Menhan Swedia Sebut Manuver di Laut China Selatan Mengancam Keamanan Global

Konfrontasi China dan Filipina di Laut China Selatan sering terjadi belakangan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 08 Jun 2024, 14:01 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2024, 14:01 WIB
Kapal Garda Pantai China menghalangi penjaga pantai Filipina BRP Cabra saat kapal tersebut mencoba menuju Second Thomas Shoal di Laut China Selatan yang disengketakan pada 22 Agustus 2023. (AP)
Kapal Garda Pantai China menghalangi penjaga pantai Filipina BRP Cabra saat kapal tersebut mencoba menuju Second Thomas Shoal di Laut China Selatan yang disengketakan pada 22 Agustus 2023. (AP)

Liputan6.com, Manila - Menteri pertahanan Swedia menyatakan kekhawatirannya atas manuver berbahaya yang berulang kali dilakukan China terhadap kapal-kapal Filipina di Laut China Selatan, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut mengancam keamanan global dan merusak stabilitas.

Menteri Pertahanan Pal Jonson berbicara pada Kamis (6/6/2024) malam dalam resepsi diplomatik di Manila untuk memperingati hari nasional Swedia setelah bertemu dengan Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro Jr., di mana mereka membahas mengenai perluasan hubungan pertahanan. Swedia adalah salah satu sumber jet tempur supersonik yang mungkin akan dibeli Filipina ketika militernya mengalihkan fokus dari puluhan tahun memerangi pemberontakan ke pertahanan teritorial.

"Izinkan saya mengungkapkan keprihatinan mendalam saya atas manuver berbahaya yang berulang kali dilakukan terhadap kapal Filipina yang terjadi di Laut Filipina Barat dan Laut China Selatan," kata Jonson, seperti dilansir AP, Sabtu (8/6).

Dia tidak menyebut China dalam pidatonya, namun mendapat tepuk tangan dari hadirin yang mencakup pejabat tinggi militer dan keamanan Filipina serta diplomat Barat dan Asia.

Konfrontasi antara kapal-kapal pemerintah China dan Filipina mengenai dua perairan dangkal yang disengketakan telah berkobar sejak tahun lalu, sehingga menyebabkan tabrakan.

Penggunaan meriam air oleh China telah merusak kapal-kapal Filipina, melukai beberapa personel angkatan laut, dan memperburuk hubungan diplomatik.

Filipina telah mengajukan protes diplomatik dan mempublikasikan tindakan China terhadap kapal penjaga pantai dan Angkatan Laut Filipina dalam upaya untuk mendapatkan dukungan internasional.

"Tindakan ini membahayakan nyawa manusia, merusak stabilitas regional dan hukum internasional, serta mengancam keamanan di kawasan dan sekitarnya," kata Jonson. "Ini bukan hanya ancaman terhadap keamanan nasional Anda, tetapi juga ancaman terhadap keamanan global kita bersama."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Salah Satu Insiden

BRP Sierra Madre.
BRP Sierra Madre, kapal Perang Dunia II yang diubah menjadi pos militer Filipina di Laut China Selatan. (Dok. Ritchie B. Tongo, Pool/AFP)

Pada hari Jumat (7/6), Penjaga Pantai Filipina melaporkan bahwa salah satu kapal berkecepatan tingginya dihadang dan dikepung oleh kapal penjaga pantai China ketika mendekati pos teritorialnya di Second Thomas Shoal pada 19 Mei untuk menjemput seorang pelaut militer Filipina yang sakit.

"Meskipun telah memberi tahu penjaga pantai China melalui radio dan sistem pemberitahuan publik tentang sifat kemanusiaan dari misi kami untuk evakuasi medis, mereka masih melakukan manuver berbahaya dan bahkan dengan sengaja menabrak kapal Angkatan Laut Filipina saat mengangkut personel yang sakit," kata Penjaga Pantai Filipina.

Walau ada upaya pemblokiran yang berbahaya, namun Penjaga Pantai Filipina mengatakan evakuasi medis berhasil dilakukan.

Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menuturkan bahwa China dapat mengizinkan Filipina untuk mengevakuasi personel jika pihak Filipina memberi tahu terlebih dahulu. Dia tidak menjelaskan apakah hal tersebut telah dilakukan dalam kasus ini.

Mao Ning menegaskan pihaknya menentang upaya Filipina untuk menduduki perairan dangkal tersebut secara permanen.


Seruan Swedia

Ilustrasi Swedia.
Ilustrasi Swedia. (Dok. Pixabay)

Selain Filipina, Swedia telah memperkuat hubungan pertahanan dengan Amerika Serikat, Jepang dan Australia, kata Jonson, mengutip keputusan negaranya pada bulan Maret untuk bergabung dengan aliansi NATO, meninggalkan kebijakan netralitas yang panjang setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.

Swedia, ungkap Jonson, mendukung seruan Uni Eropa dan negara-negara lain untuk menahan diri dan menghormati sepenuhnya hukum internasional di Laut China Selatan demi memastikan penyelesaian perbedaan secara damai dan mengurangi ketegangan di kawasan.

"Piagam PBB, Konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan peraturan internasional serupa lainnya yang bertujuan untuk melindungi warga sipil di laut harus dihormati setiap saat," imbuh Jonson.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya