Para Menlu Negara ASEAN Prihatin dengan Peningkatan Ketegangan di Laut China Selatan

Para menteri luar negeri di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pada Sabtu, 30 Desember 2023 menyatakan keprihatinan mereka atas meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 31 Des 2023, 16:02 WIB
Diterbitkan 31 Des 2023, 16:02 WIB
Ilustrasi bendera negara anggota ASEAN
Ilustrasi bendera negara anggota ASEAN. (Gambar oleh Thuận Tiện Nguyễn dari Pixabay )

Liputan6.com, Jakarta - Para menteri luar negeri di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pada Sabtu, 30 Desember 2023 menyatakan keprihatinan mereka atas meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.

Para Menlu negara ASEAN menyebut, ketegangan ini dapat mengancam perdamaian regional dan mendesak dilakukannya dialog damai antar pihak, dikutip dari Channel News Asia, Minggu (31/12/2023).

“Kami prihatin dengan perkembangan terkini di Laut China Selatan yang dapat merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan,” kata para diplomat ASEAN dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan itu muncul ketika Tiongkok dan Filipina saling tuding dalam beberapa bulan terakhir atas serangkaian pertikaian maritim dan ketika Manila menyebutkan perlunya mengubah pendekatannya karena upaya diplomatik menuju ke “arah yang buruk”.

Tiongkok menggambarkan tuduhan tersebut "hanya kebohongan belaka", dan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menutup mata terhadap "provokasi dan pelecehan" yang berulang kali dilakukan oleh Filipina.

Para menteri luar negeri ASEAN juga menegaskan kembali perlunya “menahan diri dalam melakukan aktivitas yang dapat memperumit atau meningkatkan perselisihan”.

“Kami menegaskan kembali pentingnya dialog damai yang memberikan kontribusi konstruktif terhadap peningkatan stabilitas regional dan kerja sama di bidang maritim.”

ASEAN dan Tiongkok telah berupaya untuk menciptakan kode etik di Laut China Selatan, sebuah rencana yang sudah ada sejak tahun 2002.

 

Kemajuannya Sangat Lambat

(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)

Namun kemajuannya berjalan lambat meskipun ada komitmen dari semua pihak untuk memajukan dan mempercepat proses tersebut.

Pembicaraan mengenai komponen-komponen kode etik ini belum dimulai di tengah kekhawatiran atas kesediaan Tiongkok untuk berkomitmen terhadap serangkaian aturan yang mengikat dan konsisten dengan hukum internasional.

Tiongkok mengklaim sebagian besar Laut China Selatan melalui “sembilan garis putus-putus” yang berputar sejauh 1.500 km di selatan daratan utama, memotong zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

Tiongkok pada Jumat (29/12) menunjuk mantan kepala angkatan laut Dong Jun sebagai menteri pertahanan baru. Dia sebelumnya menjabat sebagai wakil komandan di sebuah komando yang beroperasi di Laut China Selatan.

China Akan Terus Memberikan Tekanan Militer ke Filipina

Ilustrasi bendera Republik China. (Pixabay)
Ilustrasi bendera Republik China. (Pixabay)

Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan negaranya akan mempertahankan tekanan militer terhadap Filipina di tengah sengketa kedaulatan di Laut China Selatan.

Laporan Kantor Berita Xinhua seperti dilansir AP, Sabtu (23/12), menyebutkan bahwa dalam percakapan telepon pada Rabu (20/12/2023), dengan timpalannya dari Filipina, Enrique A. Manalo, Wang Yi memperingatkan jika Filipina salah menilai situasi, mengambil jalannya sendiri atau bahkan berkolusi dengan kekuatan eksternal yang mempunyai niat buruk untuk terus menimbulkan masalah, China akan mempertahankan haknya sesuai dengan hukum dan merespons dengan tegas.

Pernyataan Wang Yi muncul menyusul mobilisasi pasukan penjaga pantai dan milisi maritim China untuk memblokir misi pasokan Filipina dalam upaya mendukung tentara dan nelayannya.

China mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan, salah satu jalur perairan paling penting di dunia untuk pelayaran, membuatnya bertentangan dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei Darussalam.

Laporan Xinhua turut mengutip pernyataan Wang Yi yang menuduh Filipina telah mengubah pendirian kebijakannya sejauh ini, mengingkari janji yang telah dibuat, memprovokasi masalah di laut, dan meremehkan hak-hak sah China.

"Menyadari bahwa hubungan bilateral kini berada di persimpangan jalan dan masa depan hubungan tersebut belum diputuskan, Wang Yi mengatakan pihak Filipina harus bertindak dengan hati-hati," sebut Xinhua dalam laporannya pada Kamis (21/12).

"Daripada melanjutkan ke arah yang salah, pihak Filipina harus kembali ke jalur yang benar sesegera mungkin, dengan menangani dan mengelola situasi maritim saat ini dengan benar sebagai prioritas utama."

Tidak disebutkan secara rinci perjanjian apa yang menurut Wang Yi telah ditinggalkan oleh Filipina.

Perselisihan Menajam

AS dan Filipina Latihan Tembak Kapal Musuh di Laut China Selatan
Hampir 18.000 tentara telah mengambil bagian dalam latihan tahunan yang dijuluki Balikatan, atau “bahu bahu” dalam bahasa Filipina. (AFP/JAM STA ROSA)

Kantor Manalo menggambarkan pembicaraan dengan Wang Yi sebagai pertukaran yang jujur dan terbuka, serta mengatakan kedua pihak telah mencapai pemahaman yang lebih jelas mengenai posisi masing-masing dalam sejumlah isu.

Perselisihan wilayah semakin meningkat ketika China berupaya memperkuat klaim teritorialnya dengan menentang Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, yang diklaimnya sebagai provinsinya yang memisahkan diri dan tidak segan melakukan reunifikasi sekalipun dengan kekuatan militer.

Panglima militer Filipina bersama pasukannya berada di atas kapal yang mengangkut pasokan ketika kapal tersebut diledakkan dengan meriam air, dikepung dan ditabrak oleh kapal penjaga pantai China pada awal bulan ini di Laut China Selatan yang disengketakan.

Infografis Klaim China Vs Indonesia Terkait Laut China Selatan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Klaim China Vs Indonesia Terkait Laut China Selatan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya