Liputan6.com, Tokyo - Sebuah kuil di Jepang yang menjadi tempat pelaksanaan Festival Pria Telanjang atau dikenal "Hadaka Matsuri", yang sudah ada sejak 1.250 tahun lalu, pertama kali dalam sejarah mengizinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam ritual tersebut pada tahun ini.
Namun, perempuan tetap tidak diizinkan berpartisipasi dalam acara puncak festival, di mana laki-laki yang hanya mengenakan cawat akan mencoba menyentuh pria lain yang telanjang bulat, yang dalam bahasa jepang disebut "shin-otoko" atau "manusia dewa". Tujuannya adalah untuk mendapatkan keberuntungan di tahun depan.
Baca Juga
Dengan izin baru tersebut, pakar perempuan dan gender pun memuji keputusan para tetua di Kuil Konomiya yang terletak di Inazawa, Prefektur Aichi, Jepang, sebagai langkah maju dalam kesetaraan.
Advertisement
Festival Hadaka Matsuri yang dijadwalkan berlangsung sepanjang hari pada 22 Februari biasanya hanya diperuntukkan bagi pria.
Mitsugu Katayama, pejabat panitia penyelenggara, mengatakan bahwa sekitar 10.000 masyarakat lokal diperkirakan akan ambil bagian dalam festival tersebut, sementara 10.000 lainnya akan menjadi penonton.
"Kami belum bisa menyelenggarakan festival seperti biasanya selama tiga tahun terakhir karena pandemi ini dan, saat itu, kami menerima banyak permintaan dari perempuan di kota untuk ambil bagian," kata pihak panitia, seperti dilansir SCMP, Kamis (25/1/2024).
Ia mengklaim bahwa perempuan tidak dilarang secara aktif untuk mengambil bagian dalam setiap elemen perayaan hari itu, namun sebelumnya tidak ada kelompok perempuan setempat yang ingin terlibat.
Â
Disambut Baik oleh Kelompok Perempuan
Ayaka Suzuki, salah satu wanita yang pertama kali ambil bagian dalam acara tersebut, mengatakan bahwa dia sudah lama ingin terlibat.
Ia menuturkan bahwa dirinya ingin terlibat dalam acara tersebut sejak kecil dan mengatakan, "Saya bisa berpartisipasi jika saya laki-laki."
Suzuki adalah wakil ketua kelompok yang menuntut agar perempuan diizinkan mengambil bagian dalam festival tersebut, dan mengatakan bahwa dia bermaksud menggunakan perannya dalam acara tersebut untuk "mendoakan keselamatan keluarga saya dan orang-orang yang terkena dampak gempa bumi".
Sementara itu, Sumie Kawakami, seorang pengajar di Universitas Yamanashi Gakuin yang berfokus pada isu-isu perempuan dan gender, mengatakan bahwa dia "terkejut sekaligus senang". Ia berharap bahwa ini akan menjadi langkah pertama agar perempuan diizinkan mengambil bagian dalam setiap hal dari perayaan tersebut.
"Saya sangat senang mendengarnya dan ini merupakan pertanda baik bahwa Jepang sedang bergerak maju, meski tentu saja hal ini sudah lama tertunda," kata Kawakami.
"Ada bidang kehidupan lain di Jepang di mana perempuan tidak diizinkan untuk berpartisipasi, seperti larangan perempuan masuk ke ring sumo ‘dohyo’, dan menurut saya agama Shinto cukup membatasi perempuan," tambahnya.
Advertisement
Tentang Festival Hadaka Matsuri
Akar dari festival ini berawal dari masa ketika masyarakat lokal percaya pada takhayul dan ingin mendapatkan keberuntungan di tahun mendatang, terutama pada saat wabah penyakit dan penyakit umum lainnya.
Laki-laki di wilayah setempat akan berkumpul di kuil, di kota yang tadinya sepi pada pagi hari untuk memulai ritual.Â
Para pria hanya akan mengenakan cawat "fundoshi" putih dan bandana berwarna saat mereka berparade keliling kota, saling melempar ember berisi air dingin, meneguk sake agar tetap hangat, dan membawa kuil portabel di atas tiang bambu panjang yang dihiasi pita. Ketika orang-orang yang bersuka ria akhirnya mencapai kuil pada sore hari, mereka memanggil "shin-otoko" atau "manusia dewa" untuk muncul.
Pria terpilih akan menyendiri selama berhari-hari menjelang acara tersebut, menghabiskan waktu dalam doa, menurut legenda setempat. Pada hari festival, dia akan dicukur dari ujung kepala sampai ujung kaki, ditelanjangi dan akhirnya dikirim ke kerumunan orang di sekitar kuil.