Oposisi Prancis Desak Macron Bertindak Usai Israel Jatuhkan 907 Kg Bom ke Kamp Pengungsi Palestina di Rafah

Macron dinilai tidak melakukan apa pun untuk mengakhiri tragedi di Jalur Gaza.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 27 Mei 2024, 19:04 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2024, 19:03 WIB
Didesak Israel, 80.000 Pengungsi Palestina Tinggalkan Rafah
Seiring berlanjutnya serangan di Rafah, pasukan Israel meminta warga Palestina untuk meninggalkan kota tersebut. (Foto: AFP)

Liputan6.com, Paris - Politikus Prancis mendesak pemerintah mengambil tindakan atas pengeboman Israel terhadap kamp pengungsi di Kota Rafah, Gaza Selatan, pada hari Minggu (26/5/2024).

Pasca serangan, gambar-gambar dari kamp pengungsi tersebut dengan cepat menyebar di media sosial, mendorong politikus oposisi Prancis mengungkapkan kemarahan mereka dengan mengkritik pemerintah Israel.

Jean-Luc Melenchon, mantan wakil Majelis Nasional Perancis, menggambarkan kejadian di Rafah sebagai sesuatu yang "mengerikan".

"Pembantaian keji terhadap (orang-orang) di tenda-tenda di kamp pengungsi di Gaza melambangkan tindakan para penjahat perang dan pemimpin mereka," kata Melenchon seperti dilansir kantor berita Anadolu, Senin (27/5).

Dia menyerukan agar segala bentuk tekanan diterapkan kepada Israel untuk mengakhiri "kengerian" ini, mendesak Prancis mengakhiri kolaborasinya dengan pemerintah Israel, memberlakukan embargo ekspor senjata, dan mengakui Negara Palestina.

Melenchon menuduh Presiden Prancis Emmanuel Macron "tidak berbuat apa-apa" terkait tragedi di Jalur Gaza.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Membakar Hidup-hidup Pengungsi Palestina

Didesak Israel, 80.000 Pengungsi Palestina Tinggalkan Rafah
Badan PBB yang membantu pengungsi Palestina mengatakan pada 9 Mei 2024 sekitar 80.000 orang meninggalkan Rafah dalam tiga hari sejak Israel mengintensifkan operasi militer di kota Gaza selatan. (Foto: AFP)

Thomas Portes, anggota parlemen dari Partai Defiant France, menulis di X, "Apa yang disebut 'insiden' ini adalah pembunuhan terhadap puluhan warga sipil, beberapa di antaranya terbakar hidup-hidup setelah serangan di tenda kamp pengungsi."

"Besok, komunitas internasional harus mempertanyakan masa depan IDF (militer Israel) sebagai kekuatan militer."

Dia menambahkan, "Gambaran yang datang dari Rafah sungguh tak tertahankan. Itu adalah akibat dari kepengecutan pemerintah yang menolak mengambil tindakan."

"Mereka di Prancis yang terus menolak memberikan sanksi kepada Israel dan memberlakukan embargo senjata malam ini, mereka berlumuran darah," tegasnya.

Otoritas kesehatan Jalur Gaza seperti dilansir CBS News menyebutkan bahwa 45 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam serangan Israel ke kamp pengungsi di Rafah pada hari Minggu. Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya yang dilaporkan 35 orang.

"Serangan itu terjadi di dekat pangkalan logistik Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Tel al-Sultan," kata Kantor Media Gaza, seraya menambahkan bahwa Israel menargetkan beberapa tenda di kamp pengungsi tersebut dengan rudal dan bom seberat 2.000 pon atau 907 kg.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya