
Meskipun demikian, di tengah semua itu, masih terdapat sisi positifnya. Rekor energi terbarukan berhasil dicapai, menciptakan kemenangan besar bagi lingkungan. Banyak negara juga sedang mengambil langkah penting menuju masa depan yang tidak bergantung pada bahan bakar fosil.
Advertisement
Inilah 5 alasan untuk tetap positif di tengah tantangan iklim global di tahun 2023, merangkum dari CNN, Sabtu (13/1/2024):
1. Lonjakan Energi Terbarukan
Semakin mendesaknya kebutuhan untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil yang memicu pemanasan global telah menyoroti beberapa titik cerah dalam energi ramah lingkungan di berbagai belahan dunia.
Portugal membuat sejarah pada Halloween dengan mencatat rekor baru. Selama lebih dari enam hari berturut-turut, mulai dari 31 Oktober hingga 6 November, negara yang memiliki populasi lebih dari 10 juta orang ini, sepenuhnya menggunakan sumber energi terbarukan. Hal Ini menjadi contoh yang menginspirasi bagi dunia.
Menurut Badan Energi Internasional, tahun 2023 memperlihatkan peningkatan kapasitas energi terbarukan terbesar yang pernah ada
Meskipun menjadi salah satu negara penyumbang polusi iklim terbesar, Tiongkok telah mencatat kemajuan pesat di bidang energi terbarukan. Mereka bahkan berhasil mencapai target pembangkit listrik tenaga angin dan surya lima tahun lebih cepat dari rencana.
Laporan yang dirilis pada bulan Juni menunjukkan bahwa kapasitas tenaga surya Tiongkok kini melampaui gabungan kapasitas negara-negara lain di dunia, sebuah kemajuan yang dianggap mencengangkan oleh Global Energy Monitor.
Namun, tidak bisa diabaikan bahwa Tiongkok juga meningkatkan produksi batu bara pada tahun ini. Hal ini terjadi karena gelombang panas yang luar biasa meningkatkan permintaan akan energi untuk pendingin ruangan dan pendingin udara, sedangkan kekeringan yang berkepanjangan di bagian selatan negara itu mempengaruhi pasokan listrik dari pembangkit tenaga air yang mengandalkan curah hujan memadai.
Harapannya, produksi batu bara di negara itu akan mencapai puncaknya dan segera menurun. Terutama setelah Tiongkok dan Amerika Serikat mengumumkan kerja sama dalam mengatasi perubahan iklim pada bulan November, dengan janji untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan secara signifikan untuk menggantikan bahan bakar fosil.
2. Kesepakatan Iklim yang Menargetkan Bahan Bakar Fosil
Setelah lebih dari dua minggu perundingan yang melelahkan, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) iklim COP28 di Dubai berakhir pada bulan Desember dengan hampir 200 negara membuat komitmen baru untuk beralih dari bahan bakar fosil, sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Meskipun perjanjian ini tidak mengharuskan dunia untuk sepenuhnya menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas - yang didukung oleh lebih dari 100 negara - tetapi perjanjian tersebut menyerukan negara-negara untuk "berkontribusi" pada "transisi dari bahan bakar fosil ke dalam sistem energi."
Hal ini merupakan kali pertama seluruh bahan bakar fosil, yang menjadi penyebab utama krisis iklim, menjadi fokus dalam perjanjian COP.
Presiden COP28, Sultan Al Jaber, yang memimpin perundingan, menyebut perjanjian tersebut sebagai "sejarah" dan mengatakan bahwa hal tersebut mencerminkan "perubahan paradigma yang berpotensi mengubah perekonomian kita."
Pentingnya dampak kesepakatan ini pada akhirnya akan ditentukan oleh langkah-langkah konkret yang diambil oleh negara-negara untuk menerapkannya. Banyak ahli memperingatkan adanya kemungkinan celah yang dapat memungkinkan kelanjutan penggunaan bahan bakar fosil secara berkelanjutan.
Namun, kesepakatan mengenai bahan bakar fosil ini disambut dengan baik dan dianggap sebagai kemajuan signifikan.
"Kami mendorong masyarakat untuk melakukan hal-hal yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya," ujar utusan iklim AS John Kerry kepada Christiane Amanpour dari CNN setelah KTT tersebut, dan ia menggambarkannya sebagai "keberhasilan sejarah."
Advertisement
3. Menurunnya Deforestasi di Brasil
Setelah bertahun-tahun dengan deforestasi yang terus meningkat di Amazon Brazil, tahun ini menandai kemajuan signifikan dalam upaya mengurangi kerusakan hutan.
Amazon, sebagai hutan hujan terbesar di dunia, memiliki peran penting dalam menangani perubahan iklim. Hutan ini berfungsi sebagai penyerap karbon yang mengurangi polusi yang memicu pemanasan global di atmosfer.
Ketika hutan atau pohon-pohonnya rusak, mereka melepaskan gas rumah kaca. Deforestasi dan degradasi lahan bertanggung jawab atas sekurang-kurangnya sepersepuluh dari polusi karbon global.
Data dari pemerintah pusat menunjukkan penurunan deforestasi di Brasil sebesar 22,3 persen dalam 12 bulan hingga bulan Juli. Ini terjadi seiring dengan upaya Presiden Luiz Ignácio Lula da Silva dalam memperbaiki kerusakan hutan yang parah yang terjadi di masa pemerintahan pendahulunya, Jair Bolsonaro.
Menurut Marcio Astrini, ketua kelompok advokasi Climate Observatory, ini merupakan kemajuan mengesankan yang menandai kembalinya Brasil ke dalam diskusi tentang iklim.
Namun demikian, tingkat deforestasi di Brasil masih dua kali lipat dari angka terendah yang pernah tercatat pada tahun 2012. Sekitar 9.000 kilometer persegi hutan hujan rusak selama periode tersebut. Masih ada perjalanan panjang untuk memenuhi janji Lula dalam mencapai nol deforestasi pada tahun 2030.
4. Lapisan Ozon Membaik
Panel ahli yang didukung PBB mengumumkan pada bulan Januari bahwa lapisan ozon bumi akan sepenuhnya pulih dalam beberapa dekade ke depan, sejalan dengan penghapusan bahan kimia yang merusak ozon di seluruh dunia.
Fungsi lapisan ozon adalah melindungi planet dari sinar ultraviolet yang berbahaya. Sejak tahun 1980-an, para ilmuwan telah memperingatkan tentang kerusakan lapisan ini akibat zat-zat seperti klorofluorokarbon (CFC) yang digunakan secara luas dalam berbagai produk, mulai dari lemari es hingga aerosol dan pelarut.
Kerja sama internasional, terutama melalui Protokol Montreal yang diberlakukan pada 1989, berhasil secara bertahap menghilangkan penggunaan CFC. Pemulihan lapisan ozon dianggap sebagai salah satu pencapaian lingkungan terbesar di dunia.
Jika kebijakan global terus ditegakkan, lapisan ozon diperkirakan akan kembali ke level tahun 1980 pada tahun 2040 di sebagian besar wilayah dunia.
Namun, pemulihan di wilayah kutub membutuhkan waktu lebih lama, diproyeksikan pada tahun 2045 untuk Kutub Utara dan tahun 2066 untuk Antartika.
Meskipun demikian, sebuah studi yang diterbitkan pada bulan November menimbulkan keraguan terhadap proyeksi ini. Menurut penelitian tersebut dalam Nature Communications, lubang ozon di Antartika tidak hanya tetap luas, tetapi juga semakin dalam selama sebagian besar musim semi di wilayah tersebut.
Namun, beberapa ilmuwan merasa skeptis terhadap temuan tersebut karena mengandalkan periode waktu yang terlalu singkat untuk menggambarkan kondisi lapisan ozon dalam jangka panjang.
Advertisement
5. Lonjakan Penjualan Kendaraan Listrik
Kendaraan listrik telah mendapatkan popularitas yang pesat tahun ini, mencatat penjualan tertinggi sepanjang masa di Amerika. Di Tiongkok dan Eropa, minat masyarakat terhadap kendaraan listrik juga meningkat dengan signifikan.
Kendaraan listrik dianggap lebih ramah lingkungan karena jika didukung oleh sumber energi terbarukan, mereka lebih baik bagi lingkungan dibandingkan dengan mobil yang menggunakan bahan bakar gas dan diesel.
Menurut International Energy Agency, transportasi darat menjadi bagian penting dalam upaya mengurangi polusi yang menyebabkan pemanasan global, memegang tanggung jawab hingga seperenam dari total polusi global.
Di Amerika, penjualan kendaraan listrik sepenuhnya mencapai 1 juta unit pada tahun 2023, mencatat rekor tahunan, menurut laporan dari Bloomberg New Energy Finance.
Sekitar 8 persen dari penjualan kendaraan baru di AS selama paruh pertama tahun 2023 adalah kendaraan listrik, sedangkan di Tiongkok, angkanya mencapai 19 persen. Secara global, kendaraan listrik menyumbang sekitar 15 persen dari total penjualan kendaraan penumpang baru.
Di Eropa, penjualan kendaraan listrik meningkat 47 persen selama sembilan bulan pertama tahun 2023, menurut data dari Asosiasi Produsen Mobil Eropa (EAMA).
Namun, para dealer mobil telah mengingatkan bahwa penjualan mungkin akan turun karena konsumen menunggu kemunculan model yang lebih terjangkau, yang diperkirakan akan tersedia dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang.