Liputan6.com, Caracas - Venezuela mengumumkan akan mengadakan pilpres pada 28 Juli – beberapa bulan lebih awal dari perkiraan. Presiden Nicolas Maduro, yang telah berkuasa selama 11 tahun, diperkirakan akan mencalonkan diri kembali.
Pemilu tahun 2018 – ketika Maduro dinyatakan sebagai pemenang – dianggap tidak bebas dan tidak adil.
Adapun pengumuman tanggal pemilu dibuat oleh Dewan Pemilihan Nasional Venezuela (CNE) pada Selasa (5/3/2024).
Advertisement
Ketua CNE Elvis Amoroso menuturkan para anggota dewan telah dengan suara bulat memilih tanggal 28 Juli dari hampir 30 kemungkinan tanggal lainnya.
"Kita akan mengadakan pilpres dan saya yakin rakyat akan sekali lagi ... meraih kemenangan besar," katanya seperti dikutip kantor berita AFP dan dilansir BBC, Kamis (7/3).
Kandidat capres memiliki waktu hingga 25 Maret untuk mendaftar.
Oposisi Tak Gentar
Pemilu yang terlalu dini mungkin menyisakan sedikit waktu bagi oposisi Venezuela untuk memilih calon pengganti Maria Corina Machado, yang dilarang mencalonkan diri menyusul tuduhan melakukan pelanggaran keuangan. Machado membantah tuduhan tersebut.
Meski dilarang, dia terus berkampanye dan bertekad mencalonkan diri.
Pada tahun 2023, pemerintah dan oposisi menandatangani perjanjian yang meletakkan dasar agar pemilu 2024 diakui oleh kedua belah pihak.
Setelah kesepakatan tersebut, Amerika Serikat (AS) melonggarkan sanksi terhadap sektor minyak Venezuela. Pembatasan sebelumnya diberlakukan setelah AS menyebut pemilu tahun 2018 tidak sah.
Advertisement
Kepentingan AS
Pada Januari, AS mengancam akan menerapkan kembali sanksi tersebut, setelah pengadilan tinggi Venezuela menguatkan larangan terhadap kandidat oposisi, Machado.
Venezuela memiliki cadangan minyak terbukti terbesar di dunia.
AS sendiri mempunyai kepentingan dalam mendukung langkah-langkah yang meringankan krisis di Venezuela karena kondisi perekonomian negara yang buruk telah mendorong lebih dari tujuh juta warga Venezuela untuk beremigrasi dan banyak di antaranya menuju ke AS.