Liputan6.com, Jakarta - Pareidolia adalah fenomena psikologis yang menyebabkan seseorang dapat mengenali suatu bentuk atau pola tertentu, biasanya wajah, padahal yang dilihat sebenarnya adalah benda mati. Pareidolia menggambarkan kemampuan otak manusia untuk mengenali pola atau wajah yang tidak ada dalam objek atau bentuk yang acak.
Fenomena ini adalah hasil dari proses kognitif kompleks di mana otak mencoba mencari pola yang dikenali atau bermakna dalam stimulus yang ada. Melansir laman Live Science pada Kamis (11/07/2024), pareidolia merupakan ilusi parsial dan terjadi dalam kondisi pencahayaan rendah.
Sedangkan dalam neuropatologi, keberadaan pareidolia tidak disengaja dan merupakan fenomena acak. Biasanya gambar pareidolia yang diterima oleh otak manusia tidak lengkap.
Advertisement
Baca Juga
Akan tetapi, otak kemudian secara otomatis menggunakan pengetahuan bawaan dan data yang dikumpulkan dari pengalaman sebelumnya untuk mengisi bagian yang hilang. Hal ini menghasilkan interpretasi lengkap yang menghasilkan gambar yang koheren.
Penyebab
Penyebab pareidolia sendiri hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Studi yang dirilis di Cell Press Journal pada 2017 menjelaskan bahwa pareidolia berkaitan dengan cara kerja otak dalam memproses dan mengartikan rangsangan visual.
Otak manusia memiliki area yang bertanggung jawab terhadap pengenalan dan persepsi akan wajah, yaitu bagian depan (frontal) dan samping (temporal). Pada beberapa orang, otak mereka memiliki kecenderungan untuk langsung memproses suatu benda mati menjadi bagian-bagian wajah tertentu.
Selain itu, pareidolia tidak selalu menjadi kondisi yang berbahya, kondisi ini normal terjadi dan dapat dialami oleh siapa saja. Namun, dalam beberapa kasus, pareidolia bisa menjadi tanda penyakit tertentu.
Pengidap skizofrenia mengalami insiden yang lebih tinggi dalam melihat gambar bermakna pada objek acak. Dengan kata lain, insiden pareidolia lebih banyak dialami oleh pasien skizofrenia.
Setiap orang bisa mengalami pareidolia, tetapi pareidolia terkadang bisa berbahaya. Terutama ketika menyangkut masalah spiritual atau politik.
Pasalnya, banyak orang menganggap pareidolia sebagai pertanda dari alam. Misalnya, seseorang melihat gambar wajah pada tembok yang berjamur, kemudian dia menginterpretasikan wajah tersebut sebagai pertanda dari arwah orang yang mati penasaran atau sejenisnya.
Pareidolia bukan hanya tentang melihat wajah. Fenomena ini tentang menafsirkan stimulus yang tidak jelas sebagai sesuatu yang bermakna. Kebiasaan seperti ini bisa sangat berbahaya.
(Tifani)
Advertisement