Para ilmuwan sedang berusaha menguak kunci tentang strain (varian genetik) bateri yang memicu dua dari wabah paling mematikan di dunia.
Tim ilmuwan membandingkan genom Wabah Justinian (Plague of Justinian) dan Black Death alias 'maut hitam' -- kemudian menemukan bahwa keduanya disebabkan strain berbeda dari bakteri Yersinia pestis: penyebab pes.
Black Death, dimulai tahun 1300-an. Menewaskan jutaan orang atau separuh dari populasi Eropa. Suatu masa 800 tahun sebelumnya, wabah menyebabkan malapetaka serupa di Kekaisaran Bizantium di masa kekuasaan Justinian: Wabah Justinian.
Wabah Justinian terjadi pada tahun 541, merupakan wabah pes atau bubonik yang pertama tercatat dalam sejarah. Wabah ini dimulai di Mesir dan merebak sampai Konstantinopel pada musim semi tahun berikutnya. Pada puncaknya menewaskan 10.000 orang setiap hari.
Pertanyaannya, apakah mungkin muncul strain serupa yang bisa menyebabkan kematian massal pada manusia saat ini?
Para peneliti menemukan, sementara strain Wabah Justinian telah punah, patogen yang menyebabkan Black Death berevolusi dan bermutasi. Ia masih punya kekuatan membunuh saat ini.
Menulis dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases, tim peneliti mengatakan, pengetahuan tentang bagaimana patogen berevolusi di masa lalu amat krusial untuk membantu mereka memahami kemungkinan munculnya strain wabah itu di masa depan.
Tim bertanya-tanya mengapa strain awal wabah mati sementara sepupunya, Black Death sukses menyebar ke seluruh dunia dan muncul kembali di Abad ke-19 di Asia.
Untuk menjawab pertanyaan itu, para ilmuwan melakukan sequencing genom Wabah Justinian dari DNA gigi dua korbannya. Mereka lalu membandingkan strain kuno tersebut dengan strain wabah yang ada saat ini dan mengkonstruksi 'silsilah' wabah itu.
Tim menyimpulkan, Wabah Justinian mengalami 'kebuntuan evolusi' namun mereka belum memastikan alasannya.
Waspada
Soal kemungkinan wabah kembali terjadi, penulis utama studi, David Wagner yakin kita tak akan menghadapi pandemi dengan kadar mematikan serupa dengan dua wabah terparah itu.
"Strain wabah (pes) selalu muncul dari sarang tikus, menyebabkan penyakit pada manusia. Namun, kita tak mengalami pandemi lagi," kata dia seperti dikabarkan BBC, Selasa 28 Januari 2014.
Dia menambahkan, strain yang ada saat ini, sama mematikannya dengan strain yang menewaskan jutaan manusia di masa lalu. Bedanya, "manusia telah berubah'.
"Kita telah mengurangi populasi tikus dan manusia sekarang memiliki antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati wabah sebelum menyebar dalam skala besar," kata Wagner.
Di sisi lain, Hendrik Poinar dari McMaster University, Kanada, yang juga merupakan bagian dari tim peneliti berpendapat, kita harus tetap waspada.
"Ini adalah penyakit yang dapat terus muncul dan menyebabkan epidemi jahat. Kita harus terus mengawasi sumber-sumber dari mana mereka berasal," kata dia.
Poinar menambahkan, meskipun kita memiliki obat modern dan sanitasi yang lebih baik, perjalanan global antar-negara bisa membantu menyebarkan strain di masa depan.
Sementara, Helen Donoghue, dosen dari University College London, yang tak terlibat dalam penelitian mengatakan, mustahil untuk mengetahui apakah wabah bisa kembali terjadi dalam skala massal. Namun, ia berpendapat, malapetaka tak akan berulang. (Ein/Yus)
Baca juga:
12 Tengkorak Ditemukan, Misteri Black Death 'Mematikan' Terkuak?
`Maut Hitam` Mewabah di Madagaskar, 20 Orang Tewas
Tim ilmuwan membandingkan genom Wabah Justinian (Plague of Justinian) dan Black Death alias 'maut hitam' -- kemudian menemukan bahwa keduanya disebabkan strain berbeda dari bakteri Yersinia pestis: penyebab pes.
Black Death, dimulai tahun 1300-an. Menewaskan jutaan orang atau separuh dari populasi Eropa. Suatu masa 800 tahun sebelumnya, wabah menyebabkan malapetaka serupa di Kekaisaran Bizantium di masa kekuasaan Justinian: Wabah Justinian.
Wabah Justinian terjadi pada tahun 541, merupakan wabah pes atau bubonik yang pertama tercatat dalam sejarah. Wabah ini dimulai di Mesir dan merebak sampai Konstantinopel pada musim semi tahun berikutnya. Pada puncaknya menewaskan 10.000 orang setiap hari.
Pertanyaannya, apakah mungkin muncul strain serupa yang bisa menyebabkan kematian massal pada manusia saat ini?
Para peneliti menemukan, sementara strain Wabah Justinian telah punah, patogen yang menyebabkan Black Death berevolusi dan bermutasi. Ia masih punya kekuatan membunuh saat ini.
Menulis dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases, tim peneliti mengatakan, pengetahuan tentang bagaimana patogen berevolusi di masa lalu amat krusial untuk membantu mereka memahami kemungkinan munculnya strain wabah itu di masa depan.
Tim bertanya-tanya mengapa strain awal wabah mati sementara sepupunya, Black Death sukses menyebar ke seluruh dunia dan muncul kembali di Abad ke-19 di Asia.
Untuk menjawab pertanyaan itu, para ilmuwan melakukan sequencing genom Wabah Justinian dari DNA gigi dua korbannya. Mereka lalu membandingkan strain kuno tersebut dengan strain wabah yang ada saat ini dan mengkonstruksi 'silsilah' wabah itu.
Tim menyimpulkan, Wabah Justinian mengalami 'kebuntuan evolusi' namun mereka belum memastikan alasannya.
Waspada
Soal kemungkinan wabah kembali terjadi, penulis utama studi, David Wagner yakin kita tak akan menghadapi pandemi dengan kadar mematikan serupa dengan dua wabah terparah itu.
"Strain wabah (pes) selalu muncul dari sarang tikus, menyebabkan penyakit pada manusia. Namun, kita tak mengalami pandemi lagi," kata dia seperti dikabarkan BBC, Selasa 28 Januari 2014.
Dia menambahkan, strain yang ada saat ini, sama mematikannya dengan strain yang menewaskan jutaan manusia di masa lalu. Bedanya, "manusia telah berubah'.
"Kita telah mengurangi populasi tikus dan manusia sekarang memiliki antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati wabah sebelum menyebar dalam skala besar," kata Wagner.
Di sisi lain, Hendrik Poinar dari McMaster University, Kanada, yang juga merupakan bagian dari tim peneliti berpendapat, kita harus tetap waspada.
"Ini adalah penyakit yang dapat terus muncul dan menyebabkan epidemi jahat. Kita harus terus mengawasi sumber-sumber dari mana mereka berasal," kata dia.
Poinar menambahkan, meskipun kita memiliki obat modern dan sanitasi yang lebih baik, perjalanan global antar-negara bisa membantu menyebarkan strain di masa depan.
Sementara, Helen Donoghue, dosen dari University College London, yang tak terlibat dalam penelitian mengatakan, mustahil untuk mengetahui apakah wabah bisa kembali terjadi dalam skala massal. Namun, ia berpendapat, malapetaka tak akan berulang. (Ein/Yus)
Baca juga:
12 Tengkorak Ditemukan, Misteri Black Death 'Mematikan' Terkuak?
`Maut Hitam` Mewabah di Madagaskar, 20 Orang Tewas