Ini kisah yang terjadi Agustus 2012 lalu, saat banjir melumpuhkan Manila, ibukota Filipina. Saat itulah jejaring sosial menunjukkan 'kesaktiannya'.
Perempuan muda bernama Kassy Pajarillo terjebak di mobilnya, di tengah jalanan yang bak sungai, sembari mengkhawatirkan keselamatan ibu dan neneknya yang terkurung di rumah yang mulai terendam air.
Untung, kicauannya di Twitter dengan hashtag #rescueph terbaca oleh seorang anggota kongres, Lani Mercado-Revilla yang langsung merespons dan mengirim bala bantuan. Kassy, juga keluarganya, selamat.
Tak hanya saat menghadapi bencana, menurut juru bicara Kepresidenan Filipina, Edwin Lacierda, jejaring sosial menjadi elemen demokrasi di negaranya.
"Warga Filipina adalah salah satu penggemar berat sosial media di dunia. Kami mengeksplorasi cara berkomunikasi lebih dekat dengan masyarakat, tak melulu cara-cara tradisional," kata Lacierda, dalam acara Bali Democracy Forum (BDF) di Nusa Dua, Bali, Kamis (7/11/2013).
"Sejumlah anggota kabinet dan kepala lembaga negara secara personal menggunakan Facebook atau Twitter untuk mengatasi kendala geografis, untuk menyebarkan informasi tentang aktivitas dan layanan pemerintah secara akurat dan terkini."
Media sosial juga menjadi wahana penyampaian pendapat rakyat secara langsung, termasuk memprotes mekanisme pelayanan yang inefisien.
Pentingnya media sosial juga disinggung perwakilan Inggris Raya, David Jones. Dia mengatakan, saat ini kita hidup dalam zaman yang menarik, kala media sosial memainkan peran krusial dalam konsolidasi demokrasi. "Lebih dari 2 miliar orang di seluruh planet terhubung dengan internet," kata dia dalam paparannya.
Internet mengubah hidup banyak orang dengan kemampuannya untuk menghubungkan orang-orang di belahan Bumi yang berbeda. Juga membuat perhitungan terhadap pemerintah, dengan melancarkan kritik, misalnya.
"Media sosial juga memberdayakan orang, memberi kesempatan setiap orang untuk bersuara. Dan memungkinkan pandangan berbeda-beda secara luas menjangkau penduduk global."
Media sosial dan demokrasi juga sempat disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY mengatakan, dunia maya telah mengubah jalannya sejarah di belahan Bumi.
"Maka demokrasi harus menjamah secara damai ke wilayah itu. Bangsa yang bijak harus menyatukan dunia baru --media sosial dengan demokrasi." Jangan lupa, bagaimana seorang ayah di Mesir menamai anaknya 'Facebook'. (Ein/Sss)
Perempuan muda bernama Kassy Pajarillo terjebak di mobilnya, di tengah jalanan yang bak sungai, sembari mengkhawatirkan keselamatan ibu dan neneknya yang terkurung di rumah yang mulai terendam air.
Untung, kicauannya di Twitter dengan hashtag #rescueph terbaca oleh seorang anggota kongres, Lani Mercado-Revilla yang langsung merespons dan mengirim bala bantuan. Kassy, juga keluarganya, selamat.
Tak hanya saat menghadapi bencana, menurut juru bicara Kepresidenan Filipina, Edwin Lacierda, jejaring sosial menjadi elemen demokrasi di negaranya.
"Warga Filipina adalah salah satu penggemar berat sosial media di dunia. Kami mengeksplorasi cara berkomunikasi lebih dekat dengan masyarakat, tak melulu cara-cara tradisional," kata Lacierda, dalam acara Bali Democracy Forum (BDF) di Nusa Dua, Bali, Kamis (7/11/2013).
"Sejumlah anggota kabinet dan kepala lembaga negara secara personal menggunakan Facebook atau Twitter untuk mengatasi kendala geografis, untuk menyebarkan informasi tentang aktivitas dan layanan pemerintah secara akurat dan terkini."
Media sosial juga menjadi wahana penyampaian pendapat rakyat secara langsung, termasuk memprotes mekanisme pelayanan yang inefisien.
Pentingnya media sosial juga disinggung perwakilan Inggris Raya, David Jones. Dia mengatakan, saat ini kita hidup dalam zaman yang menarik, kala media sosial memainkan peran krusial dalam konsolidasi demokrasi. "Lebih dari 2 miliar orang di seluruh planet terhubung dengan internet," kata dia dalam paparannya.
Internet mengubah hidup banyak orang dengan kemampuannya untuk menghubungkan orang-orang di belahan Bumi yang berbeda. Juga membuat perhitungan terhadap pemerintah, dengan melancarkan kritik, misalnya.
"Media sosial juga memberdayakan orang, memberi kesempatan setiap orang untuk bersuara. Dan memungkinkan pandangan berbeda-beda secara luas menjangkau penduduk global."
Media sosial dan demokrasi juga sempat disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY mengatakan, dunia maya telah mengubah jalannya sejarah di belahan Bumi.
"Maka demokrasi harus menjamah secara damai ke wilayah itu. Bangsa yang bijak harus menyatukan dunia baru --media sosial dengan demokrasi." Jangan lupa, bagaimana seorang ayah di Mesir menamai anaknya 'Facebook'. (Ein/Sss)