Liputan6.com, Jakarta - Pada 25 Juni 1996, sebuah truk tanker yang memuat 25 ribu pon bahan peledak menerobos kompleks perumahan militer Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) Menara Khobar di Dhahran, Arab Saudi. Akibatnya, 19 penerbang AS tewas dan 50 orang lainnya terluka.
Serangan teroris yang menghancurkan sebagian besar Gedung 131 delapan lantai itu meninggalkan lubang selebar 50 kaki dan kedalaman 16 kaki. Ini merupakan serangan paling mematikan terhadap pasukan AS sejak pemboman Barak Marinir di Beirut tahun 1983 yang menewaskan 241 orang.
Baca Juga
Dilansir History, Selasa (25/6/2024), para pelaku bom yang kemudian diidentifikasi sebagai anggota kelompok militan Islam pro-Iran, Hizbullah, dan memarkir truk di dekat menara yang menjadi rumah bagi 2.000 personel militer AS yang ditugaskan di Pangkalan Udara King Abdul Aziz untuk berpatroli di zona larangan terbang di Irak selatan. Mereka melarikan diri sebelum memicu ledakan.
Advertisement
Penyelidik menemukan serangan itu telah direncanakan selama lebih dari tiga tahun oleh anggota Hizbullah, dengan dukungan dari Iran, sebagai cara untuk memaksa pasukan AS keluar dari Arab Saudi dan Teluk Persia.
Hizbullah dan Iran dinyatakan bersalah oleh pengadilan federal AS pada tahun 2006, dan Iran diperintahkan untuk membayar USD254,5 juta kepada para penyintas. Uang itu belum dibayarkan.
Dakwaan Terhadap Warga Arab Saudi
Pada tahun 2001, 13 warga Saudi dan satu pria Lebanon didakwa dalam serangan yang dilakukan AS, dan Jaksa Agung John Ashcroft menyatakan "... pemerintah Iran menginspirasi, mendukung, dan mengawasi anggota Hizbullah Saudi."
Tuduhan-tuduhan tersebut mencakup konspirasi untuk membunuh warga Amerika dan karyawan AS, penggunaan senjata pemusnah massal dan penghancuran properti AS, ditambah pembunuhan dan pemboman.
Iran membantah terlibat dalam serangan itu, dan Arab Saudi mengatakan mereka tidak akan mengekstradisi para tersangka yang berada dalam tahanan mereka. Tak satu pun dari terdakwa telah dibawa ke pengadilan.
Advertisement
Anggota Hizbullah Ditangkap
Hampir 20 tahun kemudian, Ahmad Ibrahim al-Mughassil, seorang agen penting Hizbullah yang terlibat dalam serangan itu, ditangkap dan ditangkap di Beirut pada tahun 2015 dan dipindahkan ke Arab Saudi untuk diinterogasi.
Pada tahun 2018, Iran diperintahkan untuk membayar korban sebesar USD104,7 juta oleh hakim federal AS.