Biaya 3 Kartu Sakti Jokowi dari CSR BUMN Bukan APBN

Tiga kartu sakti Jokowi saat ini dikeluarkan dengan biaya dari CSR BUMN

oleh Liputan6 diperbarui 06 Nov 2014, 14:03 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2014, 14:03 WIB
Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera
Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera mulai dibagikan kepada warga (Liputan6.com/ Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan pembiayaan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) saat ini menggunakan dana tanggung jawab sosial (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan APBN, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR.

"Satu itu kan sudah jalan, dan itu juga kan bantuan dari berbagai pihak. Itu CSR dan lain-lain, iya CSR dari BUMN. Tidak masuk APBN. Jadi nggak usah ribut-ribut dulu, kita fokus ini," katanya di Makassar, Rabu (12/11/2014) malam .

Hal ini dikatakannya menjawab pertanyaan wartawan terkait sejumlah pihak di DPR yang mempertanyakan pembiayaan tiga program kesejahteraan tersebut tidak melalui persetujuan DPR. Hal ini mengingat tidak ada penamaan anggaran KIS, KIP dan KKS dalam APBN 2014. Program kesejahteraan yang telah terdapat dalam APBN 2014 adalah BPJS.

Ia mengatakan, sampai saat ini pemerintah tengah melakukan konsolidasi berbagai dana yang ada. Namun, ke depan, program kesejahteraan tersebut akan dimasukan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2015.

"Kuncinya kan banyak sekali. Intinya konsolidasi sumber daya. Banyak anggaran yang selama ini tidak fokus difokuskan. itu aja yang dibuat fokus. Tentu saja untuk ke depan yang terkait APBN," katanya.

Sebelumnya, Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan pemerintah harus mendapat persetujuan dari DPR bila ingin membuat dasar hukum bagi program jaminan sosial baru serupa BPJS yang diberi nama Kartu Indonesia Sehat (KIS).

"Kalau mau dibuat undang-undang tentang KIS, harus dengan persetujuan DPR. Tinggal bagaimana nanti. Apakah Undang-Undang BPJS dicabut dulu lalu membuat undang-undang baru atau bagaimana," kata Dede Yusuf.        .

Dede mengatakan saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengatur tentang Jaminan Kesehatan Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Selama undang-undang yang sudah ada itu belum dicabut atau direvisi, maka KIS diasumsikan sebagai produk dari BPJS dengan penyempurnaan.

"Semua program pemerintah harus ada 'cantelan' hukumnya yang disepakati bersama DPR. Saat ini sudah ada Undang-Undang BPJS, maka itu yang kita terima," tutur politisi Partai Demokrat tersebut.

Karena itu, untuk mendapatkan informasi detail mengenai KIS, Komisi IX DPR merencanakan mengundang Menteri Kesehatan Nila F Moeloek pada Kamis (6/11).

Sebelumnya, Presiden Jokowi meluncurkan program perlindungan sosial berupa KIS, Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Kantor Pos Besar Jakarta, Jalan Pasar Baru, Jakarta Pusat pada Senin (3/11).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya