Liputan6.com, Washington, DC - Joe Biden telah menyetujui sanksi terhadap empat pemukim Israel yang dituduh menyerang warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Presiden Amerika Serikat (AS) itu menandatangani perintah eksekutif yang menyebutkan kekerasan di Tepi Barat telah mencapai tingkat yang tidak dapat ditoleransi. Sanksi tersebut menghalangi individu untuk mengakses semua properti, aset, dan sistem keuangan AS. Demikian seperti dilansir BBC, Jumat (2/2/2024).
Baca Juga
Kekerasan di Tepi Barat meningkat sejak perang Hamas Vs Israel meletus pada 7 Oktober 2023.
Advertisement
Menurut PBB, sekitar 370 warga Palestina di Tepi Barat tewas sejak saat itu. Mayoritas dari mereka dibunuh oleh pasukan Israel dan setidaknya delapan dari mereka dibunuh oleh pemukim Israel.
Perintah eksekutif baru ini berarti pemerintah AS mempunyai wewenang untuk memberikan sanksi kepada warga negara asing mana pun yang menyerang, mengintimidasi, atau menyita properti warga Palestina.
Sanksi tersebut adalah yang pertama yang dilakukan pemerintah AS – sebuah langkah langka yang menargetkan warga Israel – dan terjadi ketika Biden melakukan perjalanan ke Negara Bagian Michigan, yang memiliki populasi Arab-Amerika yang besar dan mengkritik dukungannya terhadap Israel.
Arab American Institute, sebuah kelompok advokasi, sebelumnya mengatakan bahwa sejak awal konflik, dukungan Arab Amerika terhadap Partai Demokrat anjlok dari 59 persen pada tahun 2020 menjadi hanya 17 persen.
Perintah eksekutif yang ditandatangani Biden menetapkan dasar bagaimana AS akan menanggapi serangan lebih lanjut di Tepi Barat dan merupakan peningkatan respons AS dibandingkan pembatasan visa yang diberlakukan terhadap beberapa individu pada tahun lalu.
"Situasi di Tepi Barat – khususnya tingginya tingkat kekerasan pemukim ekstremis, pemindahan paksa penduduk dan desa, serta perusakan properti – telah mencapai tingkat yang tidak dapat ditoleransi dan merupakan ancaman serius terhadap perdamaian, keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut," sebut Biden dalam suratnya kepada Kongres menjelaskan alasannya.
Pada Kamis (1/2), seorang pejabat senior AS mengatakan Biden telah berulang kali menyampaikan kekhawatirannya kepada Israel tentang kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel.
Sanksi AS Diyakini Berdampak
Sementara itu, seorang pejabat senior AS lainnya mengatakan sanksi awal – yang menargetkan empat orang – ditujukan terhadap individu yang secara langsung melakukan kekerasan dan mereka yang berulang kali melakukan intimidasi perusakan properti, yang mengarah pada pengusiran paksa komunitas Palestina. Satu orang memprakarsai dan memimpin kerusuhan yang menyebabkan kematian seorang warga sipil Palestina di Kota Huwara, sementara yang lain menyerang dengan batu dan pentungan.
Perintah eksekutif Biden bersifat non-diskriminatif dan berlaku bagi warga Israel dan Palestina yang mengarahkan atau mengambil bagian dalam tindakan kekerasan atau ancaman terhadap warga sipil, intimidasi, perusakan, perampasan properti atau terorisme.
Kementerian Keuangan AS menyebutkan empat warga Israel yang terkena sanksi adalah David Chai Chasdai (29); Yinon Lewi (31); Einan Tanjil (21); dan Shalom Zicherman (32). Tiga dari mereka tinggal di permukiman Tepi Barat dan satu tinggal di dekat perbatasan wilayah pendudukan.
Sanksi AS ini tidak dapat diterapkan pada warga AS, yang beberapa di antaranya diduga terlibat dalam kekerasan tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Matthew Miller mengatakan AS yakin sanksi tersebut akan berdampak pada keempat individu. Dia mengharapkan Israel berbuat lebih banyak untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap pemukim.
Tak lama setelah Biden menandatangani perintah eksekutif tersebut, Israel menunjukkan ketidakpuasannya dan menggambarkan mayoritas pemukim Tepi Barat taat hukum.
"Israel mengambil tindakan terhadap semua pelanggar hukum di mana pun dan oleh karena itu tidak diperlukan tindakan yang tidak biasa dalam masalah ini," demikian pernyataan kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Advertisement
Keretakan Hubungan AS-Israel
Sanksi AS ini merupakan tanda lain dari keretakan publik yang semakin mendalam antara AS dan Israel.
Kedua pemimpin tersebut adalah sekutu lama dan utama, namun dalam beberapa pekan terakhir mereka tidak sepakat mengenai gagasan pembentukan negara Palestina merdeka. AS meyakini solusi dua negara, di mana berdirinya negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan dengan Israel, sangat penting bagi stabilitas jangka panjang di kawasan.
Namun, Netanyahu telah berulang kali menolak gagasan tersebut. Bulan lalu, Gedung Putih mengakui bahwa pemerintah AS dan Israel melihat segala sesuatu secara berbeda.
Pernyataan-pernyataan tersebut mengurangi harapan di beberapa kalangan bahwa para pemimpin Israel dan Palestina dapat memulai kembali perundingan diplomatik dan proses perdamaian yang terbengkalai.