Liputan6.com, Jakarta - Ternyata 20 Februari adalah World Justice Day atau Hari Keadilan Sosial Sedunia.
Situs UN menyebut momentum ini semakin berkembang sebagai konsep untuk memajukan keadilan sosial, yang harus menjadi tujuan utama pemandu semua kebijakan nasional dan internasional.
Para pendukung aksi ini berpendapat bahwa promosi pekerjaan layak dan agenda globalisasi yang adil berfokus pada hak-hak dasar, kesempatan kerja, perlindungan sosial yang konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja adalah kunci untuk mengedepankan keadilan sosial.
Advertisement
Namun, para advokat menunjukkan masih adanya ketidakadilan yang parah, ketidakamanan tenaga kerja yang meluas, kesenjangan yang tinggi, dan kontrak sosial yang tidak harmonis yang diperburuk oleh krisis global.
Kenyataan pahit ini mengancam kemajuan yang dicapai dalam isu-isu sosial. Memperkuat institusi dan kebijakan yang benar-benar memajukan keadilan sosial yang dipandang sebagai prioritas yang mendesak.
Usulan untuk memajukan keadilan sosial ini juga mencakup peningkatan tata kelola kerja yang inklusif dan efektif, memastikan peluang kerja, mereformasi lembaga-lembaga untuk mencapai hasil pasar tenaga kerja yang lebih adil, dan memperluas perlindungan sosial kepada masyarakat.
Adapun Hari Keadilan Sosial Sedunia, menurut Hindustan Times, adalah perayaan global tahunan yang menyoroti pentingnya keadilan sosial dengan mengatasi isu-isu seperti pengangguran, kemiskinan, eksklusi, ketidaksetaraan gender, hak asasi manusia dan perlindungan sosial.
Setiap tahun, kesempatan ini berfungsi sebagai pengingat akan perlunya menciptakan lingkungan yang lebih adil dan setara.
Hal ini juga menarik perhatian terhadap ketidakadilan sosial global dan mengeksplorasi kemungkinan solusi serta kemajuan yang dicapai. Hari keadilan sosial sedunia ini juga dijadikan sebagai hari untuk menyuarakan suara mereka yang tidak bersuara, mengungkap ketidakadilan struktural, dan mendorong perubahan substantif.
Sejarah Awal
The International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Perburuhan Internasional dengan suara bulat menyatakan Deklarasi ILO tentang Keadilan Sosial untuk Globalisasi yang Adil pada tanggal 10 Juni 2008.
Hal ini merupakan pernyataan prinsip dan kebijakan utama ketiga yang diambil oleh Konferensi Perburuhan Internasional sejak Konstitusi ILO tahun 1919. Pernyataan ini disusun berdasarkan Philadelphia Declaration (Deklarasi Philadelphia) tahun 1944 dan Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work (Deklarasi Prinsip-Prinsip dan Hak-Hak Mendasar di Tempat Kerja) tahun 1998. Deklarasi tahun 2008 mengungkapkan pandangan kontemporer visi mandat ILO di era globalisasi.
Deklarasi penting ini merupakan penegasan kembali nilai-nilai ILO yang kuat. Hal ini merupakan hasil konsultasi tripartit yang dimulai setelah Laporan Komisi Dunia tentang Dimensi Sosial Globalisasi.
Perwakilan pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja dari 182 negara anggota menekankan peran kunci Organisasi tripartit dalam membantu mencapai kemajuan dan keadilan sosial dalam konteks globalisasi.
Bersama-sama, mereka berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas ILO untuk mencapai tujuan-tujuan melalui Agenda Pekerjaan yang Layak.
Deklarasi ini melembagakan konsep pekerjaan yang layak yang dikembangkan oleh ILO sejak tahun 1999, dan menempatkannya sebagai inti kebijakan Organisasi untuk mencapai tujuan konstitusionalnya.
Advertisement
Contoh Kasus: Ketidakadilan Dalam Bekerja Picu Amarah Buruh di Batam 2010
Di Tanah Air, ribuan karyawan lokal PT Drydoc di Kota Batam, Kepulauan Riau, yang bergerak di bidang galangan kapal, melampiaskan amarahnya. Ketersinggungan terhadap pekerja asing yang menjadi pemicu sebenarnya hanya merupakan tumpukan kekesalan akibat persoalan ketenagakerjaan.
Masalah besarnya adalah soal keadilan dan kesejahteraan. Dari ribuan pekerja yang ada, mayoritas pekerja Indonesia di perusahaan ini hanya berstatus buruh kontrak dengan gaji minim. Sementara pada level menegah, posisinya diisi para pekerja asing dengan kesejahteraan yang jauh lebih baik.
Pasca kerusuhan, para pekerja asing di Batam lebih mencari aman. Beberapa di antara mereka, Jumat (23/4/2010) memilih meninggalkan Kota Batam hingga suasana kembali kondusif. Kementerian Tenaga Kerja pun menanggapi amuk pekerja di Batam dengan berjanji membenahi sistem ketenagakerjaan.
Kerusuhan di perusahaan galangan kapal yang dimodali investor asal Dubai ini diperkirakan menelan kerugian miliaran rupiah. Puluhan kendaraan dibakar serta sejumlah dokumen penting dan bangunan juka ikut hangus. Andai perusahaan lebih mampu membangun hubungan yang baik antara pekerja lokal dan pekerja asing.
Contoh Kasus: Penyandang Disabilitas di Indonesia Masih Mengalami Keterbatasan Keadilan Politik
Sementara itu, penyandang disabilitas di Indonesia selain mengalami keterbatasan akses juga menghadapi keterbatasan keadilan politik.
Di Indonesia, penyandang disabilitas masih mendapatkan stereotip dari masyarakat. Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, menunjukkan sebanyak 22,5 juta orang atau 5 persen dari total masyarakat Indonesia merupakan penyandang disabilitas.
Perwakilan dari Pusat Pemilu untuk Aksesibilitas Penyandang Disabilitas (PPUA), Ariani Soekanwo mengungkapkan, hasil penelitian dari Pusat Pemilihan Umum Akses Disabilitas, keterbatasan ini meliputi desain pelaksanaan akses pemilu, sarana dan prasarana, dan pelayanan ramah disabilitas di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Berdasarkan ragam disabilitas, masing-masing penyandang disabilitas membutuhkan perlakuan dan pendekatan yang berbeda terkait layanan pemilihan umum,” kata Ariani mengutip keterangan pers Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin, (1/8/2022).
Berangkat dari masalah ini, Indonesia melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar Konferensi Nasional MOST-UNESCO Indonesia pada Rabu (29/06/2022). Pada salah satu sesi konferensi, mengusung tema “Pemenuhan Hak Atas Keadilan, Partisipasi Politik, dan Hak Sipil Lainnya”.
Advertisement