Studi Ungkap Asal Mula Cahaya Pertama di Alam Semesta

Para peneliti menemukan bahwa galaksi kerdil berperan penting dalam pembentukan cahaya pertama di alam semesta.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 14 Nov 2024, 03:00 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2024, 03:00 WIB
Alam Semesta
Ilustrasi Alam Semesta yang dikatakan kini dapat dibuat peta barunya berkat FRB (Fast Radio Burst) atau semburan radio cepat. (Pixabay/51581)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi terbaru mengungkapkan asal mula cahaya pertama alam semesta. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Nature pada Februari 2024.

Penelitian ini dipimpin oleh Iryna Chemerynska, seorang astrofisikawan dari Institut d'Astrophysique de Paris, bersama tim penelitinya. Melansir Science Alert pada Rabu (13/11/2024), para peneliti menemukan bahwa galaksi kerdil berperan penting dalam pembentukan cahaya pertama di alam semesta.

Menurut studi ini, asal mula cahaya yang pertama kali tersebar bebas di ruang angkasa berasal dari galaksi-galaksi kecil yang dikenal sebagai "galaksi kerdil". Chemerynska menjelaskan bahwa galaksi kerdil memainkan peran vital dalam melepaskan foton pengion yang membantu membersihkan kabut hidrogen yang pada awalnya menghalangi cahaya untuk bergerak bebas di alam semesta.

Pada periode awal setelah peristiwa Big Bang, ruang angkasa dipenuhi oleh kabut hidrogen dan plasma yang sangat panas dan padat. Dalam kondisi ini, banyak partikel terionisasi seperti elektron bebas dan proton mengambang di ruang angkasa, membuat cahaya tidak dapat menembus kabut tersebut.

Namun, sekitar 300.000 tahun setelah Big Bang, ketika alam semesta mulai mendingin, proton dan elektron mulai bergabung membentuk gas hidrogen netral serta sedikit helium. Bintang-bintang pertama yang terbentuk di galaksi kerdil ini kemudian mulai memancarkan radiasi kuat yang berfungsi mengionisasi gas hidrogen.

Proses ini, yang dikenal sebagai reionisasi kosmik, menyebabkan gas hidrogen netral berubah menjadi plasma terionisasi, yang pada gilirannya memungkinkan cahaya mulai menyebar bebas di seluruh alam semesta. Proses reionisasi ini tidak hanya mengubah sifat kabut hidrogen, tetapi juga membuka jalan bagi cahaya untuk menyebar dan mengungkapkan alam semesta yang sebelumnya tersembunyi dalam kegelapan.

Untuk memverifikasi temuan mereka, para peneliti menggunakan teleskop James Webb Space Telescope (JWST) yang sangat canggih. Pengamatan melalui JWST memungkinkan tim peneliti untuk lebih mendalami proses reionisasi ini dan menemukan bahwa galaksi kerdil memang memainkan peran penting dalam memulai proses pembersihan kabut hidrogen tersebut, yang kemudian memungkinkan cahaya pertama muncul di alam semesta.

(Tifani)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya