Liputan6.com, Gaza - Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) pada hari Selasa (14/5/2024) mengatakan bahwa sekitar 450.000 warga Palestina telah diusir dari Rafah selama sepekan terakhir. Ada sekitar 1,3 juta orang yang berlindung di Rafah sebelum Israel mulai menyerbu kota tersebut, yang menurut Israel adalah benteng terakhir Hamas.
Pasukan Israel juga memerangi militan Hamas di Gaza Utara, tempat tentara Israel melancarkan operasi besar pada awal perang. Perintah evakuasi tentara yang dikeluarkan hari Sabtu (11/5), kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq kepada wartawan hari Senin (13/5), sejauh ini telah membuat sekitar 100.000 orang mengungsi.
Baca Juga
Otoritas kesehatan Jalur Gaza menyebutkan bahwa pengeboman dan operasi darat Israel di Jalur Gaza selama tujuh bulan terakhir telah menewaskan lebih dari 35.000 orang, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Advertisement
Melansir kantor berita AP, Rabu (15/5), warga Israel merayakan apa yang mereka sebut sebagai Hari Kemerdekaan pada hari Selasa dengan mengadakan barbeku di taman-taman di seluruh negeri, meskipun pesta yang biasanya ramai tahun ini menjadi lebih kecil dan lebih tenang menyusul perang di Jalur Gaza. Pesta kembang api dibatalkan di seluruh negeri, sementara banyak kota mengurangi pesta jalanan.
Situasi Israel kontras dengan Jalur Gaza, di mana tidak ada makanan yang memasuki dua penyeberangan perbatasan utama di Gaza Selatan selama sepekan terakhir. PBB telah memperingatkan bahwa sekitar 1,1 juta warga Palestina di Jalur Gaza menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah atau di ambang kelaparan.
Sementara itu, kelaparan besar-besaran sedang terjadi di wilayah Gaza Utara. Deklarasi kelaparan secara resmi belum diumumkan mengingat komplikasi politik dan dibutuhkan konfirmasi korban jiwa.
Israel Serang Sekolah
Dalam perkembangan lainnya, Israel mengatakan pihaknya menyerang sebuah sekolah yang dikelola oleh PBB di Gaza tengah pada hari Selasa, diduga menewaskan 15 orang.
Seorang dokter Palestina di rumah sakit tempat korban dirawat, Omar Deirawy, mengatakan serangan itu mengenai sebuah kontainer pengiriman yang digunakan sebagai pos oleh polisi yang dikelola Hamas di sebuah sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan di kamp pengungsi Nuseirat, menewaskan empat polisi. Polisi adalah kekuatan sipil yang berbeda dari sayap militer Hamas.
Militer Israel menuduh 10 orang yang tewas adalah anggota Hamas dan tidak merinci identitas lima orang lainnya. Dikatakan bahwa Hamas menggunakan sekolah tersebut sebagai pusat komando, namun mereka tidak memberikan bukti.
Perbedaan laporan dan jumlah korban tidak dapat dikonfirmasi secara independen. UNRWA mengatakan kepada AP bahwa mereka tidak dapat mengomentari laporan hari Selasa tersebut.
Sepanjang perang, pasukan Israel telah menyerang rumah sakit, sekolah, dan fasilitas lain yang dikelola PBB yang menampung keluarga-keluarga Palestina yang meninggalkan rumah mereka yang dibom. Israel menyalahkan Hamas atas kematian warga sipil lantaran beroperasi di tengah-tengah penduduk.
Israel juga menuduh UNRWA berkolaborasi dengan Hamas dan menutup mata terhadap aktivitas kelompok militan tersebut di Jalur Gaza. Mereka berulang kali menuduh militan beroperasi di sekolah-sekolah yang dikelola UNRWA - tuduhan yang dibantah keras badan PBB itu.
Menurut PBB, lebih dari 160 fasilitas UNRWA telah rusak dan 191 staf PBB tewas dalam perang Israel Vs Hamas sejak 7 Oktober 2023.
Advertisement
Qatar Bertekad Terus Jadi Mediator
Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan pada hari Selasa bahwa Doha akan melanjutkan tugasnya sebagai mediator antara Israel dan Hamas. Dia menekankan gencatan senjata diperlukan saat ini.
Sheikh Mohammed, yang juga menjabat sebagai menteri luar negeri Qatar, mengakui bahwa telah terjadi "penilaian ulang" atas perannya sebagai mediator dalam beberapa pekan terakhir setelah menghadapi kritik luas dari media dan politikus Israel. Namun, dia mengatakan Qatar akan terus melanjutkan upayanya, meskipun dia mencatat bahwa negara tersebut tidak ingin digunakan atau disalahgunakan atas perannya sebagai mediator.
"Kita harus menghentikan pembunuhan ini," kata Sheikh Mohammed. "Kita perlu menghentikan kekejaman yang terjadi dan tentu saja menegosiasikan kesepakatan untuk para sandera."
Namun, dia menambahkan, "Pada akhirnya, hal ini berada di tangan pihak-pihak yang berkepentingan."
Dia menggambarkan Israel "tidak memiliki kejelasan" tentang bagaimana menghentikan perang karena mereka terus menekan Rafah.
Pernyataan Sheikh Mohammed dilaporkan juga menunjukkan bahwa Hamas akan terus berbasis di Doha. Kelompok militan tersebut mempunyai kantor politik di sana sejak tahun 2012.
Baik Qatar dan Mesir telah bertindak sebagai mediator Hamas dan Israel sejak perang terbaru bergulir.
Pada bulan November, mediasi mereka membuahkan gencatan senjata yang mengakibatkan para sandera dibebaskan dengan imbalan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.