Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat (AS) pada Selasa (20/2/2024), memveto rancangan resolusi PBB yang digagas dan didukung luas oleh negara-negara Arab, yang menuntut gencatan senjata segera atas perang Hamas Vs Israel di Jalur Gaza.
Pemungutan suara di Dewan Keamanan (DK) PBB yang beranggotakan 15 negara menghasilkan skor 13-1 dengan Inggris abstain, mencerminkan dukungan kuat dari negara-negara di seluruh dunia untuk mengakhiri perang yang menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza telah menewaskan 29.092 orang. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak.
Baca Juga
Ini adalah veto ketiga AS terhadap rancangan resolusi DK PBB yang menuntut gencatan senjata di Jalur Gaza dan terjadi sehari AS mengedarkan resolusi alternatifnya sendiri yang akan mendukung gencatan senjata sementara untuk membebaskan semua sandera.
Advertisement
Rancangan resolusi AS menggarisbawahi gencatan senjata sementara sesegera mungkin memerlukan pembebasan sandera dan menyerukan pencabutan semua pembatasan pengiriman bantuan kemanusiaan. AS menuturkan bahwa kedua tindakan tersebut akan membantu menciptakan kondisi untuk menghentikan permusuhan yang berkelanjutan sebagaimana yang diserukan dalam resolusi yang diadopsi DK PBB pada 22 Desember 2023.
Pada Selasa pula, hampir setiap anggota DK PBB – termasuk AS – menyatakan keprihatinan atas bencana yang akan terjadi di Kota Rafah di Gaza Selatan, tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina mencari perlindungan, jika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melanjutkan rencananya untuk mengevakuasi warga sipil dan mulai melancarkan invasi darat ke wilayah yang berbatasan dengan Mesir itu.
Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Aljazair untuk PBB Amar Bendjama yang merupakan perwakilan Arab di DK PBB seperti dilansir AP, Rabu (21/2), mengatakan, "Pemungutan suara yang mendukung rancangan resolusi ini merupakan dukungan terhadap hak hidup warga Palestina. Sebaliknya, memberikan suara yang menentangnya berarti mendukung kekerasan brutal dan hukuman kolektif yang dijatuhkan terhadap mereka."
Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield membalas dengan mengatakan bahwa AS memahami keinginan untuk mengambil tindakan segera, namun pihaknya yakin rancangan resolusi tersebut akan berdampak negatif pada negosiasi sensitif mengenai kesepakatan sandera dan jeda pertempuran setidaknya selama enam minggu.
"Jika hal itu terwujud, kita dapat meluangkan waktu untuk membangun perdamaian yang lebih abadi," ungkap Linda.
Rancangan resolusi yang diusulkan AS, kata Linda, akan menghasilkan apa yang tidak dihasilkan oleh draf resolusi yang satunya, yaitu menekan Hamas untuk menerima kesepakatan yang ada di meja perundingan dan membantu mengamankan jeda yang memungkinkan bantuan kemanusiaan menjangkau warga sipil Palestina yang sangat membutuhkan.
Dia menambahkan bahwa rancangan resolusi yang didukung negara-negara Arab tidak menghubungkan pembebasan sandera dengan gencatan senjata, yang akan membuat Hamas menghentikan pertempuran tanpa mengharuskan mereka melakukan tindakan apa pun.
"Itu berarti pertempuran akan terus berlanjut karena tanpa pembebasan sandera kita tahu bahwa pertempuran akan terus berlanjut," ujarnya.
Respons Israel dan Palestina
Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menyatakan bahwa kata gencatan senjata yang digunakan di DK PBB, Majelis Umum PBB, dan oleh para pejabat PBB seolah-olah adalah sebuah solusi ajaib untuk semua masalah di kawasan.
Dia menyebut hal itu sebagai gagasan yang tidak masuk akal dan memperingatkan bahwa gencatan senjata di Jalur Gaza akan memungkinkan Hamas kembali mengumpulkan kekuatannya.
"Percobaan genosida berikutnya terhadap Israel hanya akan menjadi pertanyaan kapan, bukan apakah," kata Erdan.
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour merespons veto AS dengan mengatakan, "Pesan yang diberikan hari ini kepada Israel melalui hak veto ini adalah bahwa mereka dapat terus lolos dari pembunuhan."
Mansour memperingatkan bahwa akan semakin banyak bayi yang terbunuh dan menjadi yatim piatu, semakin banyak anak-anak yang akan meninggal karena kelaparan, kedinginan dan penyakit, semakin banyak keluarga yang terancam terpaksa mengungsi, dan seluruh penduduk Jalur Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa akan dibiarkan tanpa makanan, air, obat-obatan, dan tempat tinggal layak.
Dan dalam pesan yang sangat kritis kepada AS, yang merupakan sekutu terdekat Israel, Mansour menuturkan, "Ini berarti bahwa nyawa manusia yang sebenarnya bisa diselamatkan justru malah diabaikan oleh mesin perang genosida Israel, dengan sengaja dan sadar, oleh mereka yang menentang gencatan senjata."
Advertisement
Rusia: AS Bermuka Dua dan Munafik
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia melabeli AS bermuka dua dan munafik atas keputusannya memveto rancangan resolusi.
"Ini tidak membuahkan hasil apa pun karena tujuan sebenarnya Washington bukanlah untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah, bukan untuk melindungi warga sipil, melainkan untuk memajukan agenda geopolitik mereka, menuntut dengan cara apa pun agar sekutu terdekat mereka di Timur Tengah dilindungi," ungkap Nebenzia, seraya menambahkan bahwa AS telah memberikan izin efektif bagi Israel untuk membunuh warga Palestina.
Meskipun ini merupakan veto ketiga AS terhadap rancangan resolusi di DK PBB yang menuntut gencatan senjata segera, dewan telah mengadopsi dua resolusi mengenai Jalur Gaza dengan posisi AS abstain.
Resolusi pertamanya, pada 15 November 2023, menyerukan jeda kemanusiaan untuk mengatasi meningkatnya krisis yang menimpa warga sipil Palestina. Pada akhir November, jeda tujuh hari menyebabkan pembebasan 120 sandera yang ditahan oleh Hamas sebagai imbalan atas pembebasan 200 tahanan Palestina oleh Israel.
Pada 22 Desember 2023, dewan mengadopsi resolusi yang menyerukan agar segera mempercepat pengiriman bantuan kepada warga sipil di Jalur Gaza, namun tanpa permohonan awal untuk menangguhkan permusuhan segera antara Israel dan Hamas.
Agar sebuah resolusi dapat lolos di DK PBB, dibutuhkan setidaknya sembilan suara setuju dan tidak adanya veto dari anggota tetap DK PBB, yaitu AS, Prancis, Inggris, Rusia, dan China.