Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia menyesali kegagalan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) karena gagal mengesahkan resolusi untuk menetapkan Palestina sebagai anggota penuh di PBB. Pernyataan ini dirilis menyusul keputusan Amerika Serikat (AS) yang memveto resolusi PBB yang didukung secara luas.
"Indonesia sangat menyesalkan kegagalan DK PBB untuk kesekian kalinya dalam mengesahkan resolusi mengenai keanggotaan penuh Palestina di PBB, dikarenakan veto oleh salah satu Anggota Tetap DK PBB," demikian bunyi pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) melalui akun X resmi @Kemlu_RI.
Baca Juga
1️⃣ Indonesia sangat menyesalkan kegagalan DK PBB untuk kesekian kalinya dalam mengesahkan resolusi mengenai keanggotaan penuh Palestina di PBB, dikarenakan veto oleh salah satu Anggota Tetap DK PBB.
— MoFA Indonesia (@Kemlu_RI) April 19, 2024
Dalam pernyataan yang sama Indonesia juga menyesalkan bahwa proses Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB tak kunjung tercapai padahal sudah diupayakan sejak tahun 2012.
Advertisement
"Kemajuan menuju keanggotaan penuh Palestina tersendat sejak Palestina memperoleh status negara pengamat PBB pada tahun 2012, meskipun terdapat dukungan penuh dari mayoritas negara anggota PBB," jelas Kemlu RI.
"Veto ini sekali lagi mengkhianati aspirasi bersama untuk menciptakan perdamaian jangka panjang di Timur Tengah," lanjut pernyataan Kemlu RI tersebut.
Kendati demikian, Indonesia kembali menegaskan dukungannya terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB.
"Indonesia menegaskan kembali dukungannya terhadap keanggotaan penuh Palestina di PBB, yang akan memberikan Palestina kedudukan yang patut di antara negara-negara dan kedudukan yang setara dalam proses perdamaian menuju pencapaian solusi dua negara," tutup pernyataan Kemlu RI perihal kegagalan DK PBB mengesahkan resolusi untuk menetapkan Palestina sebagai anggota penuh di PBB.
Veto AS di DK PBB
Dilansir VOA Indonesia, Jumat (19/4), resolusi yang diputuskan beberapa saat lalu itu sedianya akan meningkatkan status Palestina dari negara pengamat non-anggota menjadi anggota penuh.
Wakil Duta Besar AS di PBB Robert Wood mengatakan kepada dewan bahwa veto Amerika "tidak mencerminkan tentangan terhadap kenegaraan Palestina, tetapi merupakan pengakuan bahwa hal itu hanya akan terjadi jika ada negosiasi langsung di antara kedua belah pihak."
Ini adalah upaya kedua Palestina untuk menjadi anggota penuh dan terjadi ketika perang di Gaza telah menempatkan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama lebih dari 75 tahun di pusat perhatian.
Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, perwakilan Arab di dewan yang memperkenalkan resolusi tersebut, mengatakan "perdamaian akan terjadi dengan keikutsertaan Palestina, bukan dengan mengucilkannya.”
Advertisement
Inggris Abstain
Sementara AS melakukan veto, Inggris memilih abstain terhadap resolusi tersebut.
Menjelaskan sikap abstain Inggris, utusan Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, mengatakan: "Kami percaya bahwa pengakuan atas negara Palestina tidak boleh dilakukan pada awal proses baru, namun tidak harus pada akhir proses."
Woodward menambahkan, "Kita harus mulai dengan memperbaiki krisis yang terjadi di Gaza."
Kepresidenan Palestina mengecam veto AS sebagai tindakan yang "tidak adil, tidak etis, dan tidak dapat dibenarkan".
Status Palestina Pengamat Non-Anggota
Palestina saat ini berstatus non-member observer (pengamat non-anggota), yang diberikan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2012. Permohonan untuk menjadi anggota penuh dengan hak suara harus disetujui oleh Dewan Keamanan dan dua pertiga dari Majelis Umum.
"Eskalasi yang terjadi baru-baru ini menjadikan dukungan terhadap upaya itikad baik untuk mencapai perdamaian abadi antara Israel dan negara Palestina yang sepenuhnya independen, layak, dan berdaulat menjadi semakin penting," kata Sekretaris Jenderal PBB António Guterres kepada dewan.
“Kegagalan mencapai kemajuan menuju solusi dua negara hanya akan meningkatkan ketidakstabilan dan risiko bagi ratusan juta orang di kawasan ini, yang akan terus hidup di bawah ancaman kekerasan," katanya.
Guterres juga mengatakan bahwa komitmen Israel untuk meningkatkan akses bantuan ke Jalur Gaza memiliki dampak yang terbatas atau bahkan tidak berdampak sama sekali.
"Kemajuan nyata di satu bidang sering kali terhambat karena penundaan dan pembatasan di bidang lain," kata Sekretaris Jenderal PBB itu.
"Contohnya, meskipun pihak berwenang Israel telah mengizinkan lebih banyak konvoi bantuan, izin tersebut sering kali diberikan ketika hari sudah terlalu larut untuk melakukan pengiriman dan kembali dengan selamat," jelasnya. "Jadi dampaknya terbatas, kadang nihil."
Advertisement