Laporan Ini Prediksi Jumlah Korban Perang Israel Vs Hamas di Gaza 9 Bulan Bisa 5 Kali Lipat, Capai 186.000 Lebih

Jumlah korban tewas perang Israel vs Hamas di Gaza bisa lima kali lipat dari angka resmi, dan mungkin melebihi 186.000: Begini perhitungannya.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 11 Jul 2024, 15:05 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2024, 15:05 WIB
Pemakaman Massal di Palestina
Warga mendoakan jenazah orang yang tewas dalam pemboman Israel yang dibawa dari Rumah Sakit Shifa sebelum menguburkan mereka di kuburan massal di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (22/11/2023). Puluhan jenazah orang tak dikenal dimakamkan di kuburan massal di Khan Yunis. (AP Photo/Mohammed Dahman)

Liputan6.com, Gaza - Sebuah laporan baru menyoal jumlah korban tewas serangan udara dan darat Israel selama sembilan bulan di Gaza menyebut jumlahnya bisa mencapai hampir lima kali lipat angka resmi. Diperkirakan jumlah korban jiwa bisa melebihi 186.000.

Kementerian Kesehatan di Gaza pada Senin (8/7/2024) mengatakan sedikitnya 38.193 orang tewas dalam perang Israel vs Hamas di Gaza, yang kini memasuki bulan kesepuluh. Sebanyak 87.903 orang lainnya terluka di Jalur Gaza sejak perang dimulai ketika militan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menurut angka resmi.

Namun, jurnal medis Inggris The Lancet, seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (11/7), merilis laporan minggu ini bahwa jumlah korban tewas sebenarnya akibat konflik Gaza bisa mencapai lebih dari 186.000 – sekitar delapan persen dari populasi Gaza.

Perkiraan korban jiwa di Gaza bisa mencapai 186.000 orang didasarkan pada perhitungan bahwa untuk setiap orang yang tewas secara langsung akibat perang – empat orang lainnya akan tewas secara tidak langsung. Artikel Lancet mengatakan bahwa "dalam konflik baru-baru ini, jumlah kematian tidak langsung berkisar antara 3 hingga 15 kali lipat jumlah kematian langsung."

"Dengan menerapkan perkiraan konservatif yaitu empat kematian tidak langsung per satu kematian langsung terhadap 37.396 kematian yang dilaporkan, maka masuk akal untuk memperkirakan bahwa hingga 186.000 kematian atau bahkan lebih dapat disebabkan oleh konflik yang terjadi di Gaza saat ini,” demikian menurut laporan bertajuk 'Counting the dead in Gaza: difficult but essential’.

"Dengan menggunakan perkiraan populasi Jalur Gaza pada tahun 2022 sebesar 2.375.259 jiwa, ini berarti tujuh hingga sembilan persen dari total populasi di Jalur Gaza," ungkap laporan tersebut.

“Sebuah laporan dari tanggal 7 Februari 2024, ketika jumlah korban tewas langsung mencapai 28.000 orang, memperkirakan bahwa tanpa gencatan senjata, akan terdapat antara 58.260 kematian (tanpa epidemi atau eskalasi) dan 85.750 kematian (jika keduanya terjadi) paling lambat tanggal 6 Agustus 2024."

Meskipun pihak berwenang Israel menentang angka-angka yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan Gaza, namun badan intelijen Israel, PBB, dan WHO menganggapnya akurat, kata The Lancet dalam laporannya.

“Data ini didukung oleh analisis independen, yang membandingkan perubahan jumlah kematian staf Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) dengan yang dilaporkan oleh Kementerian, yang menyatakan bahwa klaim pemalsuan data tidak masuk akal,” tambah penulis laporan tersebut.

 

Kehancuran Infrastruktur Persulit Pengumpulan Data

Kondisi Kota Khan Younis Pasca Serangan Israel
Seorang warga Palestina duduk di antara puing-puing bangunan yang hancur setelah pasukan Israel meninggalkan Khan Younis, Jalur Gaza, Rabu, 6 Maret 2024. (AP Photo/Mohammed Dahman)

Menurut jurnal The Lancet, kehancuran infrastruktur besar-besaran telah mempersulit pengumpulan data bagi kementerian kesehatan di wilayah yang dilanda perang tersebut.

"Kementerian harus meningkatkan pemberitaan seperti biasa, berdasarkan orang-orang yang meninggal di rumah sakit atau dibawa ke rumah sakit, dengan informasi dari sumber media yang dapat diandalkan dan petugas pertolongan pertama. Perubahan ini mau tidak mau telah menurunkan rincian data yang tercatat sebelumnya. Akibatnya, Kementerian Kesehatan Gaza kini melaporkan secara terpisah jumlah jenazah tak dikenal di antara total korban tewas,: kata penulis laporan tersebut.

Pada 10 Mei 2024, 30 persen dari 35.091 kematian tidak teridentifikasi, menurut laporan tersebut, namun jurnal tersebut memperingatkan bahwa jumlah kematian yang dilaporkan kemungkinan besar di bawah perkiraan.

Penulis laporan tersebut mengutip organisasi non-pemerintah Airwars yang melakukan penilaian rinci atas insiden di Jalur Gaza. Menurut laporan tersebut, organisasi tersebut “sering menemukan bahwa tidak semua nama korban yang dapat diidentifikasi dimasukkan dalam daftar kementerian.”

 

Jumlah Jenazah yang Terkubur Tanah

Petugas kesehatan Palestina menggali jenazah yang dikuburkan oleh pasukan Israel di kompleks Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Jalur Gaza Selatan, pada Minggu (21/4/2024).
Petugas kesehatan Palestina menggali jenazah yang dikuburkan oleh pasukan Israel di kompleks Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Jalur Gaza Selatan, pada Minggu (21/4/2024). (Dok. AFP)

Laporan The Lancet yang mengutip perkiraan PBB, menyebutkan jumlah jenazah yang masih terkubur di bawah reruntuhan diperkirakan lebih dari 10.000 karena 35 persen bangunan di Jalur Gaza telah hancur pada 29 Februari 2024.

"Konflik bersenjata mempunyai dampak kesehatan tidak langsung, selain dampak langsung dari kekerasan," kata laporan itu. "Bahkan jika konflik segera berakhir, akan terus terjadi banyak kematian tidak langsung dalam beberapa bulan dan tahun mendatang yang disebabkan oleh penyakit reproduksi, penyakit menular, dan penyakit tidak menular. Jumlah korban tewas diperkirakan besar mengingat intensitas konflik ini; hancurnya infrastruktur layanan kesehatan; kekurangan makanan, air, dan tempat tinggal yang parah; ketidakmampuan penduduk untuk mengungsi ke tempat yang aman; dan hilangnya dana untuk UNRWA, salah satu dari sedikit organisasi kemanusiaan yang masih aktif di Jalur Gaza."

Penulis laporan tersebut menyerukan "gencatan senjata segera dan mendesak di Jalur Gaza" serta "langkah-langkah untuk memungkinkan distribusi pasokan medis, makanan, air bersih, dan sumber daya lainnya untuk kebutuhan dasar manusia."

Para penulis juga mengatakan bahwa satu-satunya organisasi yang menghitung jumlah kematian adalah Kementerian Kesehatan Gaza.

“Data ini akan sangat penting untuk pemulihan pascaperang, pemulihan infrastruktur, dan perencanaan bantuan kemanusiaan,” laporan tersebut menyimpulkan.

Kondisi Pilu Anak-anak Gaza: Alami Penyakit Kulit Akibat Minim Air Bersih dan Sanitasi

Potret Anak-anak Pengungsi Palestina Antre Pembagian Makanan di Kamp Jabaliya Jalur Gaza
Pengungsi Palestina mengantre untuk mendapatkan makanan gratis di kamp pengungsi Jabaliya di Jalur Gaza pada Senin, 18 Maret 2024. (AP Photo/Mahmoud Essa)

Kabar pilu kembali datang dari para pengungsi Gaza. Anak-anak di wilayah tersebut dilaporkan mengalami penyakit kulit ekstrem akibat minimnya akses air bersih dan sanitasi.

Menurut WHO, lebih dari 150 ribu orang telah terjangkit penyakit kulit akibat kondisi pemukiman yang kumuh, terlebih sejak perang Israel Vs Hamas meletus pada 7 Oktober 2023.

Salah satu yang mengalaminya adalah seorang putra berusia lima tahun dari warga Gaza, Waffa Elwan, yang tidak bisa tidur karena penyakit kulit yang dialaminya. 

"Anak saya tidak bisa tidur sepanjang malam karena dia tidak bisa berhenti menggaruk tubuhnya," kata Elwan, seperti dilansir Malay Mail, Kamis (4/7/2024).

Putra Elwan diketahui memiliki bercak putih dan merah di kaki dan telapaknya, dan lebih banyak lagi di tubuhnya. Dia hanyalah salah satu dari banyak warga Gaza yang menderita infeksi kulit mulai dari kudis hingga cacar air, kutu, impetigo, dan ruam lain.

"Kami tidur di tanah, di pasir tempat keluarnya cacing di bawah kami," kata Elwan.

Keluarganya adalah satu dari ribuan orang yang tinggal di daerah berpasir dekat laut dekat kota Deir al-Balah di Gaza tengah. Elwan yakin infeksi tidak bisa dihindari.

"Kami tidak bisa memandikan anak kami seperti dulu. Tidak ada produk kebersihan dan sanitasi untuk kami mencuci dan membersihkan tempat itu. Tidak ada apa-apa," ungkapnya.

"Orang tua biasa menyuruh anak-anak mereka untuk mandi di Mediterania. Namun polusi yang meningkat akibat perang telah menghancurkan fasilitas-fasilitas dasar dan meningkatkan risiko penyakit."

"Laut semuanya adalah limbah. Bahkan mereka membuang sampah dan popok bayi ke laut," ujarnya.

Selengkapnya klik di sini...

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya